tirto.id - Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (Pusrengun SDMK) Kemenkes, Maxi Rondonuwu mengatakan program pendistribusian dokter spesialis yang sebelumnya dinamai Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), akan tetap berjalan.
Ia juga mengatakan sudah melakukan sosialisasi dengan beberapa bidang kedokteran dan mereka menyatakan mendukung agar program tersebut tetap berjalan namun dengan perubahan yang disepakati.
"Untuk [dokter] spesialisasi penyakit dalam, anestesi, dan kebidanan semua sepakat tetap menlanjutkan dan nama programnya diganti PDS [Pendayagunaan Dokter Spesialis]," ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (8/4/2019).
Perubahan ini didasari atas keluarnya Putusan Mahkamah Agung Nomor 25 P/HUM/2018 tanggal 12 Desember tahun 2018, mengenai gugatan organisasi profesi terhadap program WKDS.
Sehingga program WKDS tersebut harus segera berakhir pada 18 April 2019.
Oleh sebab itu, untuk melanjutkan program pendistribusian yang baru dengan nama PDS, Maxi mengatakan Kemenekes harus mengajukan permohonan Peraturan Presiden yang baru.
Hal ini dilakukan guna menggantikan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS).
"Kami coba cepat, mengganti Perpres yang sekarang posisinya sudah final sejak Januari. Sekarang sudah di Sekneg dan akan segera diselesaikan," ujarnya.
Ia berharap sebelum tanggal 18 April mendatang, Presiden Joko Widodo sudah berkenan menandatangani Perpres yang baru tersebut. Sehingga para dokter spesialis bisa terdistribusi kembali. Jika tidak, maka para dokter tersebut akan dibebas tugaskan.
"Kalau sampai tanggal 18 April tidak ada tanda tangan, maka seluruh STL [surat Tanda Lulus] lulusan sejak Januari akan menggunakan sistem dulu. Maka tidak ada spesialisasi, jadi mereka bebas kerja sama [dengan fasyankes]," ujarnya.
Ia menambahkan, sejauh ini baru 12 provinsi yang memiliki pemerataan tenaga kesehatan sesuai standar peraturan pemerintah dengan rasio 42 dokter untuk 100 ribu penduduk.
Adapun beberapa provinsi yang masih belum memenuhi standar yakni Sulawesi Barat, NTT, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Lampung, Papua, Papua Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Bengkulu.
"Selebihnya provinsi itu masih di bawah dari rasio dokter terhadap penduduk. Apalagi dokter spesialis," pungkasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari