Menuju konten utama

Karaeng Pattingalloang, Raja Pencinta Sains dari Timur

Hasrat yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan tak hanya dominasi para ilmuan. Namun seorang raja juga bisa punya minat yang sama, ia adalah Karaeng Pattingalloang sosok raja di Sulawesi pada abad ke-17.

Karaeng Pattingalloang, Raja Pencinta Sains dari Timur
Ilustrasi Karaeng Pattinggaloang. ILUSTRASI/Fuad

tirto.id - Karaeng Pattingalloang dari Tallo (Makasssar) adalah raja yang tersohor karena rasa ketertarikan yang tinggi pada ilmu pengetahuan dari Barat pada abad ke-17.

Cendikiawan Barat mengakui kecintaan Raja Tallo ini pada ilmu pengetahuan. Sulit menemukan raja-raja di Nusantara yang punya karakter yang sama dengannya. “Karaeng Pattingaloang adalah putra Raja Tallo ke-6, lahir tahun 1600. Nama lengkapnya adalah I Mangadacinna Daeng Sitaba Sultan Mahmud Syah,” tulis Syahruddin Yasen dalam Maestro Dua Puluh Tujuh Karaeng Bugis-Makassar (2008). Saat ini daerah Tallo merupakan wilayah Kota Makassar, daerah ini termasuk daerah dengan etnis berbahasa Makassar.

Menurut William Cummings dalam Making Blood White: Historical Transformations in Early Modern Makassar (2002), ayah Pattingalloang, Karaeng Matoaya alias Sultan Abdullah Awalul Islam adalah Raja Islam pertama Tallo yang juga tertarik pada ilmu pengetahuan. Karaeng Matoaya bersama Sultan Gowa, tetangga langsung Tallo, menjadikan Gowa-Tallo sebagai kekuatan penting di jazirah Sulawesi Selatan. Persekutuan Gowa-Tallo itu dikenal juga sebagai Makassar, di mana Sultan Alaudin dari Gowa menjadi rajanya dan Karaeng Matoaya dari Tallo sebagai Mangkubumi yang mengurusi segala urusan.

“Karaeng Pattingalloang juga ikut menggantikan ayahnya sebagai Mangkubumi kerajaan federasi itu, tulis Anthony Reid dalam A History of Southeast Asia: Critical Crossroads (2015). Dia dikenal juga sebagai 'Renaissance Man'. Di bidang pemerintahan di Makassar, menurut Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Batas-batas Pembaratan (1996), “Karaeng Pattingalloang adalah Perdana Menteri dan penasihat utama Sultan Muhammad Said (1639-1653), yang masa pemerintahannya kurang lebih bertepatan dengan masa dengan keemasan kesultanan itu.”

Di Makassar urusan berniaga dan yang berhubungan dengan pedagang-pedagang asing dari Eropa. Dari hubungan dagang ini, ilmu pengetahuan dari Barat dikenal Bangsawan Makassar ini. Menurut Lombard, Makassar dulu sempat menjadi daerah transit rempah-rempah dari Maluku sebelum dijual ke pedagang-pedagang Eropa.

“Dia sendiri adalah salah seorang di antara pedagang terbesar negeri itu, yang tentu saja berniaga dengan Maluku [….] dengan orang Portugis,” tulis Lombard.

Pergaulan dengan orang-orang Portugis itu membuatnya menguasai bahasa Portugis. Seorang pastur bernama Alexandre de Rhodes, seperti dikutip Lombard, mengaku “jika kita mendengar omongannya tanpa melihat orangnya, pasti kita mengira bahwa dia adalah orang Portugis sejati, karena ia berbahasa orang Portugis sama fasihnya dengan orang Lisbon.”

Selain Portugis, tapi juga bahasa Spanyol dan juga bahasa Latin. Bahasa terakhir, adalah bahasa penting untuk mempelajari ilmu pengetahuan klasik Eropa. Lebih lanjut, sang pastur menyebut, Karaeng telah “menguasai dengan baik jalur itu, dan telah membaca raja-raja kita di Eropa dengan keingintahuan yang besar.”

infografik karaeng pattingalloang

Selain penguasaan bahasa asing negeri latin, Pattingalloang sang “Priagung itu telah belajar bahasa latin, Spanyol dan Portugis serta memiliki perpustakaan yang luar biasa, dengan koleksi buku dan atlas Eropa.” Bahkan Karaeng bahkan memesan bola dunia (globe).

“Bola dunia itu, perusahaan Hindia Timur mengirimkannya ke rumah Pattingalloang Agung. Yang otaknya menyelidik ke mana-mana. Menganggap dunia seutuhnya terlalu kecil. Kami berharap tongkat kekuasaannya memanjang. Dan mencapai kutub satu dan yang lain. Agar keuzuran waktu hanya melapukkan tembaga itu, bukan persahabatan kita,” tulis penyair besar Vondel.

Dia tak hanya pernah pesan bola dunia ukuran besar, atlas dan buku. Namun setidaknya juga peta, teropong untuk mengobati rasa penasarannya pada dunia yang luas. Isi perpustakaannya, tak hanya untuk jadi hiasan. Ia selalu membawa buku-buku karya penulis Barat. “Khususnya buku-buku mengenai matematika, tentang mana ia sangat ahli dan begitu besar cintanya kepada setiap bagian ilmu ini, sehingga mengerjakannya siang malam.”

Menurut catatan Lombard, dalam surat tanggal 3 Agustus 1641 raja ini minta dikirimi lonceng besar seberat 4 hingga 5 pikul. Suratnya pada 4 Juni 1648 kepada Gubernur Jenderal VOC “ia mengharapkan menerima sepasang unta jantan dan betina. Untuk pesanan-pesanan itu Karaeng Pattingalloang siap membayar semuanya, bukan minta gratis. Ketika pesanan bola dunia tiba, ternyata tak hanya bola dunia saja yang dia pesan.

“Karaeng Patingaloang senang memelihara badak, kuda nil, jerapah, unta, kuda Arab dan kuda Eropa, berbagai jenis antilope, zebra, dan anoa” Menurut buku biografi ayah dari penyanyi Andi Meriam Mattalata, Andi Mattalata, yang berjudul Meniti Siri Dan Harga Diri: Catatan Dan Kenangan (2003). Menurut Lombard, dari “keingintahuannya yang ensiklopedis itu, kita mendapat keterangan tidak langsung berkat pesanan-pesanan rariteiten (benda-benda langka)” yang dimintanya.

Meski cinta pada ilmu pengetahuan Barat, Karaeng Pattingalloang, punya pendirian sendiri soal agama. Menurut Lombard, Alexandre de Rhodes nampaknya pernah berusaha mengkristenkan Pattingalloang, tapi sia-sia. Menurut catatan Leonard Andaya dalam The Heritage of Arung Palakka (2013), Pattingalloang adalah pernah menampung Arung Palaka muda setelah Bone dikuasai Gowa.

Setelah Karaeng Pattingalloang meninggal dunia di tahun 1654, putranya Karaeng Karunrung jadi penggantinya, yang dikenal anti-Belanda. Setelah kematian Pattingalloang, pamor Makassar meredup karena dikalahkan VOC dan dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 1669, ketika federasi Makassar dipimpin Sultan Hasanuddin—nama yang belakangan jadi nama Universitas di Sulawesi Selatan.

Entah mengapa, universitas di Sulawesi Selatan atau yang terpandang di Indonesia Timur itu tak dinamai dari seorang raja yang sangat cinta pada ilmu pengetahuan ini? Apakah banyak orang-orang yang belum kenal siapa itu Karaeng Pattingalloang yang begitu tinggi rasa ingin tahu dan cintanya pada ilmu pengetahun?

Baca juga artikel terkait SULAWESI SELATAN atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Suhendra