tirto.id - Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo menilai pembebasan terdakwa pembunuhan Kim Jong-nam, Siti Aisyah bisa menjadi parameter pemerintah dalam upaya advokasi kasus hukum buruh migran lainnya.
Wahyu beranggapan, upaya Kemenkumham dan instansi lain dalam membebaskan Siti Aisyah dari hukuman mati harus dilakukan lebih giat agar lebih banyak WNI lain yang bebas dari jerat hukum di luar negeri.
“Harus jadi best practices model total diplomasi seperti ini,” ujar Wahyu kepada Tirto, Selasa (12/3/2019) pagi.
Wahyu mengatakan, Migrant Care sendiri telah memantau perkara yang menimpa warga Kampung Rancasumur, Desa Sindangsari, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten ini, sejak persidangan pertama.
Migrant Care menilai positif pemerintah Indonesia yang proaktif memberikan pembelaan dan bantuan hukum serta langkah-langkah diplomasi terhadap warga negaranya.
Wahyu mengapresiasi langkah pemerintah peran pro-aktif pemerintah dalam pembebasan Siti Aisyah. Mereka pun beranggapan pembebasan Aisyah tidak terlepas dari situasi politik Malaysia yang mulai moratorium hukuman mati. Kini, Migrant Care mendesak agar pemerintah melakukan upaya pemulihan nama Aisyah di Indonesia.
"Migrant CARE mendesak agar pemerintah Indonesia melakukan langkah-langkah yang komprehensif atas kepulangan Siti Aisyah, dengan memberikan upaya pemulihan nama baik dan reintegrasi sosial," kata Wahyu.
Siti Aisyah, perempuan Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditahan selama dua tahun atas tuduhan pembunuhan Kim Jong-nam telah dibebaskan dari tahanan pada Senin (11/3/2019), dilansir Associated Press.
Hakim Pengadilan Tinggi memutus Aisyah dibebaskan setelah jaksa mengatakan mereka ingin menarik tuduhan pembunuhan terhadapnya tanpa memberi alasan.
Setelah putusan pengadilan, Aisyah berdiri sambil menangis dan memeluk terdakwa lainnya, Doan Thi Huong dari Vietnam, sebelum dia meninggalkan ruangan.
Tampak terharu, Aisyah dengan cepat diantar keluar dari ruang sidang dan mengatakan kepada wartawan, “Saya terkejut dan sangat senang.”
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri