Menuju konten utama

Kejanggalan Putusan Praperadilan Setnov Menurut Pimpinan KPK

Pimpinan KPK menilai putusan Hakim Cepi Iskandar memuat sejumlah pertimbangan hukum yang kurang tepat.

Kejanggalan Putusan Praperadilan Setnov Menurut Pimpinan KPK
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/9/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menilai Hakim Cepi Iskandar memakai pertimbangan hukum tak lazim di putusan sidang praperadilan Setya Novanto. Penilaian itu merujuk pada perspektif hukum acara dalam putusan yang membatalkan status tersangka Novanto itu.

"Pertimbangan yang dilakukan hakim hanya mendasarkan pada KUHAP tanpa melihat juga UU KPK. Itu agak tidak biasa dalam setiap persidangan karena KPK itu bersifat khusus," kata Laode dalam diskusi di Jakarta, pada Kamis (5/10/2017) seperti dikutip Antara.

Dia melanjutkan, "Dan di KPK ada beberapa hukum acara yang berbeda dengan KUHAP."

Laode juga mengkritik pendapat Hakim Cepi bahwa penetapan Novanto sebagai tersangka tidak berdasar dua alat bukti di proses penyelidikan berkas perkara yang sama. Putusan Cepi mempermasalahkan alat bukti itu hasil pengembangan dari perkara orang lain yaitu Sugiharto, Irman dan Andi Agustinus.

"Tidak tepat kalau hakim mengatakan dalam penyidikan tidak ada minimal 2 alat bukti. Padahal penyelidikan sudah dilakukan sejak Juli 2013, sebelum saya di KPK sudah ada penyelidikan di KPK,” kata Laode.

Dia menjelaskan, berdasar Pasal 44 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK, jika penyidik dalam penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup, bahwa ada dugaan tindak pidana korupsi, maka dalam waktu paling lambat 7 hari sejak penemuan, hal itu bisa dilaporkan kepada pimpinan KPK.

“Kami sudah meminta 62 orang untuk meminta keterangan, ditambah 470 dokumen dan surat dan di penyidikan sudah ada lebih dari 1.100 dokumen termasuk data otentik dan bukti elektronik," kata dia.

Apalagi, menurut Laode, KPK sudah memeriksa sejumlah ahli terkait keuangan negara, pengadaan barang dan jasa, komputer, forensik, chip e-KTP hingga analisis plastik dan kartu.

"Bukan hanya 2 (alat bukti) saja sebelum kami melakukan penetapan tersangka (Novanto)," ujar Laode.

Meskipun begitu, Laode menegaskan KPK belum menyerah. Usai putusan praperadilan Novanto keluar, KPK tetap berencana mengusut dugaan keterlibatan Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Golkar itu di kasus korupsi e-KTP.

"Kami harus mulai dari penyelidikan lagi, kalau kami ikuti putusan praperadilan itu," ujarnya.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom