Menuju konten utama

Kenapa Sunan Kudus Melarang Penyembelihan Sapi saat Idul Kurban?

Mengapa Sunan Kudus melarang menyembelih sapi, termasuk di hari raya Idul Adha? Simak penjelasan sejarah tradisi kurban kerbau di kudus berikut!

Kenapa Sunan Kudus Melarang Penyembelihan Sapi saat Idul Kurban?
Petugas memeriksa kesehatan seekor kerbau saat pemeriksaan kondisi hewan kurban yang dijual di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (8/8/2019). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/wsj.

tirto.id - Sapi merupakan jenis hewan yang paling sering jadi kurban pada Idul Adha di Indonesia. Namun, kebiasaan kurban dengan sapi tidak populer di salah satu daerah Jawa Tengah.

Masyarakat yang tidak menyembelih sapi sebagai hewan kurban adalah masyarakat yang tinggal di Kota Kudus, Jawa Tengah. Meskipun kebiasaan ini tidak lagi berlaku bagi semua warga di daerah tersebut, tradisi turun temurun untuk tidak menyembelih sapi hingga kini masih diikuti banyak masyarakat muslim di Kudus.

Tradisi tersebut bermula dari fatwa yang dikeluarkan oleh Sunan Kudus pada masa silam. Tentu muncul pertanyaan, mengapa Sunan Kudus melarang menyembelih sapi pada hari raya Idul Adha? Simak penjelasan tentang sejarah tradisi kurban kerbau di kudus berikut ini!

Alasan Sunan Kudus Melarang Menyembelih Sapi

Alasan mengapa Sunan Kudus melarang menyembelih sapi terkait dengan dua hal, yakni sikap toleransinya terhadap penganut Hindu dan bagian dari strategi dakwah. Bagaimana cara dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kudus tersebut?

Lima abad lalu, penyebaran Islam di wilayah Kudus dan sekitarnya tidak dapat dilepaskan dari peran dakwah Sunan Kudus. Menurut tradisi lisan maupun sumber sejarah yang lain, Sunan Kudus termasuk salah satu dari Wali Songo, dewan ulama yang mempunyai peran besar dalam penyebaran Islam di pulau Jawa.

Nama asli Sunan Kudus adalah Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan. Banyak sumber memberi petunjuk bahwa Sunan Kudus merupakan keturunan R. Usman Haji atau Sunan Ngudung dari Jipang Panolan. Sunan Ngudung atau Maulana Usman Haji merupakan seorang ulama dari Palestina yang memiliki keahlian militer. Dia pernah menjadi imam Masjid Demak dan juga panglima perang Kesultanan Demak.

Ketika mengawali dakwah di Kudus, Sunan Kudus dihadapkan dengan masyarakat yang mayoritas beragama Hindu. Meski begitu, Sunan Kudus dalam dakwahnya menerapkan sikap toleran terhadap perbedaan keyakinan.

Salah satu bentuk sikap toleransi dari Sunan Kudus adalah mengeluarkan fatwa larangan menyembelih sapi, baik pada hari biasa maupun saat hari raya Kurban. Fatwa ini menjadi penyebab kenapa warga Kudus tidak makan daging sapi, setidaknya di kalangan mereka yang masih memegang teguh tradisi.

Larangan tersebut tidak terlepas dari upaya Sunan Kudus menghormati para penduduk di daerahnya yang kala itu masih menganut agama Hindu. Di sisi lain, fatwa itu menjadi bagian dari strategi dakwah Sunan Kudus.

Dalam kepercayaan agama Hindu, sapi diyakini sebagai hewan memiliki atma (jiwa) bagi kehidupan. Dalam kitab Catur Weda, terdapat kalimat "Gavah Vivasyah Matarah", yang berarti sapi adalah ibu seluruh dunia. Maka dari itu, penganut Hindu melihat sapi sebagai hewan sakral yang semestinya dihormati, tidak boleh dipotong, apalagi dimakan.

Selain untuk menghormati penganut Hindu, Sunan Kudus ingin menarik simpati penduduk di Kudus yang belum memeluk Islam. Rizim Aizid dalam Islam Abangan & Kehidupannya (2015) menerangkan Sunan Kudus berupaya menunjukkan Islam juga menghormati sapi. Selain melarang hewan itu disembelih, Sunan Kudus kerap membacakan surat Al-Baqarah (yang artinya Sapi Betina) saat berdakwah.

Cerita rakyat lainnya menyebutkan Sunan Kudus pernah mengikat sapi yang telah dihias dan diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid Menara Kudus. Solichin Salam dalam Ja'far Shadiq: Sunan Kudus (1986) menjelaskan tindakan Sunan Kudus itu bisa menarik perhatian penganut Hindu, sehingga berdatangan ke halaman masjid dan mendengar dakwah sang Sunan. Di sana, Sunan Kudus menerangkan makna Surat Al-Baqarah.

Dalam cerita rakyat, larangan menyembelih sapi yang dikeluarkan oleh Sunan Kudus juga dilatarbelakangi kisah pertemuannya dengan seorang pendeta Hindu. Suatu kali, Sunan Kudus pernah dilanda rasa dahaga, dan seorang pendeta Hindu kemudian memberinya air susu sapi. Sebagai bentuk rasa terima kasih, Sunan Kudus melarang penyembelihan sapi, binatang yang dimuliakan dalam ajaran agama Hindu.

Sri Indrahti dalam buku Kudus dan Islam: Nilai-Nilai Budaya Lokal dan Industri Wisata Sejarah (2012) menuliskan, strategi dakwah Sunan Kudus menegaskan bahwa dakwah Islam di Kudus tidak melalui kekerasan, tetapi dengan cara damai. Islam akhirnya dapat cepat diterima secara luas oleh masyarakat di Kudus dan sekitarnya.

Tradisi larangan menyembelih sapi di Kudus kemudian berkembang hingga masa dewasa ini, meskipun tidak semua masyarakat masih melanjutkannya.

Tradisi Kurban Kerbau di Kudus

Sejarah tradisi kurban kerbau di Kudus tidak dapat dilepaskan dari strategi dakwah Sunan Kudus. Selain melarang penyembelihan sapi, Sunan Kudus juga memerintahkan agar sapi diganti dengan kerbau untuk kurban.

Kerbau termasuk spesies hewan sapi. Meski memiliki bentuk tubuh yang sedikit berbeda, kerbau sah untuk berkurban tujuh orang. Namun, kerbau yang sah untuk kurban harus hewan ternak bukan yang liar.

Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitab Tausyikh 'Ala ibni Qosim menjelaskan kriteria untuk kerbau yang dapat dijadikan kurban sebagai berikut:

“Dan [mencukup dalam kurban] yaitu hewan yang berumur dua tahun dan memasuki tahun ketiga dari sapi yang jinak. Dan termasuk ke dalam jenisnya sapi adalah kerbau yang jinak. Dan dikecualikan dari sapi/kerbau jinak yaitu sapi/kerbau liar, maka tidak cukup untuk dijadikan kurban walaupun termasuk ke dalam jenisnya sapi/kerbau. Dan tidak ditemukan dari selain keduanya istilah hewan yang liar," (Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al Jawi, Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim, Surabaya: Nur al Huda, hal. 269).

Permintaan Sunan Kudus agar kurban sapi diganti dengan kerbau sampai sekarang masih ditaati oleh banyak masyarakat di Kudus. Hingga kini, banyak warga Kudus juga memakai daging kerbau atau kambing saja untuk sedekah slametan. Tradisi ini pun memunculkan kuliner khas Kudus seperti soto kerbau dan sate kerbau.

Baca juga artikel terkait KURBAN atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom