tirto.id - Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa 1960-an sekaligus pendiri Mahasiswa Pecinta Alam UI, pernah menulis bait yang kemudian banyak dikutip para pendaki gunung. "Patriotisme," katanya, "tidak mungkin tumbuh dari hipokrasi dan slogan-slogan. Seseorang hanya akan mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat dilakukan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat."
Sama seperti Gie, Gombloh banyak menciptakan lagunya dengan cara mengembara. Ia adalah satu dari sedikit sekali musisi sekaligus trubadur, sang pengelana. Lagu-lagu dengan kandungan rasa cinta terhadap bangsa lahir dari pengembaraannya. Tidak hanya lagu yang patriotik, tapi juga lagu dengan cerita sosial masyarakat kelas bawah.
Gombloh lahir di Jombang pada 14 Juli 1948 sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Nama aslinya Soedjarwoto Soemarsono. Tapi sang ayah memanggilnya "Gombloh". Arti kata itu, ujar Gombloh suatu ketika, adalah "tolol" atau "bodoh sekali".
Tapi Gombloh jelas tidak bodoh. Ia berhasil menyelesaikan sekolah di SMA 5 Surabaya yang dikenal sebagai sekolah favorit. Selepas SMA, Gombloh juga berhasil masuk ke jurusan Arsitektur, Institut Teknik Sepuluh Nopember. Namun kuliah yang sudah dijalaninya selama dua tahun itu tak selesai.
Baca juga: Kejarlah (Ilmu) Rock Setinggi Mungkin
Seniman yang Menyelami Denyut Nadi Rakyat
Cabut dari bangku kuliah, ia lantas memilih jalan sebagai seniman. Gombloh sempat kabur ke Bali dan hidup menjadi seorang bohemian. Meski kemudian ia dikenal sebagai penyanyi solo, album pertamanya justru lahir saat ia berada di kelompok Gombloh & Lemon Tree's Anno '69.
Mereka merilis album perdana Nadia & Atmospheer (1978) yang diproduksi Indra Record dan Golden Hand. Di album itu, Gombloh memainkan gitar akustik, gitar senar 12, tabla, konga, drum, dan gitar bass. Ia juga bernyanyi dan membuat lagu. Personel lainnya adalah Wisnu Padma (piano, synth, organ, dan instrumen gesek), Gatot (gitar), Tuche (gitar bass), Totok (drum).
Di album itu, ada lagu berjudul "Lepen", singkatan dari Lelucon Pendek. Dalam lagu tersebut, tampak sekali bagaimana humorisnya Gombloh. Juga betapa ia adalah seorang pencerita kisah tragis yang ulung. Ia berkisah tentang pria yang jatuh cinta, berusaha ngapel dengan sisa tiga batang rokok dan sepatu Kickers loak. Apa daya, yang keluar adalah "bapaknya, dengan muka ditekuk persis kayak onta." Lagu ini juga melahirkan idiom yang masih populer hingga saat ini: "kalau cinta melekat, tai kucing rasa cokelat".
Total ada 10 album yang dibuat oleh Gombloh & Lemon Tree's. Yang paling populer adalah Kebyar Kebyar (1979) dan Berita Cuaca (1982). Di album Kebyar Kebyar, ada lagu berjudul sama yang berumur panjang. Ia menjadi salah lagu identitas Gombloh yang terus dinyanyikan dan direproduksi, termasuk hasil daur ulang yang amat buruk oleh Arkarna pada 2015 silam. Pada 2009, Rolling Stone Indonesia memasukkan "Kebyar Kebyar" dalam senarai 150 Lagu Indonesia Terbaik.
Sedangkan Berita Cuaca juga melahirkan hits berjudul sama. Pada 1998, lagu itu dibuat ulang oleh band rock Surabaya, Boomerang, dan masuk ke dalam album Segitiga. Pada 2009, Rolling Stone Indonesia menempatkan "Berita Cuaca" di peringkat 98 dalam 150 Lagu Indonesia Terbaik.
"Berita Cuaca" kembali menegaskan Gombloh sebagai musisi yang mencipta lirik dari pengamatan terhadap kehidupan Indonesia dari dekat. Sebagai penulis lirik, ia bisa meramu nostalgia dengan kondisi terkini, lengkap dengan kritik—atau kenelangsaan—yang tersembunyi. Diksi yang dipakai juga kerap tak umum, misalkan penggunaan istilah "kartaraharja".