tirto.id - Presiden Joko Widodo tiba-tiba mengundang Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ke Istana Kepresidenan, Kamis (2/5/2019) kemarin. Pertemuan digelar saat proses rekapitulasi suara Pemilu 2019 masih berlangsung.
Partai Demokrat bukanlah partai pendukung Jokowi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, melainkan pengusung Prabowo-Sandiaga. Pertemuan ini pun memantik dugaan bahwa partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono itu segera mengalihkan dukungan dari Prabowo ke Jokowi.
Sinyal Demokrat akan berubah arah dukungan sebenarnya telah dirasakan barisan pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin. Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Irma Suryani Chaniago menyebut Demokrat telah menyebarkan sinyal keinginan bergabung ke barisan pendukung Jokowi demi menciptakan suasana yang kondusif pasca-Pemilu 2019.
"Karena itu tadi keinginannya sama, walaupun masih muda, AHY sudah menunjukkam sifat kenegarawanannya. Jadi, kami sangat menghargai itikad baik dari Partai Demokrat," kata Irma saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (3/5/2019).
Menurut Irma, TKN Jokowi-Ma'ruf siap bersama-sama Partai Demokrat membangun bangsa.
Irma pun menampik anggapan yang menuding pertemuan Kamis sore dimaksudkan buat memengaruhi AHY supaya meredam gejolak dari partai koalisi Prabowo-Sandi dan mengajak mereka bergabung ke pendukung Jokowi.
"Kalau mau bergabung, ya, atas kesadaran sendiri untuk membangun Indonesia bersama-sama," kata Irma.
Hanya Dukung Prabowo Hingga Pemilu Selesai?
Meski sudah bertemu Jokowi, Demokrat sejauh ini masih menjadi bagian dari Koalisi Adil Makmur, pengusung Prabowo. Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Mardani Ali Sera pun menganggap wajar bila pertemuan AHY-Jokowi itu dimaksudkan untuk memengaruhi Demokrat dan kesolidan Koalisi Adil Makmur.
“[Tapi] Koalisi Adil Makmur masih kokoh menunggu KPU dan akan baik jika semua koalisi Adil Makmur kompak dan kokoh," jelas Mardani kepada reporter Tirto.
Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon berkata Demokrat bakal tetap bersama Koalisi Adil Makmur hingga selesainya Pemilu 2019 atau hingga adanya pemenang Pilpres 2019 secara resmi.
"Ini komitmen sampai keputusan KPU nanti, termasuk tahapan berikutnya secara konstitusional," kata Jansen kepada reporter Tirto.
Namun, bagaimana sikap Demokrat setelah itu? Jansen berkata partainya akan kembali menjadi partai yang bebas menentukan arah dukungan politik ke depannya.
"Pascapemilu selesai, seluruh partai jadi bebas kembali. Bukan hanya di koalisi Pak Prabowo, di TKN juga akan bebas kembali. Mereka bebas tentutkan arah dan kebijakan politiknya," ucap Jansen.
Apa yang disampaikan Jansen ini menurut Ujang Komaruddin, pengajar ilmu politik Universitas Al-Azhar Indonesia, merupakan bagian dari manuver partai berlogo bintang mercy ini. Manuver ini wajar belaka mengingat partai pemenang Pemilu 2009 ini mengalami banyak kerugian.
Menurut Ujang, salah satu kerugian yang cukup besar adalah batalnya AHY menjadi cawapres Prabowo. Tak hanya itu, banyak kepala daerah yang juga kader Demokrat yang mendukung Jokowi-Ma’ruf, hingga suara Demokrat pada Pileg 2019 ini menjadi turun.
Meski begitu, Ujang memandang, manuver Demokrat untuk mendekat ke barisan pendukung Jokowi bakal sedikit terganjal PDI Perjuangan. "Berkoalisi syaratnya adalah disetujui partai koalisi Jokowi terutama Megawati, karena kita tahu hubungan Demokrat dan PDIP, tidak bagus," ucap Ujang kepada reporter Tirto.
Bila jadi merapat, kata Ujang, Demokrat akan mendapatkan keuntungan tawar menawar posisi menteri. Posisi yang harus didapatkan AHY adalah jabatan menteri yang strategis sebagai pijakan untuk 2024.
"Bila ia hanya menteri biasa, sulit bagi AHY untuk bertumbuh. Karena kalau menteri biasa hanya jadi anak buah presiden, ruang gerak terbatas. Lebih baik di luar pemerintahan kalau seperti ini," pungkasnya.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Mufti Sholih