Menuju konten utama

Kemensos: Pernikahan Dini Anak SMP di Sulsel Harusnya Tak Disetujui

Kasus rencana pernikahan dini anak SMP di Sulsel seharusnya tidak langsung disetujui oleh Pengadilan Agama Bantaeng.

Kemensos: Pernikahan Dini Anak SMP di Sulsel Harusnya Tak Disetujui
Ilustrasi HL pernikahan anak. tirto.id/Nadya.

tirto.id - Kementerian Sosial menyayangkan rencana pernikahan dini pasangan anak SMP di Sulawesi Selatan yang telah mendapat persetujuan Pengadilan Agama Bantaeng.

"Kami dari Kemensos sangat menyayangkan jika pernikahan itu terjadi. Seharusnya dibimbing dan diarahkan dulu tidak langsung disetujui karena usia anak bukan usia yang baik untuk pernikahan," kata Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos, Edi Suharto di Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, Senin (16/4/2018).

Dia menjelaskan, merujuk Undang-Undang Perlindungan Anak bahwa batas usia anak adalah 18 tahun. Sementara usia pasangan tersebut baru menginjak 15 dan 14 tahun.

"Usia anak adalah untuk bermain, bersekolah dan mendapatkan perhatian dari orang tuanya, kalau memang alasannya menikah seperti yang diberitakan karena takut tidur sendiri saya pikir orang tua atau kerabatnya yang mendampingi," tambah dia.

Di media sosial beredar pemberitaan tentang sepasang kekasih yang masih berusia belia ingin menikah. Mereka mendaftarkan rencana pernikahannya kepada KUA Kecamatan Bantaeng, lalu mengikuti Bimbingan Perkawinan (Bimwin), Kamis (12/4/2018), serta untuk mendapatkan pencatatan pernikahan.

Karena usia mereka yang belum memenuhi syarat untuk menikah sesuai dengan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pihak KUA setempat sempat menolak dengan mengeluarkan blanko N9 (penolakan pencatatan).

Menurut Undang-Undang tentang Perkawinan, batas usia minimal untuk menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.

Namun mereka mengajukan permohonan dispensasi kepada Pengadilan Agama Bantaeng dan permohonannya dikabulkan.

Setiap tahunnya, sebanyak 340 ribu anak Indonesia harus menikah di usia muda. Angka itu menempatkan Indonesia berada di peringkat ketujuh dunia dan runner-up Asia Tenggara dalam hal perkawinan anak. Penyebabnya, mulai dari kemiskinan, menghindari zina, hingga hamil di luar nikah.

Aktivis Koalisi Perempuan Indonesia, Yuyun Khoerunnisa, dalam salah satu laporan indepth Tirto menyebutkan ada beberapa faktor pernikahan dini marak terjadi, salah satunya faktor agama. "Pernikahan menjadi jalan keluar ketimbang pasangan bocah itu zina," katanya.

Selain itu, penyebabnya juga karena faktor ekonomi. "Eksesnya pun tak main-main. Mulai dari meningkatnya angka perceraian, angka kekerasan dan eksploitasi (KDRT) hingga angka kematian ibu," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN DINI

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: antara
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri