tirto.id - Akademisi sekaligus pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, mendapatkan panggilan dari pihak kepolisian. Kenapa Connie dipanggil polisi dan kasus apa yang melibatkannya?
Melalui Instagram pribadinya, yaitu @Connierahakundinibakrie, Connie membenarkan bahwa dirinya dipanggil oleh polisi. Adapun unggahan yang dimaksud menampilkan tangkapan layar berita dari sejumlah media terkait pemanggilannya.
Connie menilai bahwa pemanggilan ini sangat mendadak dan terjadi saat dirinya berada di luar negeri. Ia menyayangkan pemanggilan tersebut tidak dilakukan ketika dirinya berada di Indonesia beberapa waktu lalu.
Menyusul pemanggilan mendadak itu, pengacara Connie menghubunginya untuk memperjelas status profesi dirinya.
“Jadi gegara panggilan mendadak polisi ini ada lawyer tetiba yang telephone mempertanyakan: ‘Bu Connie itu sebenernya apa sih akademisi, pengusaha atau politisi? Biar jelas statusnya’,” tulis Connie di unggahannya.
Kasus Connie menyita banyak perhatian publik, khususnya para pengikut Connie di media sosial. Banyak orang mempertanyakan kasus apa yang membuat Connie diperiksa oleh polisi.
Kasus Connie Rahakundini, Kenapa Dipanggil Polisi?
Menurut kepolisian, Connie dipanggil untuk melakukan klarifikasi terhadap sejumlah laporan yang melibatkan namanya. Adapun laporan-laporan itu, menuduh Connie telah melakukan pencemaran nama baik dan menyebarkan berita bohong terkait Pemilu 2024.
"Kami pastikan proses ini pada tahap klarifikasi terhadap pelapor dan saksi-saksi oleh Direktorat Siber," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo, Wisnu Andiko, seperti yang dikutip dari Antara News.
Ada beberapa laporan lama pada awal tahun ini yang menggugat Connie Rahakundini. Salah satunya diajukan oleh Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Rosan Perkasa Roeslani.
Rosan menyangka Connie telah melakukan tindakan pencemaran nama baik, berita bohong, dan fitnah. Laporan tersebut diajukan ke Bareskrim Polri, pada 12 Februari 2024, dan terdaftar dengan nomor laporan LP/B/52/II/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI.
Rosan menganggap ujaran Connie dalam suatu video di kanal Youtube “Kanal Anak Bangsa” berkaitan dengan tiga kasus poin di atas.
Selain dihadapkan dengan laporan Rosan, Connie sempat dilaporkan oleh dua organisasi masyarakat bernama Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan (AMUK) dan Jaringan Pemuda Untuk Demokrasi (JPUD).
Adapun pengajuan laporan dilakukan atas dugaan berita bohong (hoax). Dua laporan itu disampaikan pada 20 Maret 2024, nomornya LP/B/1585/III/2024/SPKT/PMJ atas nama AMUK dan LP/B/1586/III/2024/SPKT/PMJ atas nama JPUD.
Pelaporan merujuk pada narasi akun Instagram Connie yang mengungkapkan formulir C1 Pemilu 2024 dan Sirekap bisa diperoleh dari Polres.
Adapun pada 29 November 2024 kemarin Connie baru saja pergi ke Rusia, lantaran harus menjalankan kewajiban sebagai Guru Besar Universitas St. Petersburg. Kemudian, dirinya baru memperoleh panggilan polisi, pada Minggu (1/12/2024), lewat tangkapan layar WhatsApp.
“Saya tidak tahu menahu soal pemanggilan kasus itu, saya mendapatkan foto panggilan tersebut melalui pesan WhatsApp (WA) sehari yang lalu,” ujar Connie lewat keterangan tertulis, seperti yang dikutip dari Antara.
Connie juga menyampaikan bahwa panggilan ini terkesan tidak serius, lantaran ia diharuskan datang tanggal 2 Desember 2024 ke Polda Metro Jaya. Padahal, surat perintah datang baru diterimanya h-1 pemanggilan.
Siapa Connie Rahakundini?
Connie Rahakundini Bakrie merupakan seorang pengamat militer asal Indonesia dan akademisi di bidang terkait. Perempuan ini lahir di Bandung pada 3 November 1964 dan pernah mengenyam pendidikan di di luar negeri.
Ia mendapatkan gelar Doktor di Universitas Indonesia, kemudian pernah juga mengasah ilmu di Asia Pasific Centre for Security Studies (APCSS) Hawaii. Connie dikenal pula sebagai senior research fellow di Institute of National Security Studies (INSS) Tel Aviv, Israel.
Sebagai orang Indonesia, Connie cukup apik dalam dunia akademisi militer atau pertahanan negara. Bahkan sempat menjadi perwakilan intelektual untuk pemaparan di The East West Centre, National Defense University (NDU), Geneve Centre for Security Policy, dan di Washington DC.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yonada Nancy & Iswara N Raditya