tirto.id - Komisi III DPR menyetujui pencalonan Komjen Pol Idham Azis menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Polisi Tito Karnavian. Keputusan ini diambil secara aklamasi usai calon tunggal Kapolri itu menjalani uji kelayakan dan kepatutan, Rabu, 30 Oktober 2019.
“Semua fraksi berkesimpulan tidak perlu membuat pandangan fraksi, namun keputusan melalui kapoksi, yaitu aklamasi untuk menyetujui Komjen Idham Azis sebagai Kapolri,” kata Ketua Komisi III DPR Herman Hery di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.
Komisi III pun akan menyurati pimpinan DPR untuk menggelar rapat paripurna dengan agenda pengambilan keputusan tingkat dua perihal Komjen Pol Idham Azis sebagai Kapolri.
Usai disetujui Komisi III DPR, Idham Azis pun mengapresiasi uji kelayakan yang berlangsung tidak lebih dari tiga jam itu. “Saya berikan komitmen laksanakan tugas dengan baik dan tanggung jawab dengan slogan pengabdian terbaik untuk institusi Polri,” kata mantan Kapolda Metro Jaya itu.
Idham mengaku tidak ada catatan khusus dari Komisi III DPR. Selanjutnya, ia menunggu proses menuju ke sidang paripurna DPR RI yang akan digelar dalam waktu dekat ini.
Komitmen Idham untuk melaksanakan tugas, berarti ia juga dituntut menuntaskan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Apalagi, kasus ini sudah “mengkrak” sejak Idham menjabat Kapolda Metro Jaya.
Hingga kini tidak ada titik terang perihal pelaku. Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Novel pun dibentuk Tito Karnavian yang kala itu menjabat Kapolri. Tim ini beranggotakan 65 orang, 52 di antaranya adalah anggota Polri, enam orang dari perwakilan KPK, dan tujuh pakar dari luar kepolisian.
Tim ini mulai bekerja sejak 8 Januari hingga 7 Juli 2019 sesuai surat Nomor: Sgas/3/I/Huk.6.6./2019. Enam bulan TPF ini bekerja untuk menggali, menganalisis dan menyimpulkan temuan perkara.
Hasil investigasi yang dilakukan TPF ada 170 halaman dan 1.500 halaman lampiran, diserahkan kepada Tito Karnavian untuk ditindaklanjuti.
Anggota TPF dari unsur pakar di luar kepolisian, Nur Kholis, di Mabes Polri, Selasa (9/7/2019), menyatakan tim menggunakan pendekatan scientific investigation untuk mengungkap kasus Novel, serta dibantu oleh jajaran dari Mabes Polri dan Polda Metro Jaya.
TPF pun merekomendasikan Tito Karnavian untuk membentuk Tim Teknis guna pengungkapan kasus Naovel itu. Idham Azis selaku Kabareskrim pun menjadi penanggung jawab tim teknis yang dibentuk Polri ini.
Penyebab rekomendasi ialah berdasarkan temuan tim soal satu orang tidak dikenal mendatangi rumah Novel pada 5 April 2017 dan dua orang tidak dikenal yang duduk di dekat Masjid Al-Ikhsan dekat rumah korban pada 10 April 2017.
Dua orang itu berada di sekitar rumah Novel sebelum terjadi penyerangan pada 11 April 2017.
“Tim Pencari Fakta merekomendasikan kepada Kapolri untuk melakukan pendalaman terhadap fakta [dua temuan tersebut] dengan membentuk tim teknis berkemampuan spesifik,” ujar Juru Bicara Tim Pakar Nur Kholis, di Mabes Polri, pada 17 Juli 2019.
Alasan lain dari pembentukan tim teknis ialah karena para anggota tim tidak memiliki kemampuan seperti Tim Teknis Polri.
Meskipun polisi mengklaim telah bekerja secara profesional, tapi perkara ini hingga kini masih mengambang. Dalih mereka terhambat alat bukti.
“Publik juga harus paham kasus ini minim alat bukti. Kami terus bekerja, jajaran Polda Metro Jaya sudah memeriksa 74 saksi, mewawancarai 40 orang, mengecek 38 CCTV yang melibatkan kepolisian negara luar, juga memeriksa 114 toko bahan kimia,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Muhammad Iqbal, pada 17 Juli 2019.
Presiden Joko Widodo pun, pada 19 Juli 2019, memberikan waktu tiga bulan kepada Kapolri Tito Karnavian untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Waktu itu lebih singkat dari target enam bulan yang disampaikan Kapolri sebagai masa kerja tim teknis yang akan melanjutkan hasil temuan TPF.
Tim teknis diketuai oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Nico Afinta dan sebagai penanggung jawab ialah Kabareskrim Komjen Pol Idham Azis. 120 polisi dari beberapa unit terlibat menjadi anggota tim teknis. Masa kerja tim berakhir pada 31 Oktober berdasarkan Surat Perintah Nomor: Sprin/2192/VIII/HUK.6.6/2019.
Jika belum tuntas, maka tugas tim dapat diperpanjang tiga bulan lagi.
Dalam satu semester itu tim akan dievaluasi. Fokus Tim Teknis ini adalah analisis tempat kejadian perkara, memeriksa saksi, analisis rekaman kamera pengawas dan analisis sketsa wajah terduga pelaku.
Namun, hingga kini kasus Novel masih terkatung-katung. Tim Teknis belum mengungkapkan hasil temuannya.
Meski demikian, Iqbal mengklaim ada hasil signifikan, tapi ia enggan membeberkan apa saja yang "sangat signifikan" itu karena khawatir pihak yang terlibat dalam penyerangan air keras terhadap Novel melarikan diri.
“Tim Teknis bekerja sangat tertutup. Kalau kami bekerja [lalu] disampaikan ke media, [nanti pelaku] kabur," ucap dia, di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, Rabu (16/10/2019).
Iqbal bilang alasan serupa yang membuat mereka tidak pernah memaparkan temuan selama tiga bulan terakhir ini. Hal itu pernah ia utarakan September lalu.
“Kami bekerja keras. Setiap detik, menit, jam hari, tim bekerja. Tidak mungkin kami sampaikan ke media, nanti bisa bocor," kata Iqbal di Mabes Polri, Jumat (20/9/2019).
Kasus Novel Sejak Idham Azis Jabat Kapolda Metro Jaya
Kasus Novel bergulir ketika Idham menjabat Kapolda Metro Jaya. Namun, perkara ini tidak kunjung menemukan titik terang hingga Idham diangkat sebagai Kepala Bareskrim Mabes Polri, pada Januari 2019.
Bahkan ketika Idham Azis diajukan sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Jokowi, kasus Novel ini tetap tak tuntas.
“Idham Azis sejak jadi Kapolda hingga Kabareskrim merupakan orang yang bertanggung jawab dalam kasus Novel dan sampai sekarang terbukti tidak ada perkembangan siapa pelaku penyerangan,” kata Alghiffari Aqsa, kuasa hukum Novel Baswedan ketika dihubungi reporter Tirto, Rabu (30/10/2019).
Rekam jejak itu, kata Alghiffari, seharusnya jadi catatan penting dalam pencalonan Idham menjadi Kapolri bila Komisi III DPR menjalankan tugasnya secara objektif.
Sebab, kata dia, yang harus dilakukan polisi jika gagal adalah jujur kepada publik dan Presiden Joko Widodo, sehingga TGPF Independen segera dibentuk.
“Berat kasus ini akan diselesaikan mengingat faktor internal kepolisian dan aktor yang diduga terlibat," tegas Alghiffari.
Koalisi Masyarakat Sipil pun kembali meminta pembentukan TGPF Independen atas wewenang presiden. Alasannya agar tidak ada pengaburan fakta dan dapat membantu menemukan bukti serta petunjuk bagi Polri.
“Presiden membentuk TGPF Independen yang ada di bawah koordinasi langsung. Jika perlu, presiden dapat memberikan teguran terbuka dan tertulis kepada Polri atas kegagalan tersebut sebagai bentuk koreksi,” ujar Koordinasi Badan Pekerja KontraS, Yati Andriani, ketika dihubungi reporter Tirto, Rabu (30/10/2019).
Menurut Yati, perkara ini sangat jelas, sejak awal diarahkan untuk dikaburkan, ditutup dan dibuat misterius.
Jika presiden tidak membentuk TGPF independen, tidak mengoreksi dan mengevaluasi Polri, kata Yati, maka kasus ini akan berujung pada kegelapan alias ditutup tanpa penyelesaian dan akuntabilitas yang memadai.
Objektivitas dan netralitas Polri dalam mengungkap kasus ini dipertanyakan, kata Yati.
Yati menyoroti ihwal 'Tim Teknis bekerja senyap.' Menurut dia semakin temuan diulur-ulur akan mengesankan ada upaya dari internal Polri yang memang sengaja menahan perkara Novel.
“Sudah dua tahun lebih, semestinya pelaku sudah diproses hukum,” ucap Yati.
Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo, mengharapkan Idham Azis memprioritaskan pengungkapan kasus penyerangan Novel saat dia menjabat sebagai Kapolri.
“Saat ini, tentu saja kami menunggu Pak Idham Azis menjadi Kapolri sehingga memiliki kewenangan yang lebih besar dan lebih luas dan kami harapkan pengungkapan pelaku, baik itu pelaku langsung ataupun yang menyiram, dalang-dalang itu segera diungkap dan jadi prioritas, misalnya dalam 100 hari kepemimpinan beliau,” kata Yudi seperti dikutip Antara, Rabu (30/10/2019).
Yudi juga berharap Tim Teknis dapat menyampaikan hasil temuannya sesuai dengan tenggat waktu.
“Kami harapkan tanggal 31 Oktober ketika kerja tim teknis berakhir, sudah dapat sampaikan hasilnya. Apa pun hasilnya, baik pelakunya tertangkap atau belum tertangkap, ditemukan fakta-fakta baru, bukti-bukti baru, kesaksian baru, bisa diumumkan ke masyarakat sebagai bentuk transparansi,” kata dia.
Novel Baswedan, dalam wawancara dengan redaksi Tirto pada awal September 2019, menerangkan mengenai proses penyelidikan atas kasus yang menimpa dia.
Novel berkata TPF dibentuk karena ada mandat atau rekomendasi dari Komnas HAM. Ia melaporkan kepada lembaga itu karena "investigasi terkait diri saya sebagai korban dilakukan dengan banyak masalah."
Ihwal tim teknis, Novel menyatakan, heran karena "penyidikan yang dilakukan pada awal kejadian itu melakukan tugas-tugas teknis." Ia berpendapat, investigasi selama dua tahun sejak dia diserang buat mengungkap kasusnya juga dikerjakan secara teknis.
Enam bulan pertama tahun ini, yang dilakukan oleh TPF, kata Novel, juga dikerjakan secara teknis. Begitupun waktu tambahan tiga bulan yang diberikan oleh Presiden Jokowi kepada Polri.
Dalam rilis temuan TPF, tim itu menyebutkan perkara yang diduga jadi penyebab serangan. Keenam motif itu kasus-kasus yang pernah ditangani Novel: korupsi e-KTP; kasus Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar; kasus mantan Sekjen Mahkamah Agung Nurhadi; kasus korupsi mantan Bupati Buol Amran Batalipu; kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang; dan kasus pencuri sarang burung walet di Bengkulu (saat Novel menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu).
Novel berkata protesnya "objektif" terhadap proses penyelidikan tim Kapolri.
"Kenapa tidak menyebut kasus buku merah, yang tim gabungan [TPF] juga katakan ketika bertemu saya dan pimpinan KPK di kantor KPK?" ujar Novel.
“Saya tertarik ada hal baru ketika ada salah seorang dari tim pakar dari TPF yang meyakini ada korelasi [kasus buku merah] dengan serangan kepada diri saya, karena selain itu tidak ada hal baru lagi."
Novel “tidak tertarik bicara motif" buat menanggapi laporan akhir TPF. Ia berpendapat mengungkap suatu perbuatan pidana seperti serangan terhadap dirinya harus dimulai dari tempat kejadian perkara, harus ke pelaku lapangan, agar bisa mengungkap dengan utuh.
"Kalau hanya bicara motif, saya kok yakin itu malah tidak terungkap," tambah Novel.
Tirto mencoba menghubungi Idham Azis melalui pesan singkat, pada Selasa (29/10), sekitar pukul 19.10 menanyakan perihal apakah ada temuan baru dari Tim Teknis. Namun, ia tidak menjawab.
Begitu juga dengan Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra yang tidak merespons pesan singkat yang dikirimkan reporter Tirto, pada Rabu (30/10/2019) ihwal apa saja temuan baru tim teknis.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz