Menuju konten utama

Kebijakan Daerah Lemah, Anak Belum Aman dari Asap Rokok

Kebijakan pengendalian rokok di daerah sulit terwujud secara massif, karena masih ada kepentingan untuk memungut pajak rokok dibandingkan mengedepankan kesehatan anak.

Kebijakan Daerah Lemah, Anak Belum Aman dari Asap Rokok
Foto Dadan Mulya, model iklan PSA peringatan merokok di bungkus rokok. tirto.id/Bhaga

tirto.id - Sebagian besar daerah di Indonesia belum memiliki aturan yang menjauhkan anak dari paparan asap rokok. Yayasan Lentera Anak menyebut hanya ada 10 kabupaten/kota di Indonesia yang sudah memperketat aturan rokok.

Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari mengatakan, 10 kota/kabupaten itu telah memiliki kebijakan pemantauan iklan, promosi, dan sponsor rokok. Sementara, banyak daerah lain bahkan belum memiliki peraturan kawasan tanpa rokok (KTR). Apalagi aturan yang lebih ketat. Hal ini menurut dia, berdampak buruk bagi kesehatan anak-anak.

"Padahal untuk menjadi kabupaten/kota layak anak, salah satu indikator yang harus dipenuhi adalah tidak boleh ada iklan, promosi, atau sponsor rokok, dan harus ada Perda KTR," kata Lisda dalam keterangan tertulis kepada Tirto, Selasa (22/1/2019).

Lebih jauh, data Lentera Anak pada 2018 menyebutkan, baru ada 43 persen kota/kabupaten di Indonesia yang memiliki aturan terkait KTR.

Terkait kebijakan terkait pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok, hanya ada 10 dari 516 kabupaten/kota yang sudah menjalankannya. Kesepuluh daerah itu yakni Bukit Tinggi, Padang Panjang, Sawahlunto, Pasaman Barat, Jakarta, Kota Bogor, Padang, Bekasi, Banjarmasin dan Payakumbuh.

Lisda menambahkan, pembatasan iklan, promosi, atau sponsor berfungsi untuk melindungi anak-anak dari target pemasaran industri rokok dan paparan asap rokok. Selain itu, untuk menjaga kesehatan anak-anak. Diperlukan juga perda KTR untuk membatasi konsumsi rokok di tempat sembarangan.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis mengatakan, persoalan ruang bebas iklan maupun asap rokok bagi anak diakuinya sulit terwujud. Saat ini belum ada koordinasi yang baik antarkementrian, atau dari pemerintah provinsi.

"Kebijakannya belum tegas. Buktinya, konser-konser ada iklan rokok, karena itu menipu anak-anak. Spanduk-spanduk juga. Anak-anak jadi menganggap kalau rokok itu hebat. Jadi harus tegas dulu kebijakannya," kata Iskan kepada reporter Tirto pada Selasa (22/1/2019).

Iskan juga menyampaikan pembuatan aturan masih sulit. Bea cukai mengincar pajak rokok, dinas kesehatan menolak rokok dengan alasan kesehatan. Padahal tidak masalah keberadaan rokok, tetapi perlu dibatasi agar tidak terpapar langsung ke anak.

"Jadi memang sudah rumit karena masuk ke dalam dunia konglomerasi. Kalau dia sudah menguasai aset besar, negara akan sulit merubah kebijakan, dan malah dalam kutip melonggarkan kebijakan," ujar Iskan.

Baca juga artikel terkait ROKOK atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali