Menuju konten utama

Kembali ke Ikan

Sapi atau kerbau hewan penting pertanian dalam sejarah Indonesia. Sapi pun belakangan jadi konsumsi masyarakat Indonesia. Meski pemerintah yang masih membuka keran impor daging sapi, namun harga dagingnya tetap tinggi, hingga pemerintah pun mengkampanyekan makan ikan.

Kembali ke Ikan
Nelayan menata ikan tuna untuk pangsa ekspor di Pelabuhan Perikanan Samudera, Lampulo, Banda Aceh. ANTARA FOTO/Ampelsa

tirto.id - Sapi atau kerbau punya fungsi untuk membajak sawah. Kotorannya saja bisa menjadi pupuk. Kerbau atau sapi bukan untuk dimakan. Dalam cerita Max Havelaar (1860), seekor kerbau begitu penting bagi keluarga Saidjah yang petani miskin. Karena itu, sapi dan kerbau tak boleh disembelih.

Menteri Persediaan Pangan di awal kemerdekaan Indonesia, Kasimo Hendrowahyono bahkan pernah mengeluarkan Kasimo Plan. Isinya antara lain anjuran agar tidak menyembelih hewan pertanian. Tujuannya adalah untuk membangkitkan perekonomian setelah penjajahan Belanda.

Setelah revolusi hijau, produksi makanan meningkat. Beras lebih mudah didapat, begitu juga daging. Kemajuan terus bergulir di bidang pertanian. Sapi atau kerbau untuk bertani di masa sekarang makin sulit digantikan, karena sudah terganti traktor. Sapi lebih sering diambil dagingnya ketimbang menjadi kendaraan atau pembajak sawah. Rendahnya sapi hasil pengembangbiakkan di peternakan-peternakan Indonesia, membuat Indonesia menjadi negara pengimpor sapi.

Sapi Sebagai Makanan

Daging sapi pernah menjadi makanan mewah bagi banyak orang Indonesia. Belakangan, orang Indonesia beramai-ramai memakan daging sapi. Namun, konsumsi daging di Indonesia masih tergolong rendah dibanding dengan negara seperti Cina.

Menurut data Kementerian Pertanian konsumsi daging sapi per kapita Indonesia hanya 0,21 kilogram per tahun pada 2013. Angkanya baru meningkat menjadi 0,417 kilogram per kapita per tahun pada 2015. Pada 2014, pertumbuhan konsumsinya nol persen, dan meningkat pesat jadi 60 persen pada 2015.

Pada kurun waktu 2000 hingga 2010, konsumsi daging per kapita per tahun di Indonesia masih di bawah 10 kilogram. Diperkirakan, pada 2030 konsumsi daging sapi per kapita per tahun akan meningkat menjadi 36 kilogram.

Stefania Massari dalam Current Food Consumption Patterns and Global Sustainability (2001) juga menyebut, gencarnya iklan-iklan makanan cepat saji berbahan daging sapi di televisi, seperti hamburger atau pizza turut meningkatkan konsumsi daging sapi. Hal ini terjadi di negara berkembang, seperti Indonesia.

Di negara-negara Asia Timur, termasuk Cina, sejak 1980 konsumsi daging rata-rata naik 5 persen tiap tahun. Konsumsi daging di Cina tahun 1996 mencapai 41 kilogram per orang tiap tahun. Angka ini dua kali lebih besar ketimbang sepuluh tahun sebelumnya, yang hanya 20 kilogram per orang tiap tahunnya. Bandingkan dengan konsumsi daging Indonesia yang hanya 0,2 kilogram saja per orang tiap tahunnya.

Beralih ke Ikan

Konsumsi daging Indonesia mulai menggeliat. Di saat yang sama, Indonesia juga menghadapi peliknya masalah pasokan yang menyebabkan harganya terus melambung tinggi. Hal ini terutama terjadi menjelang Lebaran.

Satu kilogram daging sapi kini berkisar Rp130 ribu untuk jenis lokal. Untuk jenis daging impor, biasanya lebih murah berkisar Rp100 ribu. Ini tentu sangat mahal jika dibandingkan dengan harga ikan laut yang berkisar Rp30 ribu per kilogram. Ataupun ikan budidaya seperti gurame, nila, lele, yang paling mahal sekitar Rp40 ribu per kilogram.

Pemerintah menyadari itu. Karena itu, kampanye untuk makan ikan terus digalakkan. Pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanggal 21 November ditetapkan sebagai Hari Makan Ikan Nasional (Harkamnas).

Hal ini tertuang melalui Surat Keppres No 3 Tahun 2014 tentang Hari Ikan Nasional. Perayaan ini dibuat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya ikan sebagai bahan pangan yang mengandung protein berkualitas tinggi. Selain itu, penetapan Hari Perikanan Nasional juga dilakukan sebagai pengingat bahwa Indonesia memiliki potensi perikanan yang perlu dimanfaatkan secara optimal tetapi tetap berprinsip pada kelestarian alam.

Kampanye ikan terus berlanjut di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Apalagi pemerintah masih dihadapkan masalah yang sama yakni terkait tingginya harga daging. Presiden Joko Widodo beserta jajarannya, mengkampanyekan makan ikan. Presiden mengimbau agar jangan memaksakan diri untuk membeli daging sapi yang mahal. Ikan lebih terjangkau harganya. Apalagi, ikan juga jelas kehalalannya.

“Tidak ada halal atau haram, semua jenis ikan adalah halal. Dengan demikian, kampanye makan ini akan dilakukan untuk menjadikan ikan sebagai pengganti daging,” jelas Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, konsumsi ikan di Indonesia di tahun 2015 mencapai 41,1 kilogram per orang. Angka ini di atas target yang hanya 40,90 kilogram per orang di tahun 2015.

Setiap tahunnya, sejak 2011, ada peningkatan sebesar 6,27 persen per tahun. Meski begitu, konsumsi ikan di Indonesia pun masih lebih rendah ketimbang Malaysia (70 kilogram per orang tiap tahun) dan Jepang (140 per orang tiap tahun).

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan 2013, konsumsi ikan di Indonesia lebih ramai di luar Jawa seperti sebagian Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Ambon dan Papua. Di Jawa, pulau konsumsi ikannya sangat rendah, antara 20 hingga 30 kilogram per orang tiap tahun. Jawa Tengah adalah yang paling rendah rendah, di bawah 20 kilogram per orang tiap tahunnya. Hal ini jelas ironis di negeri yang kaya hasil laut. Padahal sektor kelautan juga akan terangkat jika konsumsi ikan meninggkat. Apalagi harga ikan jauh lebih bersahabat ketimbang harga daging.

Sebagai negara kepulauan, lebih realistis bagi Indonesia untuk meningkatkan konsumsi dan produksi ikan ketimbang mengkonsumsi daging sapi yang harus di impor dari Australia dan lainnya. Jika konsumsi ikan dalam negeri meningkat bisa berpengaruh positif bagi pendapatan nelayan Indonesia.

Apalagi, secara kandungan gizi, ikan tak kalah dengan daging. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebut nutrisi ikan sebagai yang terbaik untuk kebutuhan gizi anak-anak.

"Saat ini Ikan sebagai nutrisi vitamin d dan omega 3 terbaik, merupakan sumber kebutuhan protein dan nutrisi yang tepat bagi masyarakat. Kami ingin dorong agar anak kecil sejak kelahiran 1.000 hari dapat makan ikan karena memang secara produksinya ada tinggal daya serapnya saja dari masyarakat," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam keterangan tertulisnya, saat memperingati Harkamnas 2014 lalu.

Baca juga artikel terkait IKAN atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti