Menuju konten utama

Kasus Sifilis pada Ibu Hamil Capai 27%, Kemenkes Dorong Tes Dini

Menurut data Kemenkes RI, pada tahun 2022 data dari skrining sifilis pada ibu hamil menunjukkan angka positif sekitar 5.590 kasus.

Kasus Sifilis pada Ibu Hamil Capai 27%, Kemenkes Dorong Tes Dini
Ilustrasi Sifilis. foto/istockphoto

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat adanya peningkatan kasus infeksi sifilis yang dilaporkan pada tahun 2022. Kemenkes mencatat 20.738 kasus infeksi sifilis, di mana angka tersebut meningkat hampir 70 persen dari laporan kasus pada tahun 2018 yang tercatat sebanyak 12.484 kasus.

Perbandingan antara laki-laki dan perempuan pada kasus sifilis, yakni 54 persen pada laki-laki dan 46 persen pada perempuan.

Menurut data Kemenkes RI, pada tahun 2022 data dari skrining sifilis pada ibu hamil menunjukkan angka positif sekitar 5.590 kasus atau 27 persen dari total kasus. Dari data tersebut, baru sekitar 40 persen atau 2.227 ibu hamil yang telah mendapatkan pengobatan sifilis.

Maka dari itu, Kemenkes RI menyatakan bahwa pendeteksian sifilis sedini mungkin pada ibu hamil sangat penting dilakukan. Hal ini sebagai upaya agar tidak terjadi penularan secara vertikal dari ibu ke bayi selama masa kehamilan dan persalinan.

“Perlu menghilangkan stigma pada ibu hamil yang menderita. Juga melakukan deteksi dini pada ibu hamil agar pada triwulan pertama ibu hamil segera skrining sifilis, HIV dan hepatitis, jadi bisa dicegah. Kedua, tes aktif di tempat tempat populasi berisiko seperti karaoke, spa, panti pijat,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Siti Nadia Tarmizi dihubungi reporter Tirto, Senin (15/5/2023).

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, Imran Pambudi menyampaikan lima daerah dengan kasus sifilis terbanyak di tahun 2022.

“Papua (3.864 kasus), Jawa Barat (1.186 kasus), DKI Jakarta (1.897 kasus), Papua Barat (1.816 kasus) dan Bali (1.300 kasus), merupakan 5 provinsi yang mempunyai angka penemuan kasus terbesar dari total provinsi yang ada, dengan rentang usia tertinggi terdapat pada usia 25 – 49 tahun,” ujar Imran

Menurut Imran, faktor penyebab terbesar daerah-daerah tersebut memiliki kasus tinggi justru karena peningkatan jumlah orang yang di skrining sifilis di sana meningkat juga. Ia menyatakan bahwa penemuan kasus sifilis merupakan hal yang penting dilakukan agar pasien bisa segera mendapatkan penanganan dan pengobatan.

“Fasilitas Kesehatan secara aktif melakukan skrining dalam upaya penemuan kasus sifilis baik pada bumil dalam upaya menghilangkan sifilis kongenital dan pada populasi berisiko. Pemerintah menyedia alat pemeriksaan reagen sifilis dan pengobatannya tersedia di fasyankes,” jelas Imran.

Selain itu, khusus tiga daerah teratas yaitu Papua, Jawa Barat dan DKI Jakarta, Imran menyatakan bahwa ketiga daerah tersebut melakukan kegiatan penemuan kasus lebih intensif serta mempunyai layanan yang mampu melakukan tes dan pengobatan lebih banyak dan lebih aktif dalam upaya pengendalian sifilis.

“Serta melakukan pencatatan dan pelaporan yang lebih baik dibandingkan dengan daerah lain,” tambah Imran.

Ia menambahkan bahwa Penyakit sifilis adalah suatu penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Pengendalian penyakit dilakukan dengan cara upaya pencegahan seperti promosi tentang bahaya perilaku seksual berisiko.

“Upaya lainnya adalah dengan melakukan penemuan kasus secara aktif dan memberikan pengobatan sesegera mungkin untuk menghilangkan kuman penyebab,” ujar Imran.

Baca juga artikel terkait SIFILIS atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri