Menuju konten utama

Kemenkes Laporkan 249 Kasus Leptospirosis di Jatim, 9 Meninggal

Kabupaten Pacitan menjadi daerah dengan kasus leptospirosis tertinggi di Jatim, yakni 204 kasus konfirmasi dan 6 kasus kematian.

Kemenkes Laporkan 249 Kasus Leptospirosis di Jatim, 9 Meninggal
Leptospirosis. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan sebanyak 249 orang di Jawa Timur (Jatim) terjangkit leptospirosis atau penyakit kencing tikus. Berdasarkan data Kemenkes per 5 Maret 2023, tercatat sembilan orang meninggal akibat leptospirosis di sejumlah kabupaten/kota di Jatim.

Dari data tersebut, Kabupaten Pacitan menjadi daerah dengan kasus leptospirosis tertinggi di Jatim. Kemenkes mencatat 204 kasus konfirmasi dan 6 kasus kematian akibat leptospirosis di Pacitan.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menyatakan kementeriannya telah melakukan intervensi atas merebaknya kasus Leptospirosis di Jatim. Kemenkes menerbitkan Surat Edaran Nomor PV.03.04/C/5222/2022 tentang Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa Leptospirosis.

Surat edaran itu ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia dengan tembusan Gubernur/Setda se-Indonesia.

“Surat Edaran tersebut diperkuat kembali dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Nomor PV.03.06/C/961/2023 tentang Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa Leptospirosis,” kata Nadia melalui keterangan tertulis, Jumat (10/3/2023).

Nadia memastikan Kemenkes telah berkoordinasi secara virtual dengan 8 Kabupaten/Kota tertular leptospirosis di Jatim. Koordinasi itu membahas aktivitas yang harus dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian kasus leptospirosis.

“Dan melalui UPT Kemenkes dalam hal ini BBTKL PP Surabaya melakukan pemeriksaan pada faktor risiko seperti pemeriksaan rodent, air dan tanah (lumpur) sekitar kasus,” ujarnya.

Menurut Nadia, kasus kematian terjadi karena pasien terlambat untuk datang ke fasilitas layanan kesehatan. Ia meminta tenaga kesehatan khususnya di Pacitan, daerah dengan leptospirosis terbanyak, untuk mengenali gejala pasien yang mengidap leptospirosis.

“Kegiatan ini dapat menemukan banyak suspek kasus yang bergejala ringan yang punya riwayat kontak dengan faktor risiko leptospirosis dan sudah dilaporkan sebagai kasus suspek leptospirosis, untuk selanjutnya diberikan pengobatan secara dini sesuai standar untuk mencegah kegagalan multi organ yang berlanjut pada kematian,” terang Nadia.

Kemenkes mencatat dari Januari sampai Februari 2023, terdapat 390 kasus leptospirosis di Indonesia. Kasus terbanyak dilaporkan berada di Provinsi Jawa Timur, diikuti Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Adapun hingga Februari 2023, total 42 orang meninggal akibat leptospirosis.

Dalam keterangan terpisah, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menjelaskan leptospirosis merupakan penyakit yang dapat menyebar melalui air dan tanah yang telah terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri leptospira seperti tikus.

Menurutnya, penyakit ini dapat menyebar ketika suatu wilayah tidak menerapkan kebersihan yang baik, terutama dalam musim banjir seperti saat ini. Ditambah, banyak daerah yang terkena leptospirosis merupakan daerah yang penduduknya banyak beraktivitas dengan air atau tanah secara langsung.

“Pakai masker, pakai sarung tangan, pakai sepatu boot supaya tidak ada kotoran atau kencing dari hewan, jangan lupa lindung mata, dan tentu mandi setelah melakukan aktivitas itu,” kata Dicky kepada reporter Tirto, Kamis (9/3/2023).

Meski begitu, Dicky menegaskan hingga saat ini belum ada indikasi penularan leptospirosis antarmanusia. "Belum ada data dan bukti juga,” katanya.

Baca juga artikel terkait PENYAKIT LEPTOSPIROSIS atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan