Menuju konten utama

Kemenkop UKM Ungkap 50 Persen Tekstil dari Cina Ilegal

Temmy yakin perbedaan besar nilai impor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang tidak terdaftar merupakan barang ilegal yang masuk lewat jalur tidak resmi.

Kemenkop UKM Ungkap 50 Persen Tekstil dari Cina Ilegal
Pedagang melayani pembeli bahan tekstil di kawasan Pusat Tekstil Cipadu, Kota Tangerang, Banten, Senin (30/10/2023). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/hp.

tirto.id - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mengungkap temuan besar terkait nilai impor dari Cina ke Indonesia yang memiliki perbedaan, khususnya pada kategori tekstil dan produk tekstil (TPT).

Plt Deputi Bidang UKM, Kemenkop UKM, Temmy Setya Permana, menjelaskan 50 persen nilai impor industri TPT asal Cina tidak tercatat. Dia juga meyakini perbedaan besar nilai impor TPT yang tidak terdaftar tersebut merupakan barang ilegal yang masuk lewat jalur tidak resmi.

"50 persen nilai impor yang tidak tercatat, artinya kita menduga, mengindikasikan ada produk yang masuk secara ilegal karena tidak tercatat," kata Temmy dalam media briefing terkait Serbuan Produk Impor di Jakarta, Selasa (6/8/2024).

Potensi impor tidak tercatat terbesar pada harmonized system atau HS (60-63) berupa produk pakaian jadi.

"Terdapat selisih yang besar pada HS Code pakaian jadi," ujar Temmy.

Di sisi lain, potensi kerugian atas impor TPT asal Cina yang tidak tercatat mencapai sekitar Rp29,7 triliun pada 2021. Angka estimasi kerugian ini diperoleh dari proyeksi total ekspor Cina ke Indonesia mencapai Rp58,1 triliun, sementara yang tercatat secara resmi hanya Rp28,4 triliun.

Pada 2022, potensi kerugian atas impor TPT asal Cina yang tidak tercatat sekitar Rp29,5 triliun, dengan estimasi kerugian diperoleh dari proyeksi total ekspor Cina ke Indonesia mencapai Rp61,3 triliun, sementara yang tercatat secara resmi hanya Rp31,8 triliun.

Temmy juga menjelaskan, banjir produk impor ilegal berdampak pada hilangnya potensi serapan 67 ribu tenaga kerja dengan total pendapatan karyawan Rp2 triliun per tahun.

Selain itu, terdapat potensi kehilangan Produk Domestik Bruto (PDB) multi sektor TPT sebesar Rp11,83 triliun per tahun.

"Ada juga kerugian negara pada sektor pajak sekitar Rp6,2 triliun terdiri dari pajak Rp1,4 triliun dan Bea Cukai Rp4,8 triliun," ungkapnya.

Temmy mengatakan, Kemenkop UKM merekomendasikan kebijakan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) sebesar 200 persen untuk produk yang dikonsumsi akhir atau pada kode HS 58-65.

Kemudian, pihaknya juga mendukung usulan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tentang insentif restrukturisasi mesin dalam bentuk pembebasan bea impor terhadap mesin.

“Jadi memang 200 persen itu oke, tapi kita mengusulkan agar hati-hati pada produk akhir bukan terhadap bahan baku, industri sehingga industri tetap berkembang," ujarnya.

Simpulan data perbedaan nilai impor dari Cina berasal dari internal Kemenkop UKM yang diolah melalui data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) hingga Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI).

Baca juga artikel terkait INDUSTRI TEKSTIL atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Flash news
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Irfan Teguh Pribadi