Menuju konten utama

Kasus Rasmi, PDIP Harap RUU PKS Jadi Prolegnas Prioritas 2021

Merespons kasus Rasmi yang diperkosa 10 pria, Anggota Komisi VIII DPR RI F-PDIP, Diah Pitaloka berharap RUU PKS masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2021.

Kasus Rasmi, PDIP Harap RUU PKS Jadi Prolegnas Prioritas 2021
Sejumlah perempuan memegang sebuah kertas bertuliskan "Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual" di sela-sela acara pembukaan Konferensi Perempuan Timur 2018 di Kota Kupang, NTT (10/12/18).ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/hp.

tirto.id - Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDIP, Diah Pitaloka, merespons kasus pemerkosaan yang menimpa Rasmi—bukan nama sebenarnya, perempuan berumur 16 tahun, dengan pelaku 10 orang pria di daerah Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia diperkosa berulang kali selama setahun, dan diancam akan dibunuh jika melapor.

Melihat kasus yang menimpa Rasmi dan korban kekerasan seksual lainnya, ia mendesak agar para korban mendapat keadilan maksimal dari pihak penegak hukum.

“Saya meminta pelaku dihukum seberat-beratnya dan meminta kepala daerah untuk berkomitmen untuk membangun kesadaran dan dorongan untuk mencegah kekerasan seksual sebagai program penyelenggaraan pemerintah daerah,” kata Diah lewat keterangan tertulisnya yang diterima wartawan Tirto, Rabu (2/12/2020) siang.

Kata Diah, kasus kekerasan seksual merupakan problem psikologis, yang penanganan tidak dapat hanya berupa hukuman pidana ketika pelaku kekerasan sudah tertangkap.

“Dalam keadaan darurat kekerasan seksual seperti hari ini, langkah-langkah preventif untuk mencegah serta rehabilitatif agar pelaku tidak mengulang tindakan serupa menjadi penting. Dua hal tersebut yang masih belum mendapat porsi dalam peraturan perundang-undangan yang ada,” katanya.

Oleh karena itu, ia menilai RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) semakin mendesak untuk dibahas dan disahkan oleh DPR RI. Ia berharap RUU PKS akan masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2021.

“Harapannya di tahun depan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dapat segera disahkan agar tren kasus kekerasan seksual dapat diturunkan. Hal ini sangat penting untuk dapat menciptakan rasa aman bagi seluruh warga negara Indonesia untuk terlepas dari ancaman kekerasan seksual,” kata dia.

Rasmi (bukan nama sebenarnya), menjadi korban perkosaan dan pelecehan seksual 10 pria. Perempuan berusia 16 tahun itu menjadi sasaran pelaku selama satu tahun terakhir. Kasus ini mulai terungkap saat salah seorang pelaku melakukan sompral.

Dalam bahasa Sunda, sompral artinya ketika seseorang usai melakukan sesuatu kemudian ia bercerita kepada orang lain.

"Dia bercerita kepada tetangga-tetangganya (sudah melecehkan korban)," ujar Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto, ketika dihubungi Tirto, Jumat (27/11/2020).

Pada 10 November pihak keluarga korban melaporkan kejadian ini ke Polres Tasikmalaya. Hasilnya, sembilan orang ditangkap yakni AS (70), IY (35), SD (39), MT (60), A (58), HS (40), DD (45), WG (63), dan NG (40). Sementara satu orang masih buron.

Enam pelaku memerkosa Rasmi. Sementara sisanya, melecehkan korban dengan meraba tubuhnya.

"Dari 10 orang itu mereka bertetangga, bersaudara, dan berbesan," ucap Ato. Maksudnya, ada pelaku yang merupakan tetangga Rasmi; sepupu ayah Rasmi; dan dua pelaku yang besan.

Baca juga artikel terkait RUU PKS atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Restu Diantina Putri