Menuju konten utama

Kasus-Kasus Polisi Terjerat Narkoba dan Kritik atas Hukuman Mereka

Pengawasan terhadap barang bukti narkoba yang lemah dinilai rawan disalahgunakan oknum polisi.

Kasus-Kasus Polisi Terjerat Narkoba dan Kritik atas Hukuman Mereka
Petugas menyiapkan peralatan untuk tes urin Fraksi PKS disela diskusi bertema Indonesia Darurat Narkoba di Kompleks Parlemen, Kamis (7/12/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

tirto.id - Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hartono bikin citra institusinya tercoreng. Cerita bermula saat Hartono hendak terbang dari Bandara Soekarno—Hatta menuju Kendari menggunakan maskapai Lion Air pada Sabtu 28 Juli 2018. Hartono yang membawa pistol beramunisi 12 butir peluru menunjukkan gelagat tak kooperatif saat petugas keamanan bandara atau avian security (Avsec) hendak mendata barang bawaannya di pos pemeriksaan pertama (Security Check Point/SCP1).

Sikap tak kooperatif Hartono bikin petugas Avsec curiga. Di pos pemeriksaan dua (SCP2), pengecekan badan (body check) petugas lebih teliti. Hasilnya di bagian belakang celana Hartono terdapat narkoba jenis sabu-sabu seberat 28,3 gram. Dari hasil temuan itu petugas Avsec segera berkoordinasi dengan Prompam Polres Bandara Soekarno—Hatta. Hartono ditangkap.

Kabar penangkapan Hartono dengan cepat sampai ke telinga para perwira tinggi di Mabes Polri termasuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Hari itu juga melalui Surat Telegram Nomor: ST/1855/VII/KEP/2018 tanggal 28 Juli 2018, Hartono dicopot dari jabatannya sebagai Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Kalimantan Barat. Telegram yang ditandatangani oleh Asisten SDM Kapolri Irjen Arief Sulistyanto itu menyatakan Hartono sudah berstatus tersangka dan sedang dalam pemeriksaan Divisi Propam Mabes Polri.

Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Muhammad Iqbal Polda Metro Jaya Senin (30/7) mengatakan pencopotan Hartono dari jabatannya merupakan bukti ketegasan polri. Ia bilang Tidak menutup kemungkinan Hartono akan dipecat sebagai anggota polri jika terbukti bersalah. “Bisa jadi dipecat karena itu adalah kewenangan dari atasan yang berhak menghukum (Ankum),” kata Iqbal.

Neta S. Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch menilai kasus narkoba yang menjerat Hartono sebagai ironi. Pasalnya dalam jabatan sebagai Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Kalimantan Barat Hartono memiliki tanggung jawab lebih untuk memerangi narkoba. “Ini bukan pertama kali polisi narkoba terlibat narkoba. Sudah berulang kali,” kata Neta kepada Tirto, Senin (30/7).

Menurut Neta kasus polisi terlibat narkoba terus berulang lantaran penegakan hukum terhadap mereka lemah. Mestinya polisi yang terlibat kasus narkoba diberi sanksi berat agar ada efek jera. “Jadi kalau bandar narkoba (divonis) hukuman mati, seharusnya polisi dihukum mati karena dia tahu hukum,” ujarnya.

Infografik Ci Kasusu Polisi dan Anggota BNN

Hartono memang bukan polisi pertama yang terjerat kasus narkoba. Mei 2017 Bripka AA anggota Polres Bone resmi ditetapkan sebagai tersangka peredaran narkoba di Kabupaten Bone. Pengadilan Negeri (PN) Watampone menjatuhi hukuman 1 tahun penjara kepada Bripka AA.

Juli 2017 oknum polisi Bripka Rahman Effendi ditangkap Aparat Polres Sampang, Jawa Timur karena mengedarkan sabu.

Pada Oktober 2017, Rahman divonis dengan hukuman 5 tahun 7 bulan penjara. April 2018 oknum polisi yang bertugas di Sat Sabhara Polres Tebingtinggi, Bripka Khairiza alias Reza ditangkap bersama Ahmad Syahril Tanjung alias Uban atas kepemilikan narkotika jenis sabu-sabu seberat 2,18 gram. PN Tebing Tinggi memvonisnya dengan hukuman 18 bulan penjara.

Maret 2018 empat oknum polisi aktif di Polres Bintan dinyatakan bersalah menjual barang bukti narkoba hasil tangkapan. Salah satunya ialah AKP Dasta analis mantan Kasat Narkoba Polres Bintan yang divonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan penjara.

Neta juga mengkritik lemahnya pengawasan terhadap barang bukti narkoba yang disita polisi. Hal ini menurutnya membuat sejumlah oknum polisi dengan gampang menggelapkan narkoba sitaan untuk dijual lagi ke masyarakat. “Harusnya ada pihak yang ikut control. Selain atasan terkai kalau bisa lembaga luar dilibatkan juga seperti BNN,” ujarnya.

Anggota Kompolnas Poengky Indarti sepakat oknum polisi yang terlibat kasus narkoba dihukum lebih berat dari pada masyarakat biasa. Namun ia menolak hukuman mati. “Sanksi pada oknum anggota Polri seharusnya lebih berat, antara lain sanksi pidananya, maupun sanksi internal yaitu hukuman disiplin dan etik. Tidak perlu dikasihani atau dilindungi,” ujar Poengky kepada Tirto.

“Propam dan jajaran harus tegas dalam menindak anggota yang diduga terlibat narkoba. Sebagai anggota Polri harus memberikan contoh teladan pada masyarakat.”

Poengky mengatakan pengawasan terhadap barang bukti narkoba memang masih bersalah. Ia menyarankan agar barang bukti narkoba diawasi dengan CCTV selama 24 jam. Hal ini agar barang bukti narkoba tidak disalahgunakan. “Pernah ada kasus pencurian barbuk di PMJ (Polda Metro Jaya) oleh oknum anggota dan berkat laporan anggota lainnya yang ditunjang CCTV, akhirnya bisa ditangkap dan diproses pidana serta dipecat,” katanya.

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Muhammad Akbar Wijaya

tirto.id - Hukum
Penulis: Muhammad Akbar Wijaya
Editor: Muhammad Akbar Wijaya