Menuju konten utama

Kereta Cepat Jakarta-Surabaya yang Tanpa Rencana

Proyek kereta semi cepat Jakarta-Surabaya menjadi semacam proyek penggembira dari Indonesia untuk Jepang yang kalah dari Cina di proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Proyek ini mengangkangi berbagai rencana program pemerintah yang sudah dibuat atau di luar rencana.

Kereta Cepat Jakarta-Surabaya yang Tanpa Rencana
Kereta cepat Shinkansen buatan Jepang. Foto/iStock

tirto.id - Pada 2021, sebuah Hyperloop akan menghubungkan Dubai-Abu Dhabi dengan kecepatan 1.300 km/jam. Ketika itu, dunia akan memasuki era baru dalam teknologi kereta paling cepat, melampaui kecepatan pesawat terbang. Bagaimana di Indonesia?

Mendekati tahun tersebut, Indonesia akan memiliki sebuah kereta dengan kecepatan yang cukup fantastis, meski tak sampai 1.300 km/jam. Pada 2020, Indonesia kemungkinan akan hanya memiliki kereta "semi cepat" atau ekspres Jakarta-Surabaya dengan kecepatan hingga 160 km/jam, atau jauh di bawah kecepatan Shinkansen mencapai 581 km/jam sebagai high-speed rail (HSR).

Padahal, gagasan membangun kereta cepat atau HSR Jakarta-Surabaya sesungguhnya, sudah ada dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) yang dibuat sejak 2011. Namun, rencana tersebut sempat tersisih oleh rencana kereta cepat Jakarta-Bandung, yang sejak awal justru tak ada dalam daftar di RIPNas.

Pada Desember 2015 saat Menko Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman masih dijabat Rizal Ramli pembahasan awal proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya sudah dimulai di internal pemerintah. Momennya hanya berselang kurang lebih sebulan setelah Jepang dipastikan tersingkir di proyek kereta cepat Jakarta-Bandung karena ditelikung Cina. Hingga Luhut Binsar Panjaitan menggantikan Rizal Ramli, ide ini terus bergulir. Bayangan konsep kereta cepat masih begitu kental pada proyek ini.

"KA Cepat Jakarta-Surabaya 200 km per jam ini punya impact ekonomi yang luar biasa," kata Luhut pada Oktober 2016 lalu dikutip dari laman Antara.

Pemerintah sudah sejak awal menyediakan proyek ini untuk Jepang dan ingin segera merealisasikannya secara bersamaan dengan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung yang bisa melaju 300 km/jam. Kemenko Kemaritiman sempat meminta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melakukan kajian awal atau pre-feasibility studies (pra-FS) revitalisasi kereta Jakarta-Surabaya beberapa bulan lalu. Hasilnya, menyimpulkan kelayakan dengan kecepatan maksimal hanya 160 km/jam. Rencananya pra-FS ini akan dilanjutkan dengan FS yang lebih detil dan pembangunan pada tahun ini juga.

"Kenapa kok tidak dibuat secepat Shinkansen? Karena biayanya sangat besar, dari hasil kajian awal pakai kereta ekspres dengan kecepatan 160 km/jam saja sudah cukup," kata Kepala BPPT Unggul Priyanto dikutip dari laman Antara.

Undang-undang No 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian memang mencantumkan jenis-jenis kereta api, termasuk kereta api kecepatan normal dan kecepatan tinggi. Batasan normal dalam UU ini jelas diatur yaitu kecepatan kurang dari 200 km/jam, sedangkan kecepatan tinggi lebih dari 200 km/jam.

Bila mengacu dari definisi UU ini, jelas layanan kereta dalam proyek revitalisasi kereta Jakarta-Surabaya bukanlah kereta cepat. Kereta ini pada dasarnya kereta reguler dengan sedikit modifikasi jalur agar mendukung kecepatan lebih tinggi dari rata-rata kereta di Indonesia yang maksimal meluncur hanya 90-100 km/jam. Penambahan kecepatan ini tentu memang akan meningkatkan daya saing kereta dengan layanan moda lainnya seperti pesawat terbang untuk rute Jakarta-Surabaya. Hal ini pula yang menjadi salah satu alasan pemerintah menggulirkan program ini.

Pelengkap Pesawat Terbang

Jalur penerbangan Jakarta-Surabaya yang padat sudah menjadi fakta yang tak bisa dipungkiri. Rute penerbangan Jakarta-Surabaya mencapai 150 pergerakan pesawat terbang per hari. Berdasakan OAG Schedules Analyser data 2015, rute penerbangan Surabaya-Jakarta merupakan jalur penerbangan terpadat ke-11 di dunia. Pada 2016 statusnya naik menjadi peringkat ke-9. Diperkirakan ada 3,849 juta kursi dalam penerbangan per tahun untuk jalur Surabaya-Jakarta.

“Kapasitas transportasi udara (Jakarta-Surabaya) saat ini sudah makin jenuh, bahaya! Kalau jenuh safety bisa turun, kereta lah yang mungkin yang bisa diimprovisasi untuk menyamai layanan udara. Dengan resource terbatas, apa yang bisa dilakukan kereta? Ya dengan revitalisasi kereta Jakarta-Surabaya,” kata Chief Engineer Pra FS KA Jakarta-Surabaya Djoko Prijo Utomo kepada Tirto di kantor BPPT Puspitek, Senin (23/1/2017)

BPPT menyimpulkan untuk saat ini kereta dengan kecepatan 160 km/jam sudah bisa mendekati layanan penerbangan udara antar dua kota yang estimasinya secara total sama-sama bisa ditempuh dengan waktu 5 jam. Kecepatan tempuh pesawat di udara memang hanya 1,5 jam, tapi bila menghitung proses pra take off hingga landing dan sampai tujuan pengguna jasa, estimasi waktunya tak jauh berbeda dengan kereta. Pertimbangan lainnya adalah soal biaya yang tinggi bila harus membangun kereta cepat di atas 200 km/jam.

Perkiraan kasar, kereta cepat Jakarta-Surabaya bisa mencapai kebutuhan investasi ratusan triliun rupiah. Sangat logis memang, sebagai pembanding kereta cepat Jakarta-Bandung yang hanya 144 km saja membutuhkan Rp70 triliun. Bila menghitung jarak Jakarta-Surabaya 720 km maka dengan asumsi biaya proyeknya sama, maka kereta cepat Jakarta-Surabaya mencapai 5 kali lipatnya atau sekitar Rp350 triliun.

INFOGRAFIK Kereta Cepat revisi

Namun, dengan skema kereta semi cepat yang hanya 160 km/jam, memang ada penghematan biaya pembangunan hampir 80 persen dibandingkan dengan kereta cepat, dengan asumsi biaya kereta semi cepat seperti dalam pra FS Rp81 triliun. Dana ini untuk keperluan penguatan rel, pengadaan kereta, sistem sinyal, pembuatan jembatan dan flyover di perlintasan sebidang, kelistrikan, pelurusan jalur rel yang melengkung hingga pembebasan lahan dan sebagainya.

“Jadi pakai rel yang sudah ada, relnya diperkuat, diperbaiki, hambatannya dikurangi, supaya tak ada perlambatan kereta dan safety-nya juga,” kata Direktur Pusat Teknologi Sistem dan Prasarana Transportasi (PTSPT) BPPT Rizqon Fajar kepada Tirto

Persoalan waktu juga jadi pertimbangan pemilihan konsep kereta semi cepat. Pembebasan lahan di proyek ini lebih sedikit dibandingkan dengan jalur kereta cepat yang benar-benar harus memakai jalur baru. Proyek ini juga diharapkan meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri karena memakai kereta listrik yang teknologinya sudah dikuasai Indonesia, dibandingkan kereta cepat--Indonesia belum berpengalaman.

BPPT memperkirakan konsep kereta cepat Jakarta-Surabaya sesungguhnya baru akan dimulai setelah 2030 dengan mempertimbangkan kebutuhan. Tentu saja, kenyataan ini sebagai bentuk inkonsistensi pemerintah dalam menjalankan rencana jangka panjang yang sudah digariskan dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) tahun 2030 yang mengamanatkan Indonesia sudah punya kereta cepat Jakarta-Surabaya.

Tanpa Rencana

Proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya, salah satu dari 10 program utama dalam RIPNas 2030. Dalam RIPNas dijabarkan 3 tahapan pembangunan kereta cepat di Jawa. Tahapan pertama yakni Jakarta-Surabaya yang rencana pembangunannya dimulai 2021-2030. Sedangkan tahapan berikutnya adalah rute kereta cepat Merak-Jakarta dan Surabaya-Banyuwangi pada periode 2026-2030.

Dalam 12 daftar reaktivasi dan peningkatan (revitalisasi) jalur kereta api dalam RIPNas pun tak memasukkan sama sekali untuk jalur Jakarta-Surabaya. Agenda dalam RIPNas yang berhasil terpenuhi sesuai jadwal hanya double track atau pembangunan dua jalur rel Cirebon-Surabaya yang belum lama ini rampung. Artinya dengan adanya rencana proyek kereta semi cepat ini, pemerintah harus kerja dua kali di jalur yang sama. Di sisi lain, agenda-agenda dalam RIPNas banyak yang meleset seperti rencana Kereta Bandara Soekarno-Hatta, hingga proyek kereta di Bali dan lainnya.

Boleh saja proyek kereta semi cepat Jakarta-Surabaya melangkahi atau mengangkangi RIPNas yang notabene-nya dibuat pada 2011 di masa pemerintah Presiden SBY. Namun yang cukup menohok, proyek kereta semi cepat Jakarta-Surabaya juga tak masuk dalam Perpres No 3 tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional yang dibuat Presiden Jokowi. Proyek strategis mencantumkan 194 proyek utama, termasuk 12 proyek perkeretaapian antar kota, dan lagi-lagi proyek ini tak ada di daftar. Ini menunjukkan pembangunan infrastruktur masih bermasalah pada konsistensi dan keberlanjutan.

Alangkah baiknya pemerintah menjalankan rencana yang sudah ada, termasuk memprioritaskan pembangunan perkeretaapian di luar Jawa. Namun, apabila proyek kereta semi cepat ini tetap dilanjutkan, Presiden Jokowi nampaknya sudah termakan omongannya sendiri yang sering menegaskan pentingnya pembangunan infrastruktur sejak dini tanpa menunda-nunda. Semakin ditunda sebuah proyek maka berdampak pada biaya.

“Membangun infrastruktur itu mahal, dan makin ditunda makin naik harganya,” kata Jokowi.

Baca juga artikel terkait KERETA CEPAT atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti