tirto.id - Pemerintah telah menetapkan ketentuan baru tentang besaran porsi kepemilikan saham asing di perusahaan asuransi yang beroperasi di Indonesia. Batas maksimal kepemilikan saham oleh pemodal asing, yang ditetapkan oleh pemerintah, adalah 80 persen.
Aturan mengenai batasan kepemilikan pihak asing pada perusahaan asuransi ini tertuang di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2018. Aturan itu juga mengatur kepemilikan dalam negeri pada perusahaan asuransi minimal 20 persen.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara, perusahaan yang harus mematuhi aturan ini ialah yang berdiri usai beleid itu disahkan, yakni 18 April 2018. Artinya, ketentuan ini tidak berlaku surut.
“Untuk perusahaan yang sudah berjalan dengan kepemilikan asingnya di atas 80 persen, peraturan ini mengatakan silakan jalan terus. Namun kepemilikan asing itu [yang sudah 80 persen] tidak bisa meningkat di atas level yang sekarang,” kata Suahasil di kantornya, Jakarta, pada Selasa (22/5/2018).
Suahasil menilai saat ini peluang bagi perusahaan asuransi untuk berekspansi masih sangat besar. Salah satu indikatornya terlihat dari nilai premi per kapita secara makro, yang rata-rata hanya Rp1,5 juta per tahun. Padahal, rata-rata pendapatan orang Indonesia per kapita mencapai Rp50 juta per tahun.
Suahasil mencatat angka premi per kapita itu masih relatif kecil apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Singapura.
“Apabila perusahaan asuransi melakukan ekspansi maupun menambah modal, lama-lama kepemilikan asing itu akan sampai ke level 80 persen. Kami berharap, sambil ada ekspansi, kepemilikan domestik juga bisa terus meningkat,” kata Suahasil.
Besaran angka 80 persen yang ditentukan dalam aturan ini disebut sejalan dengan perjanjian kerja sama antara Indonesia dengan sejumlah mitra.
Suahasil menjelaskan penetapan porsi yang lebih rendah dari 80 persen dihindari karena bisa melanggar komitmen internasional serta berisiko memicu permintaan kompensasi dari negara lain.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pengembangan industri asuransi memerlukan modal yang kuat. Kendati demikian, Sri Mulyani mengingatkan agar keberadaan mitra asing, yang untuk memperkuat modal, itu tidak disalahartikan.
“Industri asuransi itu butuh komitmen dan modal besar, serta harus ditanamkan dalam jangka panjang. Selain itu juga butuh keterampilan dari pengelolanya untuk menentukan tingkat risiko,” ucap Sri Mulyani.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom