Menuju konten utama

Kemenag Dinilai Lalai terkait Kasus Penipuan First Travel

Kementerian Agama dinilai lalai dalam melakukan pengawasan terkait penyelenggaraan umrah oleh First Travel.

Kemenag Dinilai Lalai terkait Kasus Penipuan First Travel
Andika Surachman dihadirkan bersama Anniesa Hasibuan, dan Kiki Hasibuan, Tersangka kasus penipuan calon jemaah First Travel dihadirkan oleh pihak Bareskrim Mabes Polri saat pemaparan barang bukti penipuan di Gedung KKP, Selasa (22/8). tirto.id/Felix Natanhiel

tirto.id - Ketua Komnas Haji dan Umroh, Mustolih Siradj menilai Kementerian Agama (Kemenag) lalai dalam membereskan masalah penipuan calon jemaah umrah yang dilakukan oleh PT Anugerah Karya Wisata atau First Travel.

Menurut Mustolih, selain mempunyai tugas sebagai regulator dan pembuat berbagai aturan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, Kemenag juga bisa memberikan izin kepada PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah). Selain itu, Kemenag juga memiliki tugas mengawasi penyelenggaraan haji dan umrah.

“Tugas Kemenag kan tertuang jelas dalam UU 13 tahun 2008, kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012, kemudian Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Itu tupoksinya jelas, termasuk tupoksi melakukan pengawasan,” kata Mustolih, pada Rabu (23/8/2017).

Sayangnya, kata dia, kinerja Kemenag ternyata tidak berjalan dengan baik. Misalnya, lanjut Mustolih, kasus First Travel sendiri mulai disoroti masyarakat sejak Maret dan April tahun 2016. Namun, Kemenag baru berani melakukan pencabutan izin operasi PPIU dari First Travel, pada Agustus 2017. Hal tersebut, menurut Mustolih, sudah terlambat.

Mustolih mengaku sudah mengetahui kasus tersebut sejak Mei 2017. Saat itu, ia bersama dengan ratusan jemaah First Travel sempat bingung. Pada ulang tahun First Travel jelang Ramadan 2017, First Travel justru mengeluarkan paket yang lebih murah, yaitu Rp 8,888 juta, padahal para jemaah yang sebelumnya mengambil paket umrah seharga Rp14,3 juta masih banyak yang belum berangkat.

Akan tetapi, saat itu Kemenag masih belum melakukan tindakan dan inisiatif apa-apa. Jangankan mencabut izin operasi, kata Mustolih, memberikan teguran saja tidak dilakukan. Mustolih pun pada Mei dan Juli 2017 sempat melakukan mediasi dan bertemu langsung dengan pemilik First Travel, yaitu Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan. Saat itu, kata Mustolih, Kemenag masih bungkam.

“Baru ketika kita ketemu [First Travel] lagi, mau dicabut [izin operasinya],” katanya. “Kementrian Agama lalu disorot banyak orang. Ada apa sebenarnya dengan Kementerian Agama?” kata Mustolih. Meskipun terlambat, Mustolih menilai, tindakan Kemenag mencabut izin operasi First Travel pada awal Agustus lalu sebagai langkah yang tepat. Sebab, semakin lama First Travel beroperasi, maka semakin besar juga kemungkinan bertambahnya jemaah yang tertipu.

“Yang dilakukan Kemenag sudah tepat, tapi kemudian Kementerian Agama terlambat dan terkesan membiarkan masalah yang dihadapi jemaah dan First Travel,” kata Mustolih menyayangkan.

Baca juga:Kemenag Cabut Izin First Travel sebagai Penyelenggara Umrah

Jangan Terlalu Berharap

Dalam konteks ini, Mustolih mengingatkan kepada para jemaah First Travel agar jangan terlalu banyak berharap. Menurutnya, peluang jemaah untuk mendapat ganti rugi berupa uang ataupun pemberangkatan ibadah umrah sangat tipis. Ia pun tidak menyalahkan Kemenag yang tidak bersedia menalangi ganti rugi dari penipuan yang dilakukan pihak First Travel.

“Wewenang Kementrian Agama itu kewenangan administratif. Jadi kalau misalnya ada pihak-pihak yang meminta pertanggungjawaban Kementerian Agama, apalagi meminta ganti rugi, ya tidak relevan dan tidak ada dasar hukumnya,” kata dia.

Namun demikian, Mustolih mendukung apabila ada jemaah yang ingin mengadukan Kemenag ke ranah hukum. Menurut dia, bukan ganti rugi yang diadukan, melainkan kinerja Kemenag yang dinilai lalai dalam melakukan pengawasan yang diamanatkan UU.

Baca juga:

Menurutnya, Kemenag masih tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya. Misalnya, ada beberapa lembaga PPIU yang suka memakai modus MLM (Multi Level Marketing) untuk menjalankan bisnisnya, tetapi dibiarkan oleh Kemenag. Oleh sebab itu, ia berharap kasus First Travel ini bisa menjadi momentum perbaikan, utamanya dalam melindungi hak jemaah umrah.

“Tujuannya dalam rangka memberikan pertanggungjawaban hukum bahwa tidak boleh lagi terjadi seperti ini lagi,” kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mudjahid mengakui ada sedikit kekecewaan dalam tindakan pengawasan yang dilakukan oleh Kemenag. Berdasar keterangannya, Komisi VIII yang membidangi masalah agama dan haji sudah mengutarakan masalah First Travel dan PPIU lainnya kepada Kemenag. Pertimbangannya adalah pembiayaan First Travel yang bertentangan dengan aturan dan dirasa lebih mirip dengan MLM.

Saat itu, Kemenag tidak mau mencabut izin operasi dari First Travel karena dirasa membebani para jemaah yang belum berangkat. “Padahal bagian dari sanksi hukum adalah tetap memberangkatkan jemaah yang belum diberangkatkan,” katanya.

Kendati demikian, Sodik tidak menganggap apa yang dilakukan oleh Kemenag sebagai suatu bentuk kelalaian. “Kurang antisipatif dan lambat saja,” terang politisi dari fraksi Partai Gerindra ini.

Terkait adanya banyak protes masyarakat pada Kemenang, ia kemudian menegaskan bahwa tuntutan pada First Travel akan mempunyai dampak lebih nyata daripada mengadukan Kemenag. “Tapi kalau ada yang mau tuntut Kemenag, ya silakan,” paparnya.

Kementerian Agama mencabut izin First Travel mulai 1 Agustus 2017. Langkah itu diambil setelah maraknya kasus jemaah umrah gagal berangkat. Polisi kemudian mencokok pasangan Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dan kini ditahan.

Polisi kemudian menangkap Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan dan menjadikan adik Anniesa itu sebagai tersangka dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana umrah. Ketiganya sudah mendekam di rutan Mabes Polri. Polisi menyebut tanggungan utang First Travel hampir mencapai Rp1 triliun.

Baca juga artikel terkait FIRST TRAVEL atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz