tirto.id - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berencana melarang diskon pada tarif ojek online (ojol). Budi menyampaikan tujuan dari pelarangan itu karena diskon dianggap dapat mengarah pada persaingan tidak sehat.
Diskon yang dimaksud Budi adalah yang diberikan oleh partner dari aplikator, misalnya penyedia jasa layanan uang elektronik Go-Pay dan OVO. Budi memperkirakan aturan ini akan rampung pada akhir Juni 2019.
“Kami sedang merancang suatu permen atau surat edaran yang melarang diskon,” ucap Budi kepada wartawan di Gedung Kemenhub, Senin (10/6/2019).
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pun melihat kecenderungan serupa bahwa diskon tarif ojol ini dapat mengarah pada predatory pricing sebagai bentuk persaingan tidak sehat. Ketua KPPU Kurnia Toha mengatakan dalam strategi bisnis, sebuah perusahaan bisa menjatuhkan lawannya dengan menerapkan harga semurah mungkin.
Kurnia menilai indikasi itu terlihat dari perbedaan harga di aplikasi dengan yang dibayarkan konsumen saat pemerian diskon. Ia pun telah memerintahkan divisi penegakan hukum KPPU untuk segera bertindak.
“Kemarin itu kan ada penelitian (KPPU). Selama ini mereka mantau tapi belum sampai ke sana,” kata Kurnia kepada wartawan usai acara Halal Bin Halal di kantor KPPU, Senin (10/6/2019).
Vice President Corporate Communication Go-Jek, Michael Reza Say belum mau berkomentar terkait rencana pelarangan diskon lantaran masih berupa wacana. Michael mengatakan masih ingin menunggu kejelasan rencana tersebut.
“Kami belum liat isi maupun keputusan resmi dari pemerintah terkait ini, jadi belum bisa komentar banyak,” ucap Michael saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (11/6/2019).
"Harapan kami segala peraturan bisa dilihat secara holistik dari sisi konsumen, mitra driver dan keberlangsungan industri," tambahnya.
Michael mengklaim Go-Jek tidak menerapkan strategi promo atau diskon secara berlebihan. Ia mengatakan pemberian diskon yang berlebihan dalam jangka panjang justru akan memengaruhi keberlangsungan industri, terutama kualitas layanan.
“Subsidi berlebihan untuk promosi (diskon tarif) memberikan kesan harga murah, namun hal ini semu karena promosi tidak dapat berlaku permanen,” jelasnya.
Sementara itu, PR Manager Grab Indonesia Andre Sebastian belum mau menanggapi permintaan wawancara dari reporter Tirto.
Dinilai Berlebihan
Menanggapi hal itu, Sekretaris Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno menilai wacana pelarangan diskon tarif ojol oleh Kemenhub berlebihan.
Menurut Agus, pemerintah cukup mengatur tarif ojol berdasarkan beleid yang sudah ada yaitu Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 12 Tahun 2019 [PDF] dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 348 Tahun 2019 [PDF].
Agus menilai kehadiran aturan baru yang spesifik mengatur diskon mengesankan pemerintah tak mampu mengatur polemik tarif ojol. Apalagi, kata dia, solusi yang ditawarkan pun belum tentu menjawab persoalan.
“Ini jadi kontraproduktif kalau diskon diotak-atik. Kemarin ada tarif batas atas-bawah. Ini jadi ketidakpastian buat konsumen. Mau dibawa ke mana sih aturan ini,” kata Agus saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (11/6/2019).
Menurut Agus, pemberian diskon tidak menjadi persoalan selama tarifnya berada di rentang peraturan Kemenhub. Ia menegaskan, pemberian diskon oleh aplikator atau partnernya sah-sah saja sebagai cara menciptakan daya tarik untuk konsumen.
“Diskon tidak salah. Selama bermain di ambang batas atas-bawah, ya, ngapain itu dihapus. Yang penting tidak menabrak dari yang sudah diatur,” pungkasnya.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan