Menuju konten utama

Kepanikan Virus Corona dan Susahnya Mencari Masker di Jakarta

Corona mewabah. Meski belum muncul di Indonesia, tapi orang-orang panik dan memborong masker. Masker kini sulit dicari setidaknya di Jakarta.

Kepanikan Virus Corona dan Susahnya Mencari Masker di Jakarta
Ilustrasi Masker N95. foto/istockphoto

tirto.id - “Mas, 15 ribu boks ada enggak?”

Hendi (16) bertanya ke seorang penjaga toko. Toko yang ada di Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur itu terlihat menjajakan sekitar 30 boks masker wajah dengan isi 50 lembar per kotak. Hendi datang bersama teman sebayanya.

Kepada reporter Tirto, Jumat (7/2/2020) kemarin, Hendi mengaku disuruh oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) melalui temannya untuk membeli sebanyak mungkin masker. Setelah mendapat lampu hijau dari temannya, ia menjelaskan kenapa mencari masker sebanyak itu: “ini orang pada senang. Banyak yang cari.”

Permintaan Hendi tidak disanggupi penjaga toko, Roni (51). “Ya enggak adalah (15 ribu boks), cuma ada segini.”

Roni bercerita kalau akhir-akhir ini pasokan masker wajah memang semakin jarang. Kalaupun mereka bisa mendapatkannya dari distributor, itu juga baru bisa datang dua hari kemudian.

Itu baru masker wajah seperti merek “Sensi”. Untuk masker jenis N95, yang anti-polusi dan biasanya dipakai untuk melindungi pernapasan dari asap, Hendi mengaku tak lagi menjualnya. Harga masker N95 meroket di tingkat distributorlah penyebabnya.

“Kita bisa beli dari distributor belum tentu bisa jual. Mereka lagi seenak-enaknya naikin harga untung banyak.”

Seboks masker Sensi yang biasanya dihargai Rp18-20 ribu melonjak jadi Rp200 ribu setelah dunia dilanda Virus Corona. Untuk masker merek Hijab dibanderol Rp185 ribu per boks.

Kenaikan harga gila-gilaan ini bikin banyak pembeli mengurungkan niatnya membeli. Seorang ibu rumah tangga yang enggan disebutkan namanya batal membeli usai sempat bertanya, “ada enggak yang harganya Rp24 ribu (per boks)?”

Seorang supir Gojek juga dikabari konsumennya untuk batal membeli karena harganya kelewat mahal. Kepada Roni ia berkata, “wah enggak jadi pak, kemahalan.”

Penjual lain bernama Fajri (20) mengaku mengalami kejadian serupa. Ia saat ini kesulitan memperoleh pasokan masker dan distributor menaikkan harga sangat tinggi.

Ia mencontohkan untuk masker jenis N95--dengan kualitas filter yang dapat menangkal partikel berukuran 0,3 mikron--dibanderol Rp1,5 juta per dus (20 buah). Untuk harga boks berisi 10 masker, dijual Rp1,1 juta. “Sebelum Corona Rp400 ribu per dus isi 20.”

Tapi toh masih ada yang mau beli. Fajri mengatakan si pembeli biasanya hendak mengirim masker ke Cina. Fajri bercerita usai 3 hari kabar Corona ramai di Januari 2020, sekitar 70 karton masker N95 ludes dalam sehari. Saat ditemui reporter Tirto, Fajri hanya punya sekitar 4 boks N95 di tokonya.

“Kami jadi selektif jualnya. Biasanya banyak pelanggan beli kami senang. Tapi kali ini jadi pusing karena kami susah dapat barang dari distributor,” ucap Fajri.

Saat saya bicara dengan Fajri, Victor (30) tengah menunggu dari pukul 12.00, siap menjemput berboks-boks masker yang sudah ia pesan berikut membayar uang muka sehari sebelumnya. Seperti yang lain, ia juga mengaku kesulitan mencari masker.

“Rebutan masker begini sudah sejak saya mulai cari dua minggu lalu. Biasanya ada masker berkardus-kardus setinggi ini (1 meter.) Tapi udah enggak ada,” kata Victor.

Kesulitan membeli ini tidak hanya ia alami di Pasar Pramuka. Victor mengaku sudah mengecek di Pluit sampai Glodok dan semuanya sama, “boks gede habis.” Ia juga sudah mengecek gerai-gerai seperti Indomaret dan hanya mendapat kabar serupa, “Yang dijual dikit (kemasan plastik). Habis.”

Kuswanto (23), karyawan Indomaret di kawasan Matraman, membenarkan kejadian itu. Mereka sudah tidak memiliki stok masker sejak 2 hari lalu. Saat ditanya kapan pasokan akan tersedia lagi, ia hanya menjawab, “enggak tahu kapan datang lagi.”

Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Arief Safari mengatakan kelangkaan ini disebabkan karena kepanikan massal. Permintaan yang melonjak terlalu tinggi belum direspons dengan baik oleh produsen. Hasilnya, seperti hukum permintaan-penawaran, barang yang sedikit tapi dicari banyak orang membuat harga terkerek.

Namun Arief juga menduga kalau kelangkaan ini barangkali disebabkan perilaku menimbun barang. Arief mengingatkan kalau pelaku usaha bisa dijerat Pasal 29 ayat 1 UU Perdagangan dan terancam sanksi denda, pencabutan izin sampai pidana penjara, jika terbukti melakukan praktik curang ini.

“Kami mengimbau kepada pelaku usaha agar tidak melakukan penimbunan dan mengambil keuntungan di luar kewajaran,” ucap Arief dalam keterangan tertulis, Jumat (7/2/2020).

Di Indonesia, sebenarnya mengenakan masker itu tak perlu-perlu amat. Toh belum ada yang positif terkena virus ini.

Melansir Forbes, penggunaan masker bisa jadi tidak diperlukan kecuali Anda benar-benar berada di Provinsi Hubei, tempat Corona berasal. Lagipula masker wajah yang biasa dipakai untuk operasi tak efektif karena hanya bisa menangkal partikel besar. Ia hanya efektif untuk menangkal flu dan batuk biasa.

Pun dengan masker N95. Masker ini memang dapat menyaring 0,3 mikron, tapi yang perlu dicatat, Corona memiliki ukuran 0,1 mikron. “Teoretisnya masih ada partikel yang bisa menembus.”

Food and Drug Adminsitration (FDA) juga mengingatkan kalau masker N95 juga tidak cocok untuk dipakai sehari-hari karena menuntut segel wajah yang ketat. Alhasil, orang-orang malah akan kesulitan bernapas dan malah sering membuka-tutup masker yang membuat efektivitasnya menurun.

Kalaupun digunakan, FDA memberi catatan kalau baik masker N95 dan masker wajah tak bisa dipakai berkali-kali.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino