Menuju konten utama

Kemenperin Pertanyakan Kesiapan Laboratorium Sertifikasi Halal

Kesiapan lab uji dalam Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dinilai masih menjadi perhatian.

Kemenperin Pertanyakan Kesiapan Laboratorium Sertifikasi Halal
Seorang karyawan menunjukkan aplikasi Info Halal Resto MUI di depan resto Sushi Tei di Lotte Avenue, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) masih mempertanyakan kesiapan laboratorium sertifikasi halal untuk mengahadapi uji sertifikasi bagi Industri Kecil Menengah (IKM) sesuai UU Jaminan Produk Halal (JPH) yang berlaku per 17 Oktober 2019 nanti.

Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kemenperin, Gati Wibawaningsih

menyatakan bahwa untuk menjalankan UU JPH dari aspek teknis baik itu sosialisasi, prosedur, maupun sumber pembiayaannya dari dana dekonstruksi sudah disiapkan.

Namun, kesiapan lab uji dalam Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dinilai masih menjadi perhatian. Sebabnya, kesiapan lab ini bisa memengaruhi akses IKM untuk memperoleh sertifikasi.

“Kami sih kalau lembaga sudah siap ya kami siap. Yang penting sih sebenarnya lab-nya itu sudah siap apa belum? Lab untuk ujinya,” ucap Gati kepada wartawan saat ditemui di Hotel Mercure Padang, Sumatra Barat Selasa (8/10/2019).

Gati mencontohkan ada pelaku usaha yang sempat mengajukan sertifikasi halal untuk produknya tetapi lembaga penyedia justru kesulitan memutuskan pemberian sertifikasi. Penyebabnya berkisar pada lab uji yang belum siap mengakomodir berbagai produk.

“Kenapa halal penting? ada perusahaan kacamata, Atala. Kacamata hubungannya sama halal apa? Tapi dia apply sertifikat halal. Tahu enggak yang bingung apa? MUI-nya bingung. Karena enggak ada lab-nya,” ucap Gati.

Gati menjelaskan sertifikasi halal ini menjadi penting buat industri karena dianggap mampu meningkatkan daya saing. Bahkan, pengusaha yang memintanya tidak hanya berasal dari kalangan makanan minuman (mamin) tetapi juga kelompok produk lainnya.

Kendati demikian, Gati mengingatkan sertifikasi yang dibuat nantinya harus mampu menembus standar Organisasi Kerja sama Islam (OKI). Bila berhasil sertifikat yang dikelurkan di Indonesia bisa meningkatkan peluang menembus pasar ekspor negara OKI.

“Kita enggak bisa nego sama MUI dunia, kita enggak bisa. Kami kan, mempersiapkan pelakunya. Tugas kami di situ. Kita sih, tergetnya sebanyak-banyaknya IKM dapat [sertifikat]. Tapi ini tergantung kesiapan lab,” ucap Gati.

Baca juga artikel terkait atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Irwan Syambudi