tirto.id - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyiapkan sejumlah langkah menjelang berakhirnya program amnesti atau pengampunan pajak pada 31 Maret 2017 mendatang, salah satunya adalah dengan memberikan sanksi sebesar 200 persen bagi wajib pajak yang tak jujur laporkan harta.
"Kami telah menyiapkan sejumlah langkah untuk melanjutkan reformasi perpajakan, yaitu pelaksanaan Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak, implementasi program untuk mempermudah akses terhadap data nasabah bank, serta program peningkatan layanan kepada Wajib Pajak (WP)," kata Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi di Jakarta, Senin (13/2/2017).
Lebih lanjut Ken menjelaskan, bagi wajib pajak yang tidak mengikuti program amnesti pajak atau ikut tetapi tidak melaporkan kondisi yang sebenarnya akan menghadapi dua konsekuensi, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.
Dilaporkan Antara, Ken mengatakan bahwa bagi wajib pajak yang sudah ikut amnesti pajak, tetapi Ditjen Pajak menemukan ada harta yang belum dilaporkan pada surat pernyataan harta (SPH), harta tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenai pajak penghasilan dengan tarif normal serta sanksi kenaikan 200 persen dari pajak yang kurang dibayar.
Sementara bagi wajib pajak yang tidak ikut amnesti pajak dan ternyata Ditjen Pajak menemukan adanya harta yang tidak dilaporkan dalam SPT, lanjutnya, harta tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenai pajak beserta sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ditjen Pajak dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan meluncurkan aplikasi pembukaan rahasia bank secara elektronik, yakni Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (Akasia) yang merupakan aplikasi internal Kementerian Keuangan untuk mempercepat pengajuan usulan kepada Menteri Keuangan, dan Aplikasi Buka Rahasia Bank (Akrab) yang merupakan aplikasi internal OJK untuk mempercepat pemberian izin atas surat permintaan Menteri Keuangan. Aplikasi tersebut adalah implementasi program untuk mempermudah akses terhadap data nasabah bank.
Pada 1 Maret 2017 mendatang, kedua aplikasi tersebut akan saling terhubung guna mempercepat pengajuan dan perolehan perintah tertulis kepada bank dari Dewan Komisioner OJK.
Selama ini, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu permohonan akses data nasabah bank mencapai 239 hari. Dengan adanya aplikasi elektronik tersebut, diharapkan akan memangkas waktu menjadi kurang dari 30 hari.
Terakhir, untuk meningkatkan layananannya, Ditjen Pajak meluncurkan e-form yang merupakan peningkatan atas layanan e-filing. Melalui e-form, wajib pajak dapat mengisi SPT secara "offline" dan setelah selesai dapat menyampaikan SPT tersebut secara elektronik melalui sistem DJP "online".
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto