tirto.id - Roy Suryo, politikus Partai Demokrat, mengucap syukur dengan keluarnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait dengan kasus aset-aset Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Dalam putusan 411/Pdt.G/2019/PN.Jkt/Sel itu tertulis bahwa hakim "mengabulkan permohonan penggugat (atas nama Kemenpora Imam Nahrawi, ed--) untuk mencabut perkara."
Hakim juga memerintahkan kepaniteraan perdata PN Jaksel mencabut dan mencoret perkara tersebut dalam register perkara.
"Alhamdulillah sudah inkrah. Meski saya benar-benar telah menjadi korban (yang sangat keji), namun saya memaafkan semua pihak yang terlibat, termasuk para pem-bully," kata menpora era SBY masa jabatan Januari 2013-Oktober 2014 ini lewat Twitter, sambil melampirkan lembar putusan.
Roy Suryo mungkin senang karena merasa segala yang dituduhkan kepadanya seperti tak terbukti dengan keluarnya putusan ini. Namun, dia mungkin lupa bahwa duduk perkaranya tidak begitu. Pencabutan putusan tidak membuat salinan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)--dokumen yang jadi dasar gugatan Kemenpora kepada Roy Suryo--jadi tidak berlaku apalagi keliru, kata ahli hukum.
Dokumen Audit Tidak Gugur
Kasus ini ramai dibicarakan publik saat surat Kemenpora bernomor 5-2-3/SET.BIII/V/2018 yang ditandatangani Sesmenpora Gatot S. Dewa Broto tertanggal 1 Mei 2018 tersebar di media sosial. Dalam surat itu dinyatakan terdapat 3.226 unit barang milik negara yang belum dikembalikan Roy Suryo saat menjabat Menpora. Kemenpora lalu meminta Roy Suryo mengembalikan aset-aset tersebut.
Surat serupa sebetulnya pernah dilayangkan pada 2016. Surat itu bernomor 1711/Menpora/INS/2016 dan ditandatangani Menpora Imam Nahrawi.
Semua tagihan itu dilayangkan berdasar temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tertuang dalam surat Nomor 100/S/XVI/05/2016 tanggal 3 Mei 2016. Namun, karena tidak ada kemajuan berarti, Kemenpora memutuskan mendaftarkan perkara perdata ini ke PN Jaksel pada 7 Mei 2019 dan lantas memintanya dicabut.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Internasional BPK Juska Meidy Enyke Sjam yang menegaskan memang audit itu masih berlaku.
"Hasil audit BPK tidak bisa dianulir," kata Juska kepada reporter Tirto, Rabu (19/6/2019).
Sekretaris Kementerian Pemuda Olahraga Gatot S. Dewa Broto menjelaskan selain karena menghormati Roy Suryo sebagai mantan menpora, alasan lain mencabut gugatan adalah karena mereka telah menghapus barang-barang sengketa itu dari daftar aset. Dia bilang perkara ini sudah dilaporkan ke BPK.
Namun, soal ini BPK mengaku belum tahu. "Saya tidak dapat informasinya," kata Juska.
Menurut ahli hukum administrasi negara dari Universitas Indonesia Dian Puji Simatupang, sepanjang aset belum dikembalikan, Roy Suryo belum bebas dari masalah. Jika barang tersebut masih dipegang Roy Suryo, maka konsekuensinya adalah dia mungkin saja dilaporkan ke polisi oleh BPK.
"BPK akan melaporkan pihak-pihak terkait dan bertanggung jawab dalam pengurusan barang milik negara dan Roy Suryo, apabila ada indikasi pidana yang merugikan negara," kata Dian kepada reporter Tirto.
Hal serupa diungkapkan ahli pidana dari STH Jentera Miko Ginting. Dia menilai Kemenpora semestinya juga lapor ke polisi karena kasus ini, seperti yang dinyatakan Dian Puji Simatupang, sangat mungkin masuk ranah pidana.
"Secara pidana, sebenarnya bisa mengarah ke dugaan penggelapan atau kalau dilakukan oleh pejabat publik bisa mengarah ke tindak pidana korupsi, dalam hal ini penggelapan jabatan," kata Miko kepada reporter Tirto.
Kuasa hukum Roy Suryo, Hifni Hasan, menjelaskan memang benar ada barang yang terbawa Roy Suryo saat pergantian kepemimpinan di Kemenpora. Barang itu dikirim ke rumah Roy Suryo di Yogyakarta oleh Kemenpora yang menganggap barang memang milik kader Demokrat tersebut.
"Bukan tidak sengaja," katanya, tahun lalu. Dia juga bilang bahwa Roy telah mengembalikan beberapa barang. "Sekarang pihak kuasa hukum memastikan barang-barang apa saja yang sudah dan belum dikembalikan."
Roy Suryo sendiri sejak awal sudah membantah tuduhan-tuduhan ini. Kepada reporter Tirto, Kamis (20/6/2019) dia mengatakan "pihak mana yang benar dan salah sebenarnya sudah jelas dengan keputusan PN Jaksel tersebut."
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino