Menuju konten utama

Kala Sang Jenderal Pensiun

Ada tiga dunia yang paling menarik bagi purnawirawan jenderal yang sudah memasuki usia pensiun. Ketiga dunia itu adalah dunia politik, bisnis, dan olahraga.

Kala Sang Jenderal Pensiun
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Komite Pemilihan PSSI Agum Gumelar usai menyerahkan berkas pendaftaran bakal calon Ketum PSSI di Jakarta. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Mengikuti jejak George Toisutta ketika masih jadi Kepala Staf Angkatan Darat, Moeldoko yang sudah pensiun sebagai Panglima TNI pun mencalonkan diri menjadi Ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Beberapa tahun terakhir, jabatan Ketua PSSI tak kalah prestisius dengan ketua umum partai. Maka tak mengherankan jika kedua jenderal itu mengincar posisi Ketua Umum PSSI.

Jabatan dalam sebuah organisasi merupakan pengisi kesibukan para jenderal yang sudah tidak aktif. Selain terjun di organisasi, mereka juga bisa terjun ke dunia politik atau bisnis. Selain untuk mengisi waktu kosong setelah pensiun, mereka juga bisa mendapatkan pemasukan dari kesibukannya setelah tak lagi aktif.

Terjun ke Politik

Jenderal-jenderal tidak aktif yang terjun ke dunia politik bukan hal yang baru. Pada zaman dahulu, ada partai politik yang didukung oleh Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Pemrakarsa partai ini adalah Kolonel Gatot Subroto, Kolonel Azis Saleh, dan Kolonel Abdul Haris Nasution. Ketika itu, tentara masih boleh ikut Pemilu. Ketika partai ini berdiri, Nasution sedang dinonaktifkan dari Angkatan Darat. Melihat para pemprakarsa dan pendukung partai yang kebanyakan bekas pejuang revolusi, tentu saja partai ini cukup diperhitungkan. Pada Pemilihan Umum 1955, partai ini hanya memperoleh 1,43 persen suara saja. Partai ini tidak lagi eksis sekarang.

Di masa Orde Baru, mantan militer kebanyakan justru bergabung dengan Golongan Karya (Golkar). Ali Murtopo dianggap salah satu pendiri Golkar. Mantan-mantan jenderal seperti Djuhartono, Suprapto Sukowati dan Sudharmono pernah jadi Ketua. Hingga kini, Golkar menjadi wadah bagi pada mantan jenderal yang berpolitik. Di antara mantan jenderal itu, seringkali hanya sebentar di Golkar. Ada juga jenderal yang pernah merapat ke Golkar yang membangun partai baru atau diambil partai lain setelah reformasi.

Mantan Menteri Pertahanan/Panglima ABRI Edi Sudradjat mendirikan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) pada 1999. Edi mendirikan partai itu karena kecewa dengan Golkar yang tidak aktif dalam reformasi. Saat ini, kepemimpinan PKPI berada di tangan Hendropriyono. Mantan jenderal yang pernah berdinas di Kopassus juga. Sebelum diangkat menjadi Kepala Badan Intelejen Negara, Sutiyoso, mantan Jenderal dari Kopassus juga, pernah jadi Ketua Umum PKPI. Dewan penasihat partai ini adalah Try Sutrisno, jenderal yang pernah jadi Wakil Presiden. Jenderal lain di partai ini adalah Yusuf Kartanegara.

Jenderal jebolan Golkar yang lain, Prabowo Subianto belakangan mendirikan partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Moeldoko, Yogi Magyo Yusuf, dan Chaerawan Musyirawan bergabung juga disitu. Rival Prabowo, Wiranto, juga mendirikan partai. Wiranto memimpin partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Fachrul Razi, Bernard Kent Sondakh, Subagyo Hadi Siswoyo, Chaeruddin Ismail, Suadi Marasabessy, Budhy Santoso, dan Ary Mardjono bergabung dengan partai ini.

Dahulu, tak lama setelah reformasi ada mantan KSAD, R. Hartono yang terjun ke dunia politik. Bersama dengan Siti Hardiyanti Rukmana pernah membangun Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). Di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), terdapat purnawirawan jenderal juga. Ketua DPP PDIP dijabat oleh TB Hasanudin. Selain jabatan partai dia juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mantan jenderal adalah Sidarto Danusubroto, Letjen Pol (Purn) Muhammad Nurdin, Tri Tamtomo dan Adang Ruchiatna. Dari Partai Demokrat, setidaknya ada nama Susilo Bambang Yudhoyono, dan iparnya Pramono Edhie Wibowo.

Dalam dunia politik Indonesia, kehadiran para mantan jenderal pun dianggap penting. Setidaknya, ketika hendak diusung sebagai calon presiden pada 2014, Joko Widodo juga didukung 22 mantan jenderal. Meskipun tidak ada ketentuan harus adanya dukungan jenderal untuk menjadi presiden. Namun, dukungan jenderal di mata publik dianggap sebagai kekuatan. Meski tak punya komando di pasukan lagi, mantan Jenderal tetap dianggap "sakti" di mata publik.

Di antara para mantan jenderal itu, ada yang pernah dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai Presiden atau Wakil Presiden. Mulai dari Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono, Prabowo Subianto, Pramono Edhi Wibowo, Djoko Suyanto, Endriyarto Sutarto. Namun, dari nama-nama itu yang lain sukses menjadi presiden hanya SBY saja.

Jadi Komisaris Atau Ketua Organisasi Olahraga

Tak hanya di bidang politik, “kesaktian” mantan jenderal juga terlihat di dunia bisnis. Beberapa perusahaan besar bahkan mempekerjakan Jenderal sebagai komisaris. Baik perusahaan milik negara maupun swasta. Dunia bisnis tentu lebih basah ketimbang dunia politik. Endriarto Sutarto, misalnya, dia adalah komisaris utama Bank Pundi, Djoko Suyanto yang menjadi Presiden Komisaris PT Chttandra Asri Petrochemical, Agus Suhartono juga Presiden Komisaris PT Tambang Batubara Bukit Asam, Fachrul Razi adalah Presiden Komisaris Central Proteina Prima dan PT Antam, lalu Suroyo Bimantoro dan Hendropiryono adalah komisaris Carrefour Indonesia. Ada Luhut Panjaitan sebagai pemegang saham dan pendiri Toba Sejahtera.

Ketika menjalani masa pensiun, sekitar usia 50an tahun, usia mereka masih produktif. Pengaruh dan kolega mereka juga banyak. Selain itu, ketika pensiun kebutuhan hidup dianggap tak sebanding dengan jumlah uang pensiun mereka. Akhirnya, ketika mereka diajak masuk ke dunia bisnis tak dilewatkan. Apalagi di dunia bisnis mendapat posisi strategis. Fachrul Razi mengaku para purnawirawan butuh tambahan.

“Ya pertama memang cari aktivitas. Kalau kita tak ada aktivitas, pasti kesehatan turun. Cepat pikun. Di pihak lain, kan pensiun tentara itu kecil. Jadi harus cari tambahanlah,” kata Fachrul Razi kepada tirto.id, pada Kamis (21/7/2016). Besaran uang pensiun yang diterima Fachrul Razi, awal-awal pensiun dia masih menerima Rp3 jutaan. Belakangan naik menjadi Rp4,5 jutaan. Menurutnya jadi tentara tak akan kaya dan harus bertaruh nyawa juga. Begitu tua pensiun tak seberapa.

Selain terjun ke dunia bisnis atau politik, banyak purnawirawan jenderal yang terjun ke dunia olahraga juga. Biasanya menjadi Pembina atau Pengurus organisasi olahraga nasional. Di antaranya adalah pembina dan pimpinan organisasi olahraga beladiri. Misalkan Marciano Norman saat ini menjabat Ketua Pengurus Besar Taekwondo Indonesia (PBTI), sebelum Prabowo Subianto posisi ketua Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI) dipegang Eddie Nalapraya, mendiang Andi Muhammad Ghalib, mantan jaksa agung dan duta besar di India, pernah menjadi Ketua Persatuan Gulat Seluruh Indonesia (PGSI), Goerge Toisutta menjadi Ketua Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI). Di masa sebelumnya ada Wismoyo Arismunandar yang menjadi Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Baca juga artikel terkait PURNAWIRAWAN atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti