Menuju konten utama

Kawasaki, Penyakit Langka dengan Gejala Mirip Demam Berdarah

Kawasaki biasanya ditandai efek demam tinggi hingga lebih dari seminggu sebagai gejala awal dari penyakit ini.

Kawasaki, Penyakit Langka dengan Gejala Mirip Demam Berdarah
Ilustrasi penyakit kawasaki. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Anak yang mengalami demam berkepanjangan biasanya membuat khawatir orang tua. Tindakan terapi ringan membalurkan parutan bawang merah dipercaya menurunkan demam pada anak. Beberapa orang tua juga memberikan obat penurun demam yang dijual di pasaran.

Seringkali panas yang berkepanjangan dikaitkan dengan gejala penyakit demam berdarah yang sudah umum bagi masyarakat Indonesia yang berada di wilayah tropis. Namun, saat demam masih terjadi sampai dua minggu disertai dengan bibir dan lidah yang memerah maka orang tua patut sangat waspada dari kemungkinan penyakit lain yang mematikan.Gejala semacam ini bisa jadi adalah penyakit Kawasaki, penyakit langka yang biasa menjangkiti anak di Asia.

Harry Surjadi merupakan salah satu orang tua yang harus berjuang menyembuhkan anaknya. Saat berumur tiga tahun anak perempuannya, Ayunda, didiagnosa menderita penyakit Kawasaki. Mulanya, panas badan Ayunda tak kunjung turun, terdapat benjolan sebesar bola golf di bawah rahang kanannya.

Tiga kali memberi obat penurun panas dan antibiotik, demamnya tak kunjung turun. Malah badan Ayunda memerah seperti ruam kulit dan matanya juga merah. Dokter ahli virologi (mempelajari tentang virus) juga tak mengetahui penyebab sakit sang anak.

“Setiap hari diambil darah untuk diperiksa virus. Tapi tidak ketahuan,” kata Harry kepada Tirto.

Baca juga:Produk Fermentasi Bikin Resistan Antibiotik

Harry merasa tak puas, ia akhirnya memutuskan mencari rujukan lain dengan mendatangi dokter spesialis jantung anak. Saat itulah anaknya baru diketahui menderita penyakit kawasaki, sehingga harus mengalami perawatan khusus hingga dua minggu. Harry sadar, jika salah penanganan maka penyakit ini membawa dampak buruk, bahkan hingga dewasa yaitu pelebaran pembuluh darah arteri di jantung.

Penyakit Kawasaki hanya dapat didiagnosis secara klinis dan tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus. Banyak dokter kesulitan mendiagnosis penyakit ini. Diagnosis klinis didasarkan pada demam 5 hari, ditambah 4 dari beragam gejala yang telah disebutkan sebelumnya. Namun, jika tidak diobati atau salah pengobatan, maka pasien berisiko menghadapi kematian dalam waktu 6 minggu sejak sakit. Namun, bila berhasil melewati fase tanpa pengobatan, anak tetap berisiko menderita kerusakan arteri koroner hingga dewasa. Pada akhirnya, kualitas hidup akan menurun dan penderita dapat terkena kematian mendadak.

Dalam risiko terburuk, penyakit kawasaki bisa menyebabkan kematian. Ihwal ini pernah dialami oleh Charles De Silva, anak laki-laki berusia 7 tahun dari Slidell, Amerika Serikat. Charles meninggal karena peradangan parah di arteri, dokter lagi-lagi salah mendiagnosis penyakit bocah malang ini. Ia hanya diberi antibiotik, tapi demamnya tak kunjung turun. Diagnosis tepat baru diterima di rumah sakit kedua, tapi otak Charles keburu “mati” dan peradangan arterinya melebar di banyak tempat.

Kawasaki merupakan penyakit langka pada anak akibat peradangan pembuluh darah di seluruh tubuh. Dalam survei yang pernah dilakukan di Jepang, dari 120-150 kasus per 100 ribu dialami oleh anak di bawah lima tahun. Penyakit ini 1,5 kali lebih banyak menyerang anak laki-laki, dan 85 persen terjadi pada anak-anak pada usia kurang dari lima tahun. Diperkirakan, terdapat 5.000-6.000 kasus baru per tahun terjadi di Jepang.

Prevalensi penyakit Kawasaki diketahui paling tinggi terjadi pada ras Asia. Di Indonesia menunjukkan perkiraan kejadian penyakit Kawasaki 6.000 kasus per tahun. Namun, yang terdiagnosis kurang dari 100 kasus per tahun.

Kawasaki memiliki gejala hampir mirip dengan demam berdarah. Yakni demam tinggi selama beberapa hari atau bahkan mingguan, ruam/bercak merah pada kulit, serta pembengkakan tangan dan kaki. Terkadang juga disertai dengan mata merah, iritasi dan peradangan selaput lendir mulut, bibir dan tenggorokan serta pembengkakan kelenjar getah bening di leher.

“Waktu itu saya pikir Ayunda demam biasa dan gondongan,” kata Harry.

Baca juga:

infografik kawasaki

Pengobatan Kawasaki

Kisah Ayunda hanya contoh bagaimana kawasaki sudah terdeteksi sejak dini. Namun dalam beberapa kasus, penyakit ini jadi bom waktu terhadap diri seseorang yang mengidapnya.

Sebuah kecelakaan lalu lintas yang melibatkan gadis 19 tahun di jalan bebas hambatan di Eropa beberapa waktu lalu menjadi titik informasi bahwa penyakit kawasaki bisa berdampak fatal bagi penderitanya yang sudah dewasa. Dari hasil otopsi menunjukkan si gadis kena serangan jantung koroner sehingga tak dapat mengontrol mobilnya. Rekam medis menunjukkan, ia pernah terkena penyakit kawasaki saat berusia dua tahun.

Baca juga:Tak Perlu Jadi Supermen untuk Menolong Korban Henti Jantung

Sebagai penyakit langka dan berbahaya, penyebab kawasaki hingga saat ini belum diketahui oleh medis. Sehingga belum diketahui juga cara pencegahan penyakit ini. Tindakan yang bisa dilakukan hanya pengobatan untuk menghindari kerusakan koroner makin memburuk. Penderita penyakit kawasaki harus dirawat di rumah sakit untuk observasi, monitoring fungsi jantung, dan tata laksana manifestasi sistemik.

Biasanya dokter akan melakukan terapi tiga tahap untuk mencegah dampak jangka panjang, terutama kerusakan pembuluh jantung. Obat-obatan yang diberikan pada terapi merupakan kombinasi aspirin dan imunoglobulin intravena (IGIV), kortikosteroid, atau antibodi monoklonal.

“Pemberian aspirin bertujuan untuk mengencerkan darah yang menggumpal di pembuluh darah. Sehingga darah kembali lancar dan tidak ada kerusakan organ (otak atau jantung) yang menyebabkan kematian,” kata Dr. dr. Antonia Anna Lukito, SpJP(K), FIHA FSCAI, FAPSIC, dokter ahli kardiovaskular dalam diskusi di Jakarta, Kamis (28/9/2017).

Baca juga artikel terkait DEMAM BERDARAH atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Suhendra