Menuju konten utama

Karena Diberhentikan Secara Hormat, Ahok Dapat Uang Pensiun

Margarito Kamis mengatakan tak ada yang salah dengan pemberhentian Ahok. Sebab, diberhentikannya Ahok bukan didasarkan pada proses hukum yang ia tempuh di pengadilan, melainkan pengunduran diri.

Karena Diberhentikan Secara Hormat, Ahok Dapat Uang Pensiun
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. ANTARA FOTO/Pool/Miftahulhayat.

tirto.id - Rapat Paripurna Istimewa DPRD pada Rabu (31/5/2017) mengumumkan pengunduran Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pengumuman tersebut dilanjutkan dengan pengusulan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Djarot Saiful Hidayat sebagai gubernur definitif Jakarta.

Wakil Ketua DPRD Muhammad Taufik mengatakan, jika tak ada aral usulan tersebut akan diantarkan ke Presiden melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sore ini. Artinya, jika usulan itu disetujui, berakhir sudah status Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Seharusnya hari ini juga, dong. Kita antarkan ke Presiden melalui Kemendagri," ujarnya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (31/5/2017).

Menanggapi hal itu, ahli hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan tak ada yang salah dengan pemberhentian tersebut. Sebab, diberhentikannya Ahok bukan didasarkan pada hasil proses hukum di pengadilan, melainkan pengunduran diri yang ia ajukan.

"Saya dengar Pak Ahok mengundurkan diri. Kalau betul, memang dia bisa diberhentikan. Jadi pengunduran dirinya itu tidak terkait perkara sedang dibanding," ungkapnya saat dihubungi Tirto.

Jika tidak didasari oleh surat pengunduran diri, kata Margarito, maka pemberhentian tersebut dianggap tidak sah lantaran proses hukum Ahok belum berkekuatan hukum tetap.

"Inkracht itu kalau jaksa tidak banding lagi," ucapnya.

Ia juga mengatakan, setelah diberhentikan, maka Ahok akan jadi rakyat biasa. "Ya, sudah selesai. Dia jadi rakyat. Penonton. Sama kaya saya, kamu. Enggak pakai nomor punggung. Kalau dulu, kan, nomor punggungnya ada itu DKI 1," ungkap Margarito.

Ia juga mengatakan bahwa Ahok berhak mendapatkan dana pensiun karena yang bersangkutan berinisiatif mengundurkan diri. "Itu berarti persis seperti yang Tjahjo (Menteri Dalam Negeri) bilang. Bisa dikasih pensiun. Karena dia diberhentikan bukan karena konsekuensi putusan pengadilan."

Apa yang disampaikan Margarito juga dibenarkan oleh Dirjen Otonomi Daerah, Soni Sumarsono. Kepada Tirto, ia mengatakan bahwa Ahok tetap akan mendapatkan dana pensiun karena diberhentikan secara terhormat.

Namun, ia mengaku tak tahu jumlah dana pensiun yang akan diterima Ahok. Kemungkinan, kata dia, dana yang akan diterima tak akan lebih dari sepuluh juta.

"Karena Pak Ahok diberhentikan terhormat, bukan karena OTT (Operasi tangkap Tangan KPK) SK-nya nanti diberhentikan dengan hormat. Jumlahnya saya lupa, yang jelas gak sampe 10 juta," ungkapnya di Balai Kota beberapa waktu lalu.

Ahok Kembalikan Uang BOP

Saat mengajukan surat pengunduran diri pada 23 Mei lalu, Ahok juga mengembalikan biaya penunjang operasionalnya (BOP) sebagai gubernur Jakarta. Uang sebanyak Rp 1.287.096.775 (Rp 1,2 miliar) itu merupakan uang operasional pada bulan Mei 2017.

Pemberian tunjangan operasional tersebut diatur dam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemanfaatan Intensif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Soni Sumarsono mengatakan bahwa pengembalian biaya penunjang operasional wajib dilakukan oleh semua kepala daerah yang mengundurkan diri maupun diberhentikan.

"Jadi Pak Ahok bisa pakai biaya operasionalnya selama posisi dia sebagai gubernur. Misalkan posisinya Pak Ahok itu, kan, mengundurkan di 23 Mei sebagai gubernur dan dia mulai ditahan 12 [Mei]. Ya sejak itu enggak punya hak menggunakan biaya operasional," kata Soni.

Ia menjelaskan uang operasional tersebut nantinya akan digabung dengan yang diterima Djarot Saiful Hidayat. Sebab, hingga pertengahan Oktober 2017, Djarot akan menjabat Gubernur Jakarta tanpa wakil.

Hal itu sesuai dengan Pasal 176 ayat (4) Undang-Undang Pilkada, bahwa pengisian kekosongan jabatan wakil gubernur hanya dapat dilakukan jika sisa masa jabatan kepala daerah lebih dari delapan belas bulan.

"Karena enggak ada wakilnya, ya dapatnya lebih besar. Kerjanya, kan, juga lebih berat. 2 kali lipat," urai Soni.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Djarot Saiful Hidayat enggan berkomentar terkait BOP tersebut. Ia mengatakan ingin lebih fokus dengan program yang harus diselesaikan.

"Ya, kita akan lihat buat apa nanti. Tapi yang penting kita lanjutkan sisa masa kerja jabatan. Apapun yang sudah diprogramkan harus diselesaikan," ujar Djarot.

Baca juga artikel terkait GUBERNUR DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Zen RS