tirto.id - Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi mempertanyakan klaim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan soal big data berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung Pemilu 2024 ditunda. Fahmi sebut klaim Luhut tidak masuk akal.
“Kalau dari Lab45 sendiri, hanya 10.852 akun Twitter yang terlibat pembicaraan presiden 3 periode, mayoritas nolak. Sesuai data Drone Emprit,” tulis Fahmi di akun Twitternya @ismailfahmi yang sudah diizinkan untuk dikutip.
Dia menerangkan 10.852 itu adalah akun yang turut bicara serta di-mention, meski tak ikut bicara. “Contoh akun SBY, tidak ikut bicara, tapi ada dalam SNA [social network analysis] karena di-mention. Jadi saya kira yang aktif dalam percakapan, kurang dari jumlah di atas,” kata Fahmi.
Pegiat media sosial ini menuturkan, dari 18 juta pengguna Twitter di Indonesia, hanya sekitar 10 ribu atau 0,055 persen yang aktif bicara terkait perpanjangan masa jabatan presiden. Padahal user Twitter paling cerewet bicara soal politik, kata dia.
“Apalagi user kanal lain seperti IG [Instagram], FB [Facebook], persentase bisa lebih sedikit. 110 juta sepertinya impossible,” sambung Fahmi.
Dia menjelaskan pengguna FB Indonesia tahun lalu ada 140 juta. Dengan asumsi sebesar 0.055%, yang membahas penambahan periode presiden hanya terdapat 77 ribu akun. “Markup 10x = 777 ribu. Markup 100× = 7,7 juta. Markup 1000x = 77 juta. Jadi impossible ada 110 juta yang ikut aktif bicara, kecuali di-markup 1000x lebih datanya,” kata Fahmi.
Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid mengungkapkan klaim Luhut itu sangat bombastis dan tidak masuk akal. Menurut Kholid, Luhut harus dapat mempertanggungjawabkan data itu secara transparan dan akuntabel.
“Kalau tidak bisa dipertanggungjawabkan itu klaim sepihak, maunya dia saja. Bahkan bisa jatuh ke berita bohong atau hoax,” kata Kholid kepada reporter Tirto, Kamis (17/3/2022).
Sementara politikus PDIP, Andreas Hugo Pareira menuturkan, tahapan pemilihan umum sudah berlangsung serta anggaran untuk pemilu juga sudah diajukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Alhasil menurut dia jika masih membicarakan big data itu tidak relevan.
“Lama-lama isu big data ini seperti para penawar investasi bodong crazy rich yang sedang menawarkan produk investasi bodongnya ke publik. Ya bekerja membantu presiden sesuai tupoksinya dong, masa menteri enggak tahu tugasnya,” kata Andreas.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Abdul Aziz