Menuju konten utama
Seri Laporan II:

Kejanggalan Jouska, Pakai MI Ilegal & Pilih Saham yang Bikin Rugi

Jouska Finansial diketahui merujuk klien-kliennya menggunakan manajer investasi yang tidak mengantongi izin OJK.

Kejanggalan Jouska, Pakai MI Ilegal & Pilih Saham yang Bikin Rugi
Ilustrasi Jouska. foto/jouska

tirto.id - L (bukan nama sebenarnya) tak menyangka bakal kehilangan banyak uang lewat layanan investasi yang ia ikuti melalui Jouska Finansial Indonesia. Di layar aplikasinya, ia hanya termenung melihat angka minus Rp48,5 juta berwarna merah di kolom unrealized loss, pertanda investasinya merugi.

Nasib pahit L bermula ketika ia memutuskan menjadi klien Jouska pada tahun 2018. Saat itu, Jouska tengah gencar-gencarnya melakukan publikasi yang memikat milenial. Ia pun tertarik dan memutuskan untuk mendaftar.

“Postingan mereka sangat relevan. Gimana keluar dari belenggu finansial,” ucap L saat dihubungi reporter Tirto.

Keinginan L tak muluk-muluk, ia ingin paham bagaimana mengelola investasi saham. Seorang financial advisor dari Jouska menawarkan padanya manajemen investasi.

L, yang merupakan karyawan swasta, mengaku waktu itu masih awam seputar dunia investasi. Ia menerima tawaran yang berujung Jouska mengelola dana klien untuk investasi portofolio saham.

Kontrak berjalan selama dua tahun dengan total biaya perencanaan keuangan Rp12,5 juta, rinciannya Rp3,3 juta dibayar tahun 2018 dan Rp9,2 juta dibayarkan pada 2019. Setelah menandatangani kontrak, L kemudian menyetor dana setiap bulan dan tinggal menunggu hasil.

Di dalam kontrak, L tak ingat pasti apakah Jouska yang menjadi pengelola atau menunjuk pihak ketiga. Namun, dokumen “Offering Letter” untuk kontrak pertama tahun 2018 yang diterima Tirto menyebutkan ruang lingkup kerja Jouska waktu itu mencangkup, “mengelola dana yang ada di RDI klien dan membantu proses transaksi (jual dan beli).”

Memasuki tahun 2019, pihak yang mengelola investasinya bertambah. Saat itu, L diminta menandatangani Surat Kesepakatan Bersama (SKB) dengan perusahaan bernama PT Mahesa Strategis Indonesia.

L mengakui belum mengecek jejak Mahesa dan tak ingat pasti profil perusahaan itu. Namun, menurut cuplikan SKB milik “L” yang diterima Tirto, Mahesa diberi wewenang untuk, “melakukan pembentukan portofolio investasi untuk tujuan mengembangkan portofolio pihak pertama.” Merujuk bahasa SKB itu, maka diduga Mahesa bergerak di wilayah manajer investasi (MI).

Saat pertama kali berinvestasi melalui Jouska, L sempat ingin menggunakan akunnya di salah satu sekuritas. Namun, usulan L ditolak pihak Jouska. Ia diharuskan membuat akun baru di bawah Phillip Sekuritas.

Waktu berlalu, investasi yang dipilihkan Jouska ternyata tak membuahkan untung, bahkan membuatnya buntung. Kerugian terbesar karena dana investasinya ditanamkan untuk membeli saham LUCK (PT Sentral Mitra Informatika Tbk). L tak pernah tahu dananya diinvestasikan ke LUCK. Yang dia tahu hanyalah laporan hasil investasi saja.

L rugi besar. Sayangnya, membebankan kesalahan ke Jouska tidak bisa karena dalam kontrak ada klausul yang menekankan rekening investasi harus atas nama klien sehingga kerugian akan ditanggung klien, terlepas apa pun keputusan investasi yang dipilihkan.

“Jadi dia eksekusi investasi, tapi konsekuensi ada di kami,” ucapnya.

Dijerumuskan ke Saham LUCK

Joshua Alvin bernasib sama dengan L. Semula, Joshua berharap dibantu ahli saat ingin memulai investasi saham. Sayangnya, ia justru kehilangan dana investasinya.

Joshua merupakan klien Jouska yang pertama kali mencuit di Twitter, menyuarakan kegelisahannya karena hilangnya dana yang diinvestasikan. Joshua mengizinkan Tirto mengutip cuitannya.

Sejak mencuit soal kerugian yang dialami lewat pengelolaan investasi Jouska, Joshua kemudian kedatangan cerita yang mirip dari sesama korban. Kerugian Joshua mencapai minus Rp35,6 juta pada kolom unrealized loss, sementara korban lainnya bervariasi, dari minus Rp51 juta, Rp80 juta, sampai Rp147 juta.

Belakangan Joshua mengaku sudah mulai bergerak berkelompok dengan korban-korban lain. Per Kamis (24/7/2020), 19 klien yang sudah bergabung sudah mencatat total kerugian Rp1,9 miliar.

Benang merah yang menghubungkan klien-klien Jouska yang mengalami kerugian adalah investasinya pada saham LUCK. Sama seperti L, Joshua mengaku keputusan investasi memilih saham LUCK tidak ada dalam kendalinya. Joshua menyatakan investasinya dikelola juga oleh perusahaan bernama PT Amarta Investa Indonesia untuk kontrak tahun 2018.

Kepada reporter Tirto, Joshua menyatakan, “aktivitas jual-beli dilakukan Jouska tanpa persetujuan klien.”

Korban Jouska lainnya adalah Mita Lengganasari, yang sudah menjadi klien sejak 2018. Dalam live instragam IDN Times, Jumat (24/7/2020) Mita mengaku diminta mengisi informasi mengenai keuangannya seperti tabungan, investasi sampai utang.

Sang financial advisor pun menilai investasi miliknya di reksa dana tidak efektif karena fee yang tinggi. Mita akhirnya memindahkan seluruh investasinya di reksa dana untuk mengikuti pengelolaan portofolio saham oleh Jouska.

“Mereka sudah mapping dana ada di mana saja,” ucap Mita.

Kontrak milik Mita tak menyebutkan siapa yang menjalankan investasi ini. Mita beranggapan bahwa ia sendiri yang menjalankan investasi sembari dibimbing. Belakangan, ia mendapati akun miliknya telah melakukan transaksi, yang tidak dilakukan olehnya. Setelah dikonfirmasi, transaksi dilakukan oleh tim dari Jouska.

Ia pernah mempertanyakan alasan dana senilai Rp55 juta yang ia setorkan dibelikan seluruhnya saham LUCK. Jouska berdalih fundamental emiten itu baik. Saat emiten itu merugi, ia sempat meminta pertanggungjawaban Jouska. Sayangnya, Mita tak mendapatkan jawaban sehingga ia memberikan somasi kepada Jouska.

“Katanya salah klien juga, kenapa tidak menolak saran kami (Jouska) waktu itu. Saya lihat tidak ada itikad baik,” ucap Mita.

Keanehan Jouska juga semakin menjadi-jadi. Saat pengelolaan investasi berjalan, ia diminta menandatangani kontrak pertama bersama PT Amarta Investa Indonesia dan kedua dengan PT Mahesa Strategis Indonesia. Namun, saat investasi berjalan, Mita mengaku tidak pernah dihubungi baik oleh pihak Amarta ataupun Mahesa, melainkan dari pihak Jouska.

“Janggalnya di situ. Yang menjalankan Amarta, kenapa saya tidak ada komunikasi dengan mereka. Kenapa sama Jouska? Seolah-olah Jouska menjalankan akun saya,” ucap Mita.

Eva (24), karyawan swasta, juga pernah ditawari produk serupa oleh Jouska saat mengikuti seminar yang isinya dasar-dasar investasi saham. Usai mengikuti seminar Stockgasm 2018 lalu dan pertemuan dengan financial advisor, ia ditawari pengelolaan portofolio.

Namun Eva menolak tawaran itu karena menganggap layanan yang ditawarkan Jouska kurang baik. Setelah kasus Jouska menyeruak, Eva baru menyadari berbagai kejanggalan dari paparan Jouska.

“Di kelas, enggak ada bagian money management. Baru ngeh. Padahal kan mereka sebagai financial Planner, harusnya fokus ke money management-nya,” ucap Eva.

Berkelindan dengan Manajer Investasi Ilegal

Jouska yang merupakan financial advisor seharusnya hanya memberi nasihat dan solusi. Namun mereka bergerak lebih jauh dengan membawa klien-kliennya untuk menanamkan investasi, melalui perusahaan yang bertindak sebagai manajer investasi tetapi tak berizin, yakni Amarta dan Mahesa.

Ketua Financial Planning Standards Board (FPSB) Tri Djoko Santoso melihat Jouska bermain dengan tiga wajah sekaligus yang membingungkan konsumen.

Pertama, Jouska adalah perusahaan financial planning yang seharusnya berfokus pada edukasi konsumen, literasi keuangan. Ia bilang jika ini yang benar dijalankan sesuai isi media sosialnya, Jouska tidak boleh berjualan produk investasi maupun transaksi jual-beli portofolio.

Kedua, independent financial consultant yang melakukan eksekusi keuangan klien sampai menangani investasi.

Ketiga, independent financial advisory yang merekrut financial advisor, mempertemukan dengan klien dan memberi nasihat. Idealnya seorang FP cukup menjalankan peran perencana keuangan. Namun, melihat praktik Jouska belakangan, ia menilai Jouska melampaui peran FP.

Hal ini melanggar ketentuan sertifikasi FP yang terdiri dari standar kompetensi, standar praktik, dan standar etika. Belum lagi Jouska juga melakukan praktik konsultan dan advisory yang ia duga tanpa lisensi.

Yang jadi permasalahan, para perencana keuangan di Jouska tak memiliki sertifikasi atau lisensi sebagai FP [baca laporan 1]. Keadaan ini katanya menambah masalah karena semakin menyulitkan lembaganya untuk menilai seberapa besar pelanggaran yang terjadi dari profesi perencana keuangan.

“Jouska punya lisensi atau enggak. Kalau enggak, ngeri, kan. Lembaganya bodong,” ucap Djoko saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (23/7/2020).

Chairman dan President International Association of Register Financial Consultant Indonesia IARFC Indonesia Aidil Akbar Madjid juga menilai aktivitas Jouska melampaui peran perencana keuangan.

Dari sejumlah korban yang ia temui, Aidil heran Jouska justru malah langsung mengarahkan klien untuk investasi saham. Ia menduga hal ini terkait dengan fee. “FP jadi sekadar kedok karena langsung diarahkan investasi saham. Mereka jadi agen salah satu sekuritas untuk trading. Mereka ada benturan kepentingan, menerima fee,” ucap Aidil saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (23/7/2020).

Setelah klien-klien menyuarakan beragam kejanggalan Jouska, Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) OJK bergerak. Jouska dipanggil oleh SWI. Dalam rapat tertutup, Jumat (24/7/2020), SWI mengeluarkan keputusan.

Pertama, menghentikan kegiatan PT Jouska Finansial Indonesia sebagai Penasihat Investasi dan/atau Agen Perantara Perdagangan Efek. Alasannya sederhana, “tanpa izin.”

SWI justru menemukan izin yang dimiliki Jouska di Online Single Submission (OSS) jalur resmi perizinan adalah jasa layanan pendidikan lainnya.

PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa Indonesia, dua perusahaan yang bertautan dengan Jouska, juga ikut dihentikan. SWI mengatakan, dua perusahaan ini bekerja sama dengan Jouska dalam pengelolaan dana nasabah seperti manajer investasi. Padahal, keduanya tak punya izin untuk kegiatan manajer investasi maupun penasihat investasi.

Meski demikian, SWI tak memberikan sanksi maupun menyatakan Jouska telah melanggar ketentuan dalam UU Pasar Modal. Jouska juga masih bisa menyambung hidup jika sudah membereskan perizinannya sesuai ketentuan.

“PT Jouska diminta segera mengurus perizinan sesuai kegiatan usahanya,” ucap SWI dalam keterangan tertulis.

Ketua SWI Tongam L. Tobing juga pernah mengingatkan kalau financial advisor tidak boleh mengeksekusi apalagi menjalankan investasi klien yang jadi ranah MI.

Menariknya dalam dokumen kontrak yang diterima reporter Tirto, Jouska secara terang mencantumkan wewenang mereka untuk membantu eksekusian produk keuangan. Padahal poin sebelumnya menegaskan Jouska hanya bertindak sebagai financial advisor.

Dalam offering letter kepada klien yang diterima reporter Tirto, Jouska menyebutkan perencanaan keuangan yang mereka tawarkan mencangkup ruang lingkup manajemen investasi. Mereka bahkan berani mematok fee dari tiap keuntungan atau nett profit.

“Kegiatan ini memang memberi nasihat investasi bukan eksekusi atau mengelola dana nasabah,” ucap Tongam saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (23/7/2020).

CEO Jouska Finansial Indonesia Aakar Abyasa Fidzuno sebelum menghadiri rapat bersama OJK sempat membantah perusahaannya mengelola dana klien dan berinvestasi di saham tertentu. Pada Kamis (23/7/2020), ia memastikan klien memegang kendali. Jouska, katanya, juga hanya memberi nasihat terkait perencanaan keuangan termasuk edukasi investasi.

Pada Jumat (24/7/2020), Aakar akhirnya meminta maaf usai menghadiri pertemuan dengan OJK.

“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi terutama bagi klien, eks klien, mitra Jouska, regulator, maupun pihak-pihak lain,” ucap Aakar dalam keterangan tertulis, Jumat (24/7/2020).

Meski demikian Aakar tak menyinggung maupun mengakui kesalahan yang dilakukan perusahaannya. Ia hanya memastikan akan melengkapi persyaratan yang diwajibkan OJK.