Menuju konten utama

Kejutan di FFI 2017

Film Night Bus yang hanya ditayangkan di 105 layar bioskop, berhasil menjadi kuda hitam yang membuat banyak orang kaget.

Putri Marino menerima penghargaan Pemeran Wanita Terbaik dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2017 di Grand Kawanua International City, Manado (11/11/17). Instagram/@putrimarino

tirto.id - "Minggu lalu saya baru keluar rumah sakit. Makanya saya ragu mau datang FFI atau tidak. Tapi melihat bagaimana tantangan dan hambatan yang dialami panitia untuk bikin FFI ini, saya merasa harus datang."

Christine Hakim mengatakan kalimat itu setelah usai menerima Piala Citra ke 8-nya. Perempuan kelahiran Kuala Tungkal, Jambi ini, meraih piala di kategori Pemeran Pendukung Wanita lewat film Kartini.

Nama Christine Hakim memang tidak bisa dilepaskan dari industri film Indonesia. Ia adalah nama berpengaruh, aktris dengan jam terbang tinggi, dan pencapaian yang sukar ditandingi. Ia memulai karier saat membintangi film Cinta Pertama (1973). Dalam debutnya itu, ia langsung meraih Piala Citra di ajang Festival Film Indonesia 1974 di kategori Pemeran Utama Wanita dengan Pujian.

Setelah film itu, Christine makin matang dalam akting. Salah satu karakter yang akan terus diingat orang adalah perannya sebagai Tjoet Nja' Dhien di film berjudul sama (1988). Christine berhasil menghidupkan kembali imaji Tjoet yang kuat, tegar, sekaligus teguh. Aktingnya memukau banyak orang.

"Biar saja dia terus bunuh dan membunuh lagi. Apa dia kira dengan begitu dia mampu mengalahkan kita. Dikiranya dengan membunuh kita semua, bangsa Aceh dapat dimusnahkan begitu saja", adalah salah satu kalimat di film itu, yang sampai kapan pun akan terus membakar.

Dengan 8 piala Citra, nama Christine makin melenggang sebagai aktris dengan Piala Citra terbanyak. Bahkan ia juga mengalahkan Deddy Mizwar, yang punya koleksi 5 Piala Citra.

"Saya itu malah lupa kalau dapat nominasi," kata Christine merendah.

Baca juga: Christine Hakim Setuju Film G30S/PKI Dibuat Sesuai Sejarah

FFI 2017 memberikan banyak kejutan yang cukup menyenangkan. Nama yang memberikan kejutan besar adalah: Putri Marino. Nama Putri sebelumnya dikenal sebagai presenter di sebuah acara petualangan. Namun ia mulai merambah karier akting. Film Posesif adalah perdana baginya.

Putri memerankan Lala, atlet loncat indah yang berpacaran dengan Yudhis (Adipati Dolken). Ini bukan film remaja biasa. Tidak banyak menampilkan adegan romantis. Yang kemudian hadir adalah perasaan mencekam: Yudhis adalah kekasih yang posesif. Ia cemburu buta, melarang Lala bergaul dengan teman-temannya, menghubungi berkali-kali hingga serupa teror, dan melakukan kekerasan.

Lewat aktingnya, Putri masuk dalam nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik. Ini tak mudah, sebab nama-nama besar menjadi saingannya, Mulai Dian Sastro (Kartini), Adinia Wirasti (Critical Eleven), Tatjana Saphira (Sweet 20), dan sesama aktris pendatang baru Sheryl Sheinafia (Galih dan Ratna).

Di persaingan ketat itu, Putri berhasil menang. Ia berhasil menyamai prestasi Christine yang memenangkan Piala Citra di film debutnya. Ditemui di ruang media seusai menerima Piala, Putri mengaku gemetar saat diumumkan sebagai pemenang.

"Sampai sekarang masih gemetar. Tidak menyangka bisa menang. Kalau harapan ke depan, ya aku akan fokus ke dunia akting," ujarnya.

Film Night Bus juga menghadirkan kejutan yang tak kalah bikin geleng-geleng. Dengan jumlah layar hanya 105, ditayangkan cuma dalam waktu seminggu, ditonton oleh sekitar 20 ribu penonton, film ini berhasil menggondol penghargaan Film Terbaik. Film ini berhasil mengalahkan saingan terberatnya, Pengabdi Setan, yang hingga sekarang ditonton oleh 4 juta lebih penonton. Tak hanya itu, Night Bus juga mengantarkan Teuku Rifnu Wikana berhasil meraih penghargaan Pemeran Utama Pria Terbaik. Film garapan Emil Heradi ini meraih 6 piala dari 12 nominasi. Kabar baiknya, usai memenangkan banyak penghargaan di FFI 2017, Night Bus akan kembali ditayangkan di bioskop.

Di luar penghargaan-penghargaan utama itu, ada banyak hal yang patut dicatat dan diapresiasi dalam penyelenggaraan FFI tahun ini. Untuk kali pertama, ada penayangan langsung pengumuman pemenang kategori Dokumenter Panjang dan Pendek, Film Pendek, juga animasi. Beberapa pemenang juga memberikan angin segar.

Baca juga: Menyambut Darah Muda Perfilman Indonesia

Untuk pemenang Dokumenter Panjang, diraih oleh film Bulu Mata. Film garapan Tonny Trimarsanto ini berkisah tentang kehidupan transgender di Aceh, daerah yang menerapkan Perda Syariat Islam. Kontras itu berhasil digarap dengan baik oleh Tony, yang memang beberapa kali menggarap isu serupa dalam film-film dokumenternya. Misalkan Renita Renita (2007) dan sekuelnya, The Mangoes (Mangga Golek Matang Pohon) (2012).

src="//mmc.tirto.id/image/2017/11/13/FFI--MILD--Sabit-01.jpg" width="860" alt="infografik ffi 2017" /

Tahun ini keberagaman gagrak film juga bisa tampak, terutama di kategori Film Cerita Panjang Terbaik. Ada Cek Toko Sebelah, film humor yang berkisah tentang dilema di keluarga Tionghoa kecil. Posesif mewakili film drama remaja --walau lepas dari kotak klise film remaja. Lalu film drama biopik diwakili oleh Kartini. Sedangkan Night Bus mewakili gagrak thriller.

Yang menarik tentu Pengabdi Setan. Ini pertama kalinya film horor masuk dalam nominasi Film Terbaik FFI. Hal ini membuktikan bahwa film horor di Indonesia bisa digarap dengan baik. Sekaligus membuktikan bahwa film horor Indonesia bisa tampil di luar citranya, yang sejak satu dekade terakhir lekat dengan seks.

Baca juga: Panitia FFI 2017 Dinilai Kurang Transparan Pilih Film Posesif

Secara sistem penjurian, juga ada beberapa perubahan vital. Antara lain dilibatkannya asosiasi profesi perfilman, penyelenggara di daerah, juga komunitas film. Selain pemilihan di tingkat internal, juga ada voting. Sistem yang melibatkan komunitas film juga dianggap bisa memberikan warna tersendiri dalam penjurian. Pengumuman pemenang yang diadakan di Manado, Sulawesi Utara, juga dianggap membawa pesan bahwa acara ini bisa diselenggarakan di luar Jakarta.

Di luar segala kontroversi tahun ini, dengan segala perbaikan-perbaikannya, wajar kalau banyak pihak berharap banyak pada penyelenggaraan FFI di masa mendatang. Sama seperti yang dibilang oleh Christine Hakim.

"Terlepas dari segala pro kontra, FFI adalah simbol supremasi film Indonesia."

DAFTAR LENGKAP PEMENANG FFI 2017

Pengarah Artistik Terbaik: Allan Sebastian (Pengabdi Setan)

Pengarah Sinematografi Terbaik: Ical Tanjung (Pengabdi Setan)

Penata Musik Terbaik: Aghi Narottama, Tomy Merle, Bemby Gusti (Pengabdi Setan)

Penata Suara Terbaik: Khikmawan Santosa & Anhar Moha (Pengabdi Setan)

Penata Rias Terbaik: Cherry Wirawan (Night Bus)

Penata Busana Terbaik: Gemailla Gea Geriantiana (Night Bus)

Film Dokumenter Pendek Terbaik: The Unseen Words - Wahyu Utami Wati

Film Dokumenter Panjang Terbaik: Bulu Mata - Tonny Trimarsanto

Penata Efek Visual Terbaik: Finalize Studios - Heri Kuntoro & Abby Eldipie (Pengabdi Setan)

Penyunting Gambar Terbaik: Kelvin Nugroho & Sentot Sahit (Night Bus)

Pemeran Anak Terbaik: Muhammad Adhyat (Pengabdi Setan)

Pencipta Lagu Tema Terbaik: The Spouse - "Kelam Malam"

Pemeran Pendukung Wanita Terbaik: Christine Hakim (Kartini)

Pemeran Pendukung Pria Terbaik: Yayu Unru (Posesif)

Penulis Skenario Adaptasi Terbaik: Rahabi Mandra & Teuku Rifnu Wikana (Night Bus)

Penulis Skenario Asli Terbaik: Ernest Prakasa (Cek Toko Sebelah)

Film Animasi Pendek Terbaik: Lukisan Nafas - Fajar Ramayel

Film Pendek Terbaik: Ruah - Makbul Mubarak

Pemeran Utama Wanita Terbaik: Putri Marino (Posesif)

Pemeran Utama Pria Terbaik: Teuku Rifnu Wikana (Night Bus)

Lifetime Achievement Award: Budiyati Abiyoga

Sutradara Terbaik: Edwin (Posesif)

Film Terbaik: Night Bus

Baca juga artikel terkait FFI 2017 atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Film
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nuran Wibisono
-->