Menuju konten utama
Seri Laporan I:

Janggalnya Jouska, yang Dikelola Perencana Keuangan Ilegal

Para perencana keuangan yang berada di balik Jouska Finansial diketahui tidak lagi memiliki sertifikasi yang legal.

Janggalnya Jouska, yang Dikelola Perencana Keuangan Ilegal
Logo Jouska. foto/Jouska

tirto.id - “Kesannya financial planner (perencana keuangan) tapi memanfaatkan orang yang tidak mengerti literasi keuangan.”

Pernyataan itu diucapkan oleh L, klien perusahaan perencana keuangan Jouska Finansial Indonesia sejak 2018. L menjadi satu dari sekian banyak korban yang mengaku dirugikan usai pengelolaan investasi portofolio saham yang mereka ikuti merugi. Jumlah kerugian L mencapai minus Rp48 juta pada kolom unreliazed loss.

L mengaku sebelumnya memiliki sejumlah dana yang sementara waktu dijadikan emergency fund. Kedatangannya ke Jouska diharapkan dapat memberi solusi mengenai apa yang bisa ia lakukan dengan uang yang ia miliki melalui investasi saham.

Mita Lengganasari juga mendatangi Jouska, akan tetapi dengan alasan yang sedikit berbeda dengan L. Mita ingin bisa mengelola keuangannya dengan lebih baik. Awalnya, Mita mendatangi Jouska lantaran khawatir dengan cash flow keluarganya bila seluruh dana dipusatkan pada Kredit Perumahan Rakyat (KPR) yang tenornya masih 15 tahun lagi. Sebagian uang itu ia harapkan bisa digunakan lebih produktif.

“Maka saya hubungi Jouska minta advice-nya,” ucap Mita dalam live Instagram IDN Times, Jumat (24/7/2020).

Mita pun mengikuti layanan investasi portofolio seperti L. Yang Mita pahami, Jouska memberi saran dan ia sendiri yang menjalankan investasi. Nyatanya, bukan Mita yang menjalankan investasinya, melainkan dua perusahaan yang dekat dengan Jouska, PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta investa Indonesia. Lebih anehnya lagi, meski investasi dijalankan oleh Amarta dan Mahesa, akan tetapi Jouska-lah yang selalu menghubungi Mita untuk setiap perkembangan informasi.

Belakangan, Mita akhirnya mengetahui bahwa investasinya buntung. Kerugian itu terutama dikarenakan seluruh uangnya diinvestasikan pada saham LUCK [PT Sentral Mitra Informatika Tbk] yang kinerjanya memburuk. Harga sahamnya terjun bebas dari Rp1.400 per lembar saham [saat Mita mulai berinvestasi] menjadi Rp200 per lembar saham [saat kasus ini mencuat].

“Kenapa saya tidak ada komunikasi dengan mereka [Amarta dan Mahesa], kenapa sama Jouska? Seolah-olah Jouska menjalankan akun saya, sementara mereka adalah financial planner,” ucap Mita.

Belakangan Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan adanya kejanggalan dalam praktik pengelolaan investasi Jouska. Pada Jumat (24/7/2020), SWI mengumumkan menghentikan operasional Jouska dan dua perusahaan yang menjalankan investasi karena mereka tak memiliki izin. Pengumuman itu disampaikan usai SWI melakukan pertemuan tertutup dengan Jouska.

Operasional yang dihentikan adalah baik sebagai financial advisor maupun manajer investasi. SWI juga menemukan bahwa Izin yang dimiliki Jouska ternyata jasa layanan pendidikan lainnya.

Perencana Keuangan Ilegal

Menurut Financial Planning Standards Board (FPSB) aktivitas financial planner (FP) atau perencana keuangan, terbatas pada edukasi konsumen, literasi keuangan, menghitung tujuan keuangan hingga merencanakan tujuan. Sementara itu definisi financial advisor, manajer investasi tidak sama dengan FP.

Financial advisor memiliki tujuan memberi nasihat dan solusi serta mempertemukan klien dengan advisor. Manajer investasi bergerak lebih jauh dengan mengelola dana dan membantu dalam proses investasi nasabah.

Dalam akun Instagram-nya, Jouska mencantumkan profilnya sebagai “A Walk The Talk Independent Financial Advisor”.

Lalu mengapa izin perencana keuangan Jouska tak terusut?

Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot, Rabu (22/7/2020), bilang Jouska tak masuk dalam pengawasan karena izin usahanya tak diterbitkan OJK.

Sekar benar jika yang dimaksud adalah izin FP. FP memang belum diatur OJK sehingga legalitasnya tergantung lembaga sertifikasi profesi meski ranahnya beririsan dengan ranah lembaga itu.

Di Indonesia, sertifikasi FP dikeluarkan oleh LSP FPSB Indonesia dan IAFRC Indonesia. LSP FPSB atau Lembaga Sertifikasi Profesi FPSB Indonesia merupakan penyelenggara program sertifikasi “Certified Financial Planner (CFP)” dan “Registered Financial Planner (RFP)”. Sementara IAFRC Indonesia memberikan sertifikasi “Registered Financial Associate (RFA)”, Registered Financial Consultant (RFC)”, dan Registered Islamic Financial Associate (RIFA)”. Semua sertifikasi itu mengacu ke organisasi internasional sebagai acuan standar.

Penelusuran Tirto, sejumlah kredensial dipampang dalam laman akun LinkedIn para co-founder sekaligus pemegang saham Jouska. Mereka mencantumkan nama sertifikasi IARFC dan juga FPSB.

Dalam situs Jouska (yang sudah diblokir Kominfo), dicantumkan empat financial advisers Jouska yakni Farah Dini Novita, Indah Hapsari, Hendra Sihombing, dan Gitta A. Badruddin.

Vice CEO Jouska Indonesia Farah Dini mencantumkan dirinya telah memperoleh sertifikasi dari IARFC. Ia juga mencantumkan Certified Financial Planner (CFP) milik FPSB. Co-Founder Jouska Indah Hapsari Arifaty juga mencantumkan sertifikasi IARFC.

Aakar Abyasa, pendiri sekaligus CEO, diketahui tidak ada baik di pangkalan data IAFRC maupun FPSB Indonesia. Sementara biografinya di LinkedIn tidak ditemukan. Dalam biodata di akun Instagram-nya yang diikuti 75,1 ribu orang, ia hanya mencantumkan “pengusaha” yang menjalankan beberapa perusahaan di industri keuangan.

Chairman dan President IARFC Indonesia Aidil Akbar Madjid menepis kredensial yang dicantumkan Farah dan Indah. Ia juga menegaskan tak ada satu pun karyawan Jouska yang terdaftar di lembaganya. Dengan kata lain, Jouska beroperasi sebagai perencana keuangan secara ilegal.

Aidil mengungkapkan, berdasarkan database IAFRC Indonesia, hanya ada karyawan Jouska yang pernah bersekolah di lembaganya pada 2011. Sertifikasi itu katanya hanya berlaku satu tahun dan harus diperpanjang.

Syarat perpanjangan mencangkup uji kepatuhan dalam menjalankan kode etik, code of conduct, dan kriteria yang memastikan seorang FP dapat diperpanjang sertifikasinya. Namun, menurut catatannya, sertifikasi itu tak pernah diperpanjang sejak 2012.

“Sudah expired terlalu lama dari 2012. Kena kasus, tidak memenuhi kode etik, dan code of conduct,” ucap Aidil saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (23/7/2020), menanggapi sertifikasi IAFRC yang diklaim para pendiri Jouska.

Aidil mengaku tak heran jika ada karyawan Jouska yang mencantumkan juga CFP. Menurutnya, karena tak lagi menggunakan sertifikasi lembaganya, mereka beralih ke lembaga standar lain seperti FPSB.

Dihubungi terpisah, Ketua FPSB Tri Djoko Santoso membantah kalau CFP milik Farah Dini masih berlaku. Djoko bilang sertifikat itu pernah diterbitkan pada 2015, tetapi sudah tak pernah diperpanjang lagi.

Selebihnya, ia menyatakan tak ada karyawan Jouska lainnya yang pernah mendaftar di lembaganya.

“Tidak ada nama mereka di database kami,” ucap Djoko saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (23/7/2020).

Djoko menegaskan kalau Jouska tak boleh menggunakan brand CFP apalagi mencatut telah terdaftar di lembaganya. Ia berkata, “Sudah bukan CFP sejak 2015. Seharusnya tidak boleh cantumkan nama organisasi kami.”

Dengan kasus ini, Djoko mengatakan karyawan Jouska akan lebih sulit jika ingin mengajukan sertifikasi secara legal ke depannya. Alasannya, Jouska didapati mengaku sebagai perencana keuangan padahal tak lagi memiliki sertifikat. Menurutnya, hal ini dapat membuat nama dan profesi perencana keuangan menjadi buruk.

Melampaui Kapasitas

Djoko mengamati Jouska menjalankan fungsi mengelola investasi, selain financial advisory. Menurutnya, fungsi ini melebihi kapasitas Jouska dan perlu izin khusus dari regulator. Situs Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan setidaknya dua bentuk izin yaitu Wakil Manajer Investasi (WMI) dan Wakil Perusahaan Efek (WPE).

Baik Jouska dan partner pengelola investasinya yakni Amarta dan Mahesa tak memiliki izin ini. Mereka berarti melakukan pelanggaran UU Pasar Modal. Sayangnya, OJK tidak bisa menangani dengan alasan mereka tak mengantongi izin.

“Tapi OJK sudah bilang tidak punya lisensi. Jadi dia langgar aturan. OJK makanya enggak mau ikut campur. Dia [Jouska] sudah kebablasan,” ucap Djoko.

Reporter Tirto telah berupaya menghubungi pendiri Jouska, Aakar Abyasa Fidzuno untuk mengonfirmasi kebenaran perusahaannya bergerak tanpa izin FP. Namun, baik pesan tertulis dan panggilan telepon tak mendapat respons.

Pada Jumat (24/7/2020) Aakar menyampaikan permohonan maaf kepada klien dan pemangku kepentingan. Ia menyatakan akan menjalankan keputusan rapat bersama SWI untuk menutup sementara usahanya dan mengurus perizinannya sesuai ketentuan.

“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi terutama bagi klien, eks klien, mitra Jouska, regulator, maupun pihak-pihak lain,” ucap Aakar dalam keterangan tertulis.