Menuju konten utama

Kasus Pornografi Rizieq Shihab Selesai di Pengadilan atau SP3?

Pakar hukum acara pidana menyarankan pembelaan terhadap Rizieq sebaiknya disampaikan melalui proses peradilan.

Kasus Pornografi Rizieq Shihab Selesai di Pengadilan atau SP3?
Habib Rizieq Shihab (tengah) tiba di Terminal 2 Bandara Internasional Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (11/4). ANTARA FOTO/Umarul Faruq.

tirto.id - Kasus pornografi yang menyeret nama Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab stagnan. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Mei 2017, Rizieq tidak pernah memenuhi panggilan penyidik, bahkan kuasa hukumnya mendesak kepolisian agar mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Perkara (SP3).

Menanggapi hal itu, Guru Besar Bidang Hukum Acara Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho menyatakan, apabila SP3 tidak dikeluarkan, maka seharusnya pembelaan terhadap Rizieq hanya bisa disampaikan melalui proses peradilan.

Menurut Hibnu, dalam sistem penegakan hukum, ada asas ketepatan yang harus dipatuhi. Asas ini pada dasarnya harus menunjukkan bahwa seseorang telah melakukan kesalahan yang nyata. Biasanya, kata dia, polisi membuktikan dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan atau SP2HP.

“Itu harus disampaikan. Jika memang tidak ada [unsur pidana], memang harusnya dihentikan [kasusnya]” kata Hibnu saat dihubungi Tirto, Senin (19/2/2018).

Dalam perkara yang menimpa Rizieq, kata Hibnu, polisi akan sangat sulit mengeluarkan SP3. Alasannya, karena kasus ini sudah berjalan sampai lebih dari 7 bulan, dan tentu polisi tidak akan menghentikannya. Ia menilai, penyidik pasti memiliki alat bukti yang cukup.

“Bukti 'kan bisa dicari,” kata Hibnu.

Jika memang demikian, kata Hibnu, tuntutan ataupun desakan dari pihak kuasa hukum dan pendukung Rizieq agar polisi mengeluarkan SP3 menjadi tidak ada artinya. Seluruh pembelaan atau penolakan atas hasil pemeriksaan polisi bisa disampaikan lewat proses peradilan atau praperadilan.

“Kalau keluar SP3 agak sulit. Yang paling tepat kalau jalur hukum, ya dipraperadilankan. Jadi yang bisa menghentikan bukan polisi, tapi proses peradilan. Itu lebih tepat,” kata Hibnu.

Hibnu menilai, tak ada jalan lain bagi pihak Rizieq untuk menghentikan proses hukum yang tengah berlangsung. “Sidang nanti yang akan membuktikan. Itu lebih bagus karena jalur hukum. Itu lebih elegan, bukti enggak cukup, ya proses hukum dihentikan. Selesai,” kata Hibnu.

Pakar hukum pidana dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Umar Husein sependapat dengan Hibnu. Menurut Umar, polisi tidak akan mengeluarkan SP3 hanya karena desakan publik, apalagi dari pihak tersangka.

Umar berkata, kewenangan pengeluaran SP3 ada di penyidik. Menurut dia, meski ada tekanan dari masyarakat, maka itu hanya menjadi referensi bagi masyarakat untuk menimbang benar atau salah terkait kasus yang terjadi.

“Pengeluaran SP3 didasarkan pada apakah kasus tersebut didukung oleh alat bukti yang cukup atau tidak. Kalau enggak cukup, ya keluar SP3, kalau cukup, ya lanjutkan,” kata Umar kepada Tirto.

Namun demikian, Umar mengkritik pihak kepolisian yang terkesan lambat dalam mengusut kasus, termasuk perkara yang melibatkan Rizieq ini. Selama ini, kata Umar, aparat kepolisian cenderung tidak memberikan batas waktu dalam penanganan kasus tertentu.

Menurut dia, kasus pornografi yang menyeret nama Imam Besar FPI ini hanya salah satu contoh dari ratusan kasus yang berakhir tidak jelas, antara mengeluarkan SP3 atau dilanjutkan hingga proses pengadilan.

“Semua kasus harusnya jelas. Masalahnya di kepolisian kita enggak ada batas. Harusnya ada batas tiap kasus, setiap bulan dilimpahkan. Kalau enggak dilimpahkan harus SP3, kalau dilimpahkan, ya dilanjutkan. Aturannya memang enggak memungkinkan,” kata Umar.

Oleh karena itu, Umar tidak begitu saja optimistis kasus Rizieq akan bermuara di pengadilan. Menurut dia, kewenangan polisi hanya sampai pelimpahan berkas di Kejaksaan. Ketika berkas sudah dinyatakan lengkap, maka wewenang kasus berpindah kepada Kejaksaan.

Di tahap Kejaksaan ini, kata Umar, proses pengadilan juga belum tentu berlangsung karena seringkali berkas tidak lengkap atau belum dinyatakan P21. Selain itu, Kejaksaan juga belum tentu langsung menentukan tanggal sidang.

“Semua kasus prosedurnya begitu, kecuali di belakang ada bukti baru mau. Mau dibuka lagi, ya silakan,” kata Umar.

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir justru menentang adanya praperadilan atau peradilan, tanpa mencari terlebih dahulu pihak yang penyebar cuplikan chat bernuansa pornografi antara Rizieq dengan Firza Husein.

Mudzakir khawatir, praperadilan tidak akan berjalan seperti biasanya. “Sebenarnya praperadilan diberi kesempatan dulu. Ini jangan sampai siasat kayak yang lain gitu. Kalau lagi praperadilan lebih baik ditunggu sampai tuntas sebelum kasusnya dilanjutkan,” kata dia.

Selama ini, polisi dianggap menyalahi aturan karena tidak ada gelar perkara yang dihadiri oleh pihak tersangka, yakni Rizieq. Sebelum melangkah ke proses praperadilan, Mudzakir berharap, polisi bisa mengganti penyidik atau mencari penyebar chat pornografi yang membuat Rizieq menjadi tersangka.

“Karena proses penanganan kasus itu tidak objektif. Tidak pernah dicari penyebar utamanya,” kata dia.

Kuasa Hukum Desak Polisi Terbitkan SP3

Pro dan kontra kasus Riziq ini diawali saat pentolan FPI itu tidak memenuhi panggilan penyidik dan tak kunjung kembali dari luar negeri, sehingga polisi sulit melakukan pemeriksaan. Sementara kuasa hukum Rizieq, Eggi Sudjana meminta agar polisi mengeluarkan SP3 karena penanganan kasus yang menjerat kliennya dianggap tidak sah.

Eggi mengklaim, sebelum gelar perkara dilakukan, Rizieq sudah ditetapkan sebagai tersangka. Padahal menurut versi polisi, Rizieq mangkir dari panggilan pemeriksaan dan gelar perkara. Jika chat berkonten pornografi itu memang ada, Eggi berdalih kliennya hanya menyimpan perbincangan itu untuk dirinya sendiri.

"Lagian itu enggak bisa tersangka. Itu kan dia simpan di HP-nya sendiri. Kecuali kalau memang ada di HP lain. Ini kalaupun ada ya, itu kan enggak masalah. Sama kayak nyimpan porno di HP sendiri 'kan enggak masalah. Beda kalau dia nyebarin ke tempat lain,” kata Eggi saat dihubungi Tirto, Senin pekan lalu (12/2/2018).

Menanggapi permintaan SP3 ini, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, pihaknya tidak akan meminta penyidik untuk menghentikan penyelidikan/penyidikan kasus Rizieq-Firza lantaran kewenangan menghentikan ada pada penyidik.

“Kewenangan itu ada di penyidik,” kata Setyo saat dikonfirmasi Tirto.

Baca juga artikel terkait KASUS RIZIEQ SHIHAB atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz