Menuju konten utama

Kepala Bappenas: Uang Bansos Tidak Boleh untuk Beli Rokok

Menurut Bappenas, uang tunai yang digunakan untuk membeli rokok itu bisa dibelanjakan barang lain yang dinilai jauh lebih berguna.

Kepala Bappenas: Uang Bansos Tidak Boleh untuk Beli Rokok
Ilustrasi rokok. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro meminta agar uang tunai dari program bantuan sosial (bansos) pemerintah tidak dibelanjakan untuk rokok.

Menurut Bambang, uang yang digunakan untuk membeli rokok itu bisa dibelanjakan barang lain yang dinilai jauh lebih berguna.

“Terutama pangan, apakah itu beras, sumber protein, atau sumber karbohidrat. Kalau bisa, sejauh mungkin jangan dipakai untuk membeli rokok,” kata Bambang di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta pada Senin (30/7/2018).

Mengacu pada data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2018, rokok memang merupakan komoditas kedua terbesar yang membentuk garis kemiskinan. Untuk di pedesaan, porsinya tercatat sebesar 10,21 persen; sementara di perkotaan porsinya sebesar 11,07 persen.

“Kalau bisa ke depannya, semua keluarga penerima PKH [Program Keluarga Harapan] dan BPNT [Bantuan Pangan Non Tunai] tidak boleh lagi merokok. Menurut saya itu penting, kita harus tegas,” ucap Bambang.

Bambang menyebutkan, dengan porsi sebesar itu, rokok akan sangat berpengaruh bagi pendapatan dan pengeluaran riil masyarakat. Guna mengoptimalkan usulan tersebut, Bambang pun mengatakan kontribusi peran dari pendamping keluarga penerima PKH dan BNPT akan lebih ditingkatkan.

Peningkatan peran pendamping itu tak lain untuk mengingatkan masyarakat agar patuh terhadap syarat dan juga tujuan diberikannya bansos. Bambang menginginkan agar bantuan secara langsung itu dapat bermanfaat serta digunakan sesuai ketentuannya.

“PKH itu bantuan tunai bersyarat. Misalkan ibunya sedang mengandung, maka harus rajin memeriksakan ke puskesmas. Kalau anaknya sekolah, maka harus dipastikan anaknya sekolah penuh waktu,” jelas Bambang.

Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan alasan di balik masuknya komponen rokok ke dalam penghitungannya. Menurut Suhariyanto, komponen rokok itu dimasukkan guna menangkap fenomena riil yang terjadi di masyarakat. Ia menilai masyarakat miskin di Indonesia sangat akrab dengan kegiatan merokok.

“Ke depan, kita harus berupaya untuk menekan jumlah perokok. Karena memang tidak hanya penduduk miskin, namun juga penduduk tak miskin. Kenaikan cukai saja tidak cukup untuk menghentikan kebiasaan merokok. Perlu sosialisasi,” kata Suhariyanto.

Baca juga artikel terkait DANA BANSOS atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari