tirto.id - Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pertemuan guna membahas pemanfaatan data KTP Elektronik (e-KTP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk menuju nomor identitas tunggal atau "single identity number".
"Kami dengan KPK bekerja sama agar semua data kependudukan itu bisa dimanfaatkan secara optimal. Misalnya untuk subsidi, untuk pemberian beras miskin, subsidi tani, mandaftar di pusat-pusat kesehatan juga menggunakan NIK sehingga semuanya bisa terintegrasi," kata Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh di Jakarta, Jumat (10/3/2017).
Meski demikian, Zudan menyampaikan bahwa Kemendagri dan KPK tidak membahas soal tender e-KTP, namun hanya membahas khusus pemanfaatan data.
"Jadi kami bekerja sama agar data e-KTP dan data NIK yang sudah 259 juta penduduk itu bisa diakses secara mudah. Misalnya, orang mau urus izin di BKPM, itu langsung diketik NIK-nya nanti langsung diketahui penduduk ini punya berapa izin nanti kaitannya dengan pajak dia punya berapa perusahaan. Misalnya dengan PLN dapat diketahui orang ini memiliki berapa jenis atau titik langganan listriknya," kata dia.
Zudan juga membantah bahwa dalam pertemuan bersama KPK membahas soal potensi korupsi terkait pengadaan proyek e-KTP.
"Tidak, ini untuk pemanfaatan data khusus pemanfaatan data, pemanfaatan KTP-E dan NIK untuk menuju 'single identity number' bagaimana agar data penduduk itu bisa dioptimalkan untuk semua layanan publik," ucap Zudan.
Zudan menyatakan bahwa Kemendagri akan melakukan pendampingan dengan beberapa pihak guna mencegah tidak terjadi kembali kasus korupsi proyek e-KTP selanjutnya.
"Kami lakukan pendampingan terus dengan BPKP, dengan inspektorat, kami ingin benar, kami ingin bagus, mohon doanya," kata Zudan.
Sebelumnya, nama-nama besar diduga ikut menerima aliran dana pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 dari total anggaran sebesar Rp5,95 triliun.
Dalam kasus ini, sudah ada dua terdakwa yakni Irman dan Sugiharto. Atas perbuatannya, keduanya didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto