Menuju konten utama

Kasus SNP Finance & Upaya Menutup Celah Curang Keuangan

Direktur Keuangan memiliki peran yang sangat penting di dalam suatu perusahaan, menentukan wajah laporan keuangan hingga potensi adanya kecurangan.

Kasus SNP Finance & Upaya Menutup Celah Curang Keuangan
Ilustrasi penjahat diborgol. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pada Mei 2018, PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) menjadi sorotan otoritas keuangan dan publik. Perusahaan pembiayaan berumur kurang lebih 18 tahun ini ternyata berada di ambang kepailitan.

Perusahaan pembiayaan yang berada di bawah naungan Columbia Group tersebut di atas kertas terlihat dalam kondisi baik-baik saja. Rating utang perseroan sempat mendapatkan rating idA atau stabil dari Pefindo pada Maret 2018.

Namun, kondisi perusahaan berubah 180 derajat. Rating utang perseroan berubah drastis dari stabil menjadi idSD (selective default) pada 9 Mei 2018 lantaran salah satu kupon Medium Term Notes (MTN) yang diterbitkan SNP gagal bayar.

Imbasnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membekukan kegiatan usaha SNP karena perseroan gagal membayar bunga MTN senilai Rp6,75 miliar pada 14 Mei 2018 melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II No. S-247/NB.2/2018.

Diduga pihak SNP Finance tidak menyampaikan laporan keuangan dengan benar alias fiktif, sehingga perusahaan pemeringkat dan auditor tidak mengeluarkan peringatan atau warning sebelum gagal bayar terjadi. Persoalan laporan keuangan ini sangat vital dan seringkali menjadi keruwetan bagi sebuah perusahaan bila tak dikelola dengan baik.

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencoba mengambil upaya mitigasi, yakni mengusulkan agar direktur keuangan selaku penyelenggara laporan keuangan wajib memiliki sertifikasi sebagai pihak yang diaudit (auditee).

BEI menilai sertifikasi terhadap auditee cukup penting untuk meminimalisir kesalahan dalam pelaporan kinerja keuangan. Selain itu, BEI juga mengusulkan kriteria dari sertifikasi itu, yakni independen dan tidak memiliki ikatan keluarga.

Usul dari BEI ini mendapatkan dukungan dari Ikatan Akutan Indonesia (IAI). Dunia usaha juga turut mendukung agar direktur keuangan memiliki standar dan kompetensi khusus dalam membuat laporan keuangan.

“Saya pikir penyusun laporan keuangan, terutama sektor keuangan memang perlu ada standar kompetensinya. Apalagi kasus (fraud) di sektor itu juga masih kerap terjadi,” kata Hariyadi Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) kepada Tirto.

OJK mencatat jumlah kasus penyimpangan ketentuan perbankan (PKP) pada 2017 mencapai 22 kasus. Dari jumlah kasus itu, pelaku yang berbuat tindak pidana mencapai 66 orang.

Dari total pelaku tindak pidana itu, pelaku dari non-pejabat eksekutif bank mencapai 77 persen atau sebanyak 51 orang. Disusul, direksi sebanyak 7 orang, pejabat eksekutif bank 4 orang, kepala kantor cabang 2 orang, komisaris 1 orang, dan pemegang saham 1 orang.

Di luar sektor keuangan, direktur keuangan kerap ikut terlibat dalam beberapa kasus kejahatan keuangan. Misalnya, kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran fiktif 2013-2014 pada perusahaan BUMN, PT Brantas Abipraya.

Pada Juli 2017, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan Sudi Wantoko, mantan Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya, sebagai tersangka. PT Brantas Abipraya adalah perusahaan BUMN yang bergerak di bidang konstruksi infrastruktur air.

Contoh lainnya adalah kasus dugaan korupsi anggaran PT Perusda Loteng Bersatu senilai Rp1 miliar. Pada 2017, Kejaksaan Negeri Praya menetapkan Direktur Keuangan Perusda Loteng Bersatu berinisial AZ sebagai tersangka. PT Perusda Loteng Bersatu merupakan BUMD milik Kabupaten Lombok Tengah yang bergerak di sektor perhotelan, konstruksi gedung, perdagangan besar makanan, minuman dan tembakau, serta jasa agen perjalanan.

Apakah sertifikasi efektif menekan potensi kecurangan direktur keuangan?

Menurut Ikatan Akutan Indonesia (IAI), untuk mengukur efektivitas sertifikasi dalam meminimalisir penyimpangan oleh direktur keuangan memang agak sulit. Namun yang pasti, sertifikasi menjadi modal pertahanan paling mendasar dari terciptanya kredibilitas laporan keuangan.

“Setidaknya, sertifikasi ini bisa mengingatkan penyusun laporan keuangan bahwa ada kode etik yang harus selalu dipegang teguh, dan kalau melanggar sanksinya berat,” kata Anggota Pengurus IAI, Cris Kutandi kepada Tirto.

Bagi IAI, penyusun atau penandatanganan laporan keuangan adalah seseorang yang paham akuntansi dan memiliki sertifikat Chartered Accountant (CA). Sertifikat CA dari IAI sendiri sudah sesuai dengan panduan standar internasional.

Untuk mendapatkan sertifikat CA juga tidak mudah. Selain kemampuan andal, akuntan juga harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap etika, tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas dan kerahasiaan.

Ada tiga syarat untuk mendapatkan sertifikat CA, yakni lulus ujian sertifikasi CA Indonesia yang dilaksanakan oleh IAI. Kemudian, memiliki pengalaman dan/atau menjalankan praktik keprofesian di bidang akuntansi, di sektor pendidikan, korporasi, sektor publik, maupun praktisi akuntan publik yang data diverifikasi paling sedikit 3 tahun di bidang akuntansi yang diperoleh dalam 7 tahun terakhir. Terakhir, merupakan anggota IAI.

Infografik kasus para direktur keuangan

Beratnya Menjadi Direktur Keuangan

Direktur keuangan adalah posisi yang memegang peranan yang penting bagi kesuksesan suatu perusahaan, memerlukan pemahaman yang menyeluruh tentang akuntansi dan keuangan guna menopang strategi dan operasi bisnis.

Tanggung jawab sehari-hari seorang direktur keuangan juga bervariasi, mulai dari mencari sumber pendanaan, mengelola dana, mengukur kinerja, akuntansi manajemen, dukungan keputusan hingga pelaporan keuangan.

Sosok direktur keuangan memang punya tantangan sangat berat. Bahkan, saking beratnya, direktur keuangan sempat menjadi salah satu pekerjaan paling berbahaya di AS.

Dalam artikel yang berjudul “CFO: Most Dangerous Job in Corporate America” disebutkan bahwa Securities and Exchange Commission (SEC) AS dapat menuntut direktur keuangan (Chief Financial Officer/CFO) melakukan pelanggaran hukum, meskipun CFO bersangkutan tersebut tidak memiliki pengetahuan mengenai kegiatan yang dilarang.

SEC adalah otoritas pasar saham AS, yang berwenang untuk menetapkan regulasi untuk pendaftaran efek/sekuritas dan mengawasi kegiatan bursa efek. Misi utama SEC adalah membuat pasar saham AS layak mendapatkan kepercayaan publik.

Kecerobohan saja sudah bisa diklaim telah membantu atau bersekongkol terhadap pelanggaran hukum sekuritas. Selain itu, SEC juga dapat mengklaim tuduhan membantu atau persekongkolan itu berdasarkan kontrol terhadap seseorang.

Kontrol yang dimaksud adalah pihak yang memiliki kekuatan untuk mengarahkan atau menyebabkan perubahan manajemen dan kebijakan seseorang, baik melalui kepemilikan saham, kontrak, atau lain sebagainya.

Jadi, jika ada karyawan yang melanggar undang-undang sekuritas, maka SEC akan meminta pertanggungjawaban kepada CFO. Pengadilan nantinya akan melihat apakah CFO ini gagal menegakkan sistem pengawasan dan kontrol secara tepat, atau tidak.

Upaya menciptakan sertifikasi direktur keuangan bisa menjadi solusi untuk mengurangi peluang penyimpangan di perusahaan, yang bisa berimbas pada kepentingan publik.

Baca juga artikel terkait PERBANKAN atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra