tirto.id - Kasus hoaks Ratna Sarumpaet berbuah kurusetra politik antara kubu Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga. Mereka saling melempar tuduhan menjadi bagian pelaku penyebar berita bohong.
Kubu Jokowi-Ma'ruf berpandangan hoaks Ratna, yang bilang dia dipukuli padahal tidak, tak murni dilakukan sendiri. Hoaks itu terstruktur, bagian dari strategi politik kubu Prabowo-Sandiaga, demikian kira-kira simpulan kubu petahana. Makanya mereka ingin bukan cuma Ratna yang ditangkap.
"Saya berharap polisi tak hanya berhenti pada ibu Ratna, tapi mesti mengejar semua penyebar hoaks, termasuk Prabowo dan Sandi," kata Jubir TKN Jokowi-Ma'ruf, Raja Juli Antoni melalui keterangan tertulis, Minggu (7/10/2018) kemarin.
Pendapat Raja ini selaras dengan Jubir TKN Jokowi-Ma'ruf lainnya, Lena Maryana Mukti. Ia menilai penyebar kebohongan Ratna juga mesti dianggap pelaku hoaks. "Saya pikir polisi harus segera bertindak tanpa pandang bulu. Harus sampai ke akarnya," kata Lena kepada Tirto.
Kubu Prabowo-Sandiaga melawan dengan narasi tandingan. Mereka menyebut janji kampanye Jokowi yang belum terlaksana juga hoaks. Salah satu yang mengatakan ini adalah Wakil Ketua DPP Gerindra, Fadli Zon, pada 4 Oktober lalu.
"Di zaman sekarang juga banyak toh hoaks yang dilakukan pemerintah. Kalau mau kita urutkan bisa. Ekonomi meroket, itu ternyata hoaks. Terus kita laporin presiden? Mau kayak apa negara kita?" katanya di Kompleks DPR, Jakarta Pusat.
Di sosial media, ungkapan sejenis Fadli diwakili dengan tagar BapakHoaksNasional yang disematkan tak lain untuk Jokowi. Tagar tersebut jadi lawan tagar KoalisiPrabohong yang digulirkan pendukung Jokowi-Ma'ruf.
Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Syarifudin Hasan menjelaskan ihwal tagar tersebut. Menurutnya, galib saja bagi rakyat menagih janji pemimpinnya. Tak ada yang aneh dari itu.
"Janji itu kan digulirkan waktu kampanye dan dalam pidato-pidatonya (Jokowi). Ini sudah menjelang kampanye lagi. Kami ingatkan, agar tidak dibohongi lagi," kata Syarifudin kepada Tirto.
Menunjukkan Kedua Kubu Miskin Program
Dosen Politik STF Driyakara, Franky Budi Hardiman, menilai apa yang dilakukan kedua kubu tidak tepat karena tidak mendidik masyarakat. Ia juga menilai keduanya sama-sama miskin gagasan.
"Isu hoaks yang digunakan menuduh satu sama lain, erat kaitannya dengan kekosongan program atau saya sebut miskin kreativitas dari kedua kubu," kata Franky kepada Tirto.
Padahal, menurut Franky, publik seharusnya disuguhi inovasi yang dalam bentuk konkret berupa program-program pembangunan.
Franky menilai apa yang ditunjukkan kubu Jokowi-Ma'ruf yang menilai banyak atau bahkan seluruh pihak di kubu Prabowo-Sandiaga terlibat dalam hoaks Ratna adalah sikap kekanak-kanakan dan cenderung sesat pikir.
Menurutnya, "logika itu sesat karena tidak punya dasar empirik, tapi sekadar luapan emosi sesaat untuk menjatuhkan lawan."
Sikap kubu Prabowo-Sandiaga menyebut Jokowi menyebar hoaks karena janjinya atau pernyataannya ada yang tak terlaksana, menurut Franky juga sesat pikir. Menurutnya, itu menunjukkan kubu paslon nomor urut 02 ini tak memahami apa itu hoaks dan sistem pemerintahan di negeri ini.
Logika semacam itu dalam bahasa Latin disebut tu quoque yang artinya kamu juga. Tu quoque adalah kesesatan logika tidak resmi yang dilakukan untuk mendiskreditkan argumen lawan dengan menegaskan bahwa ia telah gagal bertindak sesuai dengan apa yang ia sampaikan.
Franky berpendapat, janji dan kebijakan Jokowi yang tak terlaksana masuk ke dalam kategori kelalaian. Lalai beda dengan hoaks.
"Tindakan kebijakan pemerintah yang bisa dievaluasi di kemudian hari itu bukan masuk dalam hoaks," jelasnya.
Terakhir, Franky menyatakan kalau lebih baik kedua kubu menghentikan dagelan ini dan menyerahkan kasus kepada polisi.
"Dan kita harus percaya kepada kepolisian bisa menuntaskan ini," tegasnya.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Rio Apinino