tirto.id - Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Wuryanto mengaku tidak tahu soal adanya keterlibatan militer dalam kasus transfer dana hingga 1,4 miliar dollar Amerika Serikat atau setara Rp18,8 triliun dari Inggris ke Singapura.
"Kami belum tahu ada informasi itu," kata Wuryanto di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (10/10/2017).
Wuryanto mengingatkan, kasus tersebut muncul dari media, oleh karena itu, sebaiknya mengonfirmasi kembali kepada pihak yang menyampaikan informasi. Wuryanto pun mengembalikan kasus tersebut kepada Dirjen Pajak dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan).
Sebelumnya, regulator di Eropa dan Asia sedang melakukan investigasi terhadap Standard Chartered Plc atas transfer dana milik nasabah khusus sebesar 1,4 miliar dollar AS atau sebesar Rp18,8 triliun dari wilayah Guernsey, Inggris ke Singapura melalui bank Standard Chartered. Berdasarkan laporan Bloomberg, transfer dilakukan akhir tahun 2015.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ken Dwijugiasteadi membenarkan bahwa transfer dana tersebut dilakukan oleh WNI. Namun, besaran dana Rp18,8 T itu merupakan akumulasi aset milik sebanyak 81 individu, bukan berasal dari satu orang saja sebagaimana santer diberitakan sebelumnya.
“Jadi bukan [dilakukan] satu orang ya. Setelah dilakukan penelitian, diketahui 62 orang telah mengikuti tax amnesty [program pengampunan pajak]. Saat ini sedang didalami data tersebut, dan kami terus berkoordinasi dengan PPATK [Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan],” kata Ken dalam jumpa pers di kantornya pada Senin (9/10) malam.
Ken pun menampik apabila ke-81 individu tersebut memiliki keterkaitan dalam urusan militer. Menurut Ken, transfer dana yang ditemukan murni karena masalah perpajakan, dan tidak terkait dengan transaksi bisnis lain seperti halnya pembelian senjata.
“Dari hasil analisis PPATK, mereka disebutkan bukan menghindar, tapi takut dengan pajak. Kami akan lihat dulu, apakah uang itu sudah dipajaki atau belum. Kalau belum, kami akan tindaklanjuti sesuai perundang-undangan,” ucap Ken lagi.
Adapun sesuai ketentuan perundang-undangan tersebut, sanksi yang bisa dikenakan apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran bermacam-macam bentuknya. Di antaranya adalah penyidikan, serta tidak menutup kemungkinan dilanjutkan ke tindak pidana.
“Tapi pidana perpajakan ya. Untuk pidana lain bukan wewenang saya,” ungkap Ken.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dipna Videlia Putsanra