tirto.id - Kapal bersejarah milik Greenpeace, Rainbow Warrior (RW) akan segera mengakhiri kunjungannya di Indonesia sekitar hari Senin (7/5/2018) mendatang setelah mengunjungi Karimunjawa. Juru Bicara Greenpeace Indonesia, Rahma Shofiana mengaku, salah satu misi penting kapal RW adalah mempertegas penolakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Bali.
Hal ini dikatakan Rahma kepada Tirto pada Selasa (1/5/2018). Rahma menegaskan, PLTU Celukan Bawang yang hendak dibangun di kawasan Buleleng, Bali, tidak masuk dalam Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Nasional 2017-2026 dan Rencana Ketenagalistrikan Daerah Bali.
Selain itu, Rahma mengklaim bahwa persediaan listrik di kawasan Jawa dan Bali selama ini mencukupi. Peningkatan konsumsi batu bara oleh PLTU Celukan Bawang yang rencananya berkapasitas 2x330 Megawatt akan terbuang dengan sia-sia. “Pertanyaannya, kalau ini dibangun akan ada supply listrik sekitar 71 persen. Ini untuk siapa?” kata Rahma.
Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir pada November 2017 silam pernah membuat pernyataan bahwa ada 40 persen cadangan listrik PLN yang tidak digunakan. Ia justru mengharapkan, masyarakat bisa memanfaatkan cadangan listrik PLN yang tidak terpakai.
“Bali dan Jawa sebenarnya sudah surplus secara supply listrik,” tegasnya lagi. “Suku cadang kita sudah sekitar 30 persen.”
Penggunaan PLTU yang menggunakan energi pembakaran batu bara dinilai tidak baik bagi iklim Indonesia sendiri. Cina dan India sebagai negara berkembang juga telah meninggalkan sistem PLTU yang menggunakan energi batu bara secara besar-besaran. Cina hendak menekan penggunaan batu bara untuk menekan polusi dan beralih ke Pembangkit Listrik Tenaga Surya.
Di Bali, Rahma menyatakan tidak mustahil untuk menghasilkan listrik dengan bantuan PLTS tanpa harus mengandalkan PLTU. Dalam skema penghitungan yang dilakukan Greenpeace, dengan adanya panel tenaga surya yang tersebar di 60 persen Pulau Bali, maka seluruh listrik Pulau Dewata tersebut dapat dipenuhi.
“Memang betul mahal, investasi untuk instalasi energi terbarukan memang mahal, tapi di satu sisi tidak ada biaya lingkungan, tidak ada biaya kesehatan yang harus kita tanggung hanya untuk menghasilkan listrik,” kata Rahma.
“Masalahnya hanya pada biaya dan regulasi yang tidak mendukung itu," tambahnya.
Kapal Rainbow Warrior di Karimunjawa
Kapal Greenpeace bernama Rainbow Warrior akan mengakhiri turnya selama sekitar 2 bulan di Pulau Karimunjawa, Jawa Tengah. Kunjungan Rainbow Warrior pada 2018 kali ini lagi-lagi membahas pentingnya perlindungan terhadap terumbu karang dan masalah pembangkit listrik yang menggunakan batu bara.
Rainbow Warrior merupakan kapal teranyar Greenpeace yang lahir pada Oktober 2011 silam. Rainbow Warrior ini merupakan generasi ketiga, setelah 2 kapal pendahulunya dipensiunkan. Generasi pendahulunya belum pernah menjamah Indonesia, tapi RW generasi 3 pernah mampir ke Indonesia pada 2013 lalu dengan misi yang mirip. Kali ini Karimunjawa menjadi destinasi akhirnya.
“Kami mendokumentasikan keindahan di Karimunjawa, terutama keindahan bawah laut dan mengenal kehidupan nelayan di sekitar Karimunjawa serta mengenal lembaga swadaya masyarakat setempat soal isu-isu lingkungan lainnya,” jelas Juru Bicara Greenpeace Indonesia, Rahma Shofiana kepada tirto hari Selasa (1/5/2018).
RW berangkat dari Jakarta pada siang hari (Senin, 30/4/2018) menuju Karimunjawa dan diperkirakan akan menepi hingga hari Senin (7/5/2018). “Setelah dari Karimunjawa, nanti mereka akan kembali mengelilingi negara lain,” tegas Rahma.
Kapal RW berkeliling tanpa pernah berhenti sepanjang tahun. Jika berhenti dalam jangka waktu lama, biasanya RW hanya menepi di Amsterdam, Belanda. Tujuannya adalah untuk perbaikan bagian kapal yang mungkin sudah rusak parah dan tak bisa melaju.
Sebelum ke Indonesia pada awal Maret lalu, sepanjang 2018 kapal RW telah mampir ke Hong Kong dan Filipina. RW masuk ke Indonesia melalui Manokwari dan bertolak menuju Raja Ampat. Tempat wisata di Papua Barat tersebut dipilih menjadi daerah kunjungan pertama RW karena merupakan daerah konservasi yang sesuai bagi pelestarian laut.
“Di Papua kemarin kami menyoroti pembabatan hutan dan konservasi laut [mengingat] status Raja Ampat sebagai kawasan konservasi laut daerah. Itu wewenang ada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kami emang lebih ingin support kebijakan ini. Kami ingin mengatakan lautan yang diperlukan di Indonesia adalah laut-laut yang seperti ini,” ujar Rahma.
Menurut Rahma, kawasan Raja Ampat terbilang contoh yang baik untuk perawatan tempat wisata. Ketika Menteri KKP, Susi Pudjiastuti mendatangi kapal RW di Sorong, Rahma mengaku Greenpeace sudah menegaskan agar sistem konservasi di Raja Ampat tidak dirusak. "Laut di Raja Ampat bersih dari bentuk sampah plastik."
Setelah dari Raja Ampat, kapal RW berlabuh di Bali. Pulau Dewata ini dianggap sebagai contoh kebalikan dari Raja Ampat. Kawasan perairan di Bali yang mendulang lebih dari ratusan wisatawan setiap tahunnya menyisakan banyak sampah plastik yang tak terurus. “Bali dikepung oleh sampah plastik,” tandasnya.
“Di Bali nih unik. Semakin pesatnya industri pariwisata di Bali kok timbunan sampahnya semakin besar? Kami di sana kerja sama bareng komunitas sampah di Bali. Ini menjadi sorotan kami bahwa pemerintah harus membuat regulasi yang mengurangi dampak wisata di Bali,” katanya lagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri