tirto.id - Pemprov DKI Jakarta resmi menerbitkan Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ) untuk penyandang disabilitas di DKI Jakarta. Kartu itu memungkinkan penyandang disabilitas mendapatkan bantuan dana sosial dan berbagai fasilitas.
Kartu ini merupakan hasil kerja sama Bank DKI dengan Dinas Sosial DKI Jakarta. Pada tahap pertama, Pemprov DKI telah mendistribusikan 7.137 KPDJ dari total 14 ribu kartu.
Para penyandang disabilitas di DKI nantinya menerima bantuan uang Rp300 ribu per bulan, layanan gratis naik Transjakarta di 13 koridor, pangan bersubsidi berupa beras, daging sapi atau ayam, ikan, dan telur, serta menjadi anggota Jakgrosir.
Menurut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan para penerima KPDJ ini diprioritaskan kepada penyandang disabilitas dengan tingkat pendapatan rendah. Mereka ini, kata Anies, adalah yang sudah terdata dalam Basis Data Terpadu (BDT) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
"Itu hasil sensus BPS terkait masyarakat, lalu sensus itu datanya dikoreksi lagi oleh TNP2K dengan Kemensos. Nah, itulah yang akan menerima bantuan," kata Anies saat ditemui di Balai Kota, Selasa (3/9/2019) pagi.
Dipertanyakan
Meski menggunakan data BPS dan bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk kelompok disabilitas, keberadaan kartu ini malah dipertanyakan. Bahrul Fuad, aktivis dan peneliti disabilitas program peduli di The Asia Foundation, adalah salah satunya.
Ia mempertanyakan dasar Pemprov DKI Jakarta menentukan penerima KPDJ ini. "Apa [Pemprov DKI] sudah melakukan kajian dan riset persoalan objektif dan komprehensif para penyandang? Karena begini, tidak semua penyandang disabilitas itu butuh bansos," kata Fuad saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa (3/9/2019) siang.
Pertanyaan Fuad ini didasari tipe dan jenis disabilitas. Menurut dia, penyandang disabilitas itu beragam karena ada kelompok disabilitas yang punya penghasilan layak dan tak tampak mata seperti skizofrenia dan autis.
Ia mencontohkan beberapa nama profesor dan pengajar di Universitas Atmajaya Jakarta dan Universitas Gadjah Mada, yang juga merupakan penyandang disabilitas namun telah mapan dan berkecukupan secara ekonomi.
"Masak iya, mereka butuh bantuan Rp300 ribu per bulan?" katanya.
Masalah utama dalam kebijakan ini, kata Fuad, terletak pada definisi disabilitas yang digunakan Pemprov DKI. Selama ini, menurut dia, Pemprov DKI tak pernah secara gamblang menjelaskan dasar acuan definisi yang mereka pakai.
Ini jadi masalah karena jika merujuk kepada hasil studi BPS, definisi disabilitas mengacu kepada Washington Group dengan SUPAS, padahal Indonesia sebetulnya punya UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. (PDF)
"Belum ada kategori yang ditentukan bersama," kata Fuad.
Mending Perbaiki Fasilitas Publik
Dari definisi tersebut, kata Fuad, Pemprov DKI seharusnya lebih menekankan pada pendataan aktual daripada mengeluarkan kartu. Ia lebih mendukung, Pemprov DKI fokus memperbaiki fasilitas publik ramah difabel.
Sebagai contoh, kata Fuad yang juga penyandang disabilitas, perbaikan sarana transportasi ramah disabilitas. Kata dia, perbaikan itu jelas diperlukan karena para penyandang akhirnya harus mengeluarkan biaya lebih mahal lantaran transportasi umum yang ada tak ramah terhadap mereka.
"Saya enggak apa-apa dapat tiket gratis kereta dan MRT, tapi saya lebih senang saat fasilitasnya diperbaiki menjadi ramah difabel," kata lelaki yang juga pengajar di Departemen Sosiologi FISIP UI ini.
Selain itu, Fuad mengusulkan, Pemprov DKI Jakarta memperbaiki ranah pendidikan dan rekrutmen ketenagakerjaan agar lebih ramah terhadap penyandang disabilitas.
"Nanti teman-teman bisa mandiri dengan sendirinya, kok. Kalau bisa sekolah, kursus, kerja, dia dapat income dan hidup sejahtera, jadi kami tidak butuh bantuan kaya kartu lagi," katanya.
Program Tetap Lanjut
Meski dikritik, Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta, Irmansyah tak mau ambil pusing. Menurut dia, program ini tetap akan berjalan karena Pemprov DKI punya acuan saat membikin kebijakan ini. Acuan tersebut, kata dia, seperti yang disebut Anies di atas: BDT yang dirilis BPS dan UU Nomor 8 Tahun 2016.
Sementara terkait jenis penyandang disabilitas, Irmansyah menjamin, Pemprov DKI berlaku adil dengan mempertimbangkan kelompok disabilitas yang tak terlihat secara fisik. Ini seperti kelompok penyandang tuna grahita--termasuk skizofrenia dan disabilitas mental--.
"Ya tuna grahita atau disabilitas mental termasuk yang didata dan bisa mendaftarkan diri," kata Irmansyah saat dikonfirmasi, Selasa (3/9/2019) sore.
Ia pun meminta keluarga atau penyandang disabilitas dengan tingkat pendapatan rendah segera mendatangi kantor kelurahan untuk mendaftar dan didata.
"Pendaftaran penerima KPDJ hanya dilakukan di kantor kelurahan setempat dan dimulai pada 9 September mendatang. Pendaftaran KPDJ hanya dilakukan di kantor kelurahan berbarengan dengan pendaftaran fakir miskin dan orang tidak mampu," katanya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri