Menuju konten utama

Jual Beli Akun Taksi Online: Awas Nomor Mobil & ID Driver Tak Sama!

Penangkapan Angrizal Noviandi dalam kasus pencabulan di taksi online membuka tabir modus jual beli akun sopir taksi online.

Jual Beli Akun Taksi Online: Awas Nomor Mobil & ID Driver Tak Sama!
Illustrasi aturan supir online. REUTERS

tirto.id - Polisi menangkap Angrizal Noviandi, seorang pengemudi taksi online di Bekasi, Jawa Barat, Selasa 13 Februari 2018. Angrizal dicokok lantaran mencabuli penumpangnya saat perjalanan menuju Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.

Insiden penangkapan Angrizal juga membuka tabir jual beli akun sopir taksi online, lantaran akun pengemudi salah satu perusahaan ride sharing yang digunakan Angrizal dibeli dari orang lain. Bagaimana jual beli akun ini terjadi di lingkaran pengemudi taksi online?

Tirto mencoba menanyakan praktik jual beli ini kepada sejumlah sopir taksi online. Ian, 30 tahun, pengemudi Go-Car mengaku belum pernah menemukan praktik jual beli ini selama satu tahun menjadi driver. Namun, Ian mengaku kerap mendengar ada jual beli akun pengemudi. Pria yang tinggal di Jakarta Selatan itu menyebut jual beli ini merupakan hal wajar.

“Sebetulnya memang enggak boleh, tapi kalau enggak ada yang dirugikan, sah-sah saja," ucap Ian saat saya temui di sela-sela unjuk rasa pengemudi taksi online di Jakarta Pusat, Rabu (14/02/2018).

Selama satu tahun menjadi pengemudi, Ian mengaku tidak pernah meminjamkan akunnya kepada orang lain. Bila mobil Grand Livina yang ia gunakan sedang bermasalah, Ian menyebut dirinya terpaksa meminjam mobil saudaranya sembari minta maaf kepada penumpang atas perbedaan nomor kendaraan.

“Daripada saya enggak narik,” ucap Ian.

Ia menyebut, celah jual beli ini mungkin terjadi lantaran banyak akun driver yang ditangguhkan (suspend) perusahaan mitra karena dilaporkan penumpang akibat pelayanan yang tak sesuai. Suspend diduga membuat sejumlah pengemudi mencari cara pintas buat kembali beroperasi dengan membeli akun.

“Mungkin sebagian sudah kena suspend, jadi cari aplikasi lain atau [cara lain] dari temen-temennya," kata Ian.

Cerita mirip-mirip juga disampaikan oleh Kasidi, 50 tahun, yang sudah dua tahun menjadi pengemudi GrabCar. Selama waktu itu, Kasidi juga mengatakan tak pernah mendengar jual beli akun, yang ia dengar hanya praktik pinjam meminjam akun.

“Misalnya ada yang mau narik, ya sudah ini narik mobil saya pakai akun saya. Sehari dua hari itu aja. Biasanya nanti nyetor sesuai kesepakatan. Tapi saya enggak pernah kayak gitu," ucap Kasidi di lokasi yang sama.

Berbeda dengan Ian dan Kasidi, driver lain berinisial HA menerangkan praktik jual beli itu lazim terjadi di kalangan pengemudi. HA sudah dua tahun menjadi driver GrabCar, selama waktu itu HA mengetahui sejumlah temannya membeli akun dari orang lain.

“Di luaran memang ada, karena enggak semua driver punya akun asli. Mungkin [karena] di-suspend, jadi mereka mau enggak mau beli akun di luar,” kata HA.

HA tak menjelaskan lebih lanjut siapa pihak luar yang dimaksud. Ia mengklaim tak tahu apakah pihak luar merupakan sindikat atau orang per orang, sebab ia hanya tahu pihak penjual memasang harga ratusan ribu rupiah hingga satu juta rupiah untuk satu akun.

“Ada yang Rp 400 ribu, Rp 500 ribu sampai Rp1 juta. Biasanya Akun yang bisa masuk di bandara itu mahal," ucap HA. “Katanya sudah ketahuan pihak Grab,"ucap HA.

Respons Perusahaan

Tirto mencoba menghubungi manajemen Go-Car melalui Rindu Ragilia, PR Manager GO-JEK Indonesia, tapi tak mendapat respons. Namun, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata berhasil kami hubungi, dan memberi tanggapan. Menurut Ridzki, Grab Indonesia belum menemukan bukti ataupun laporan terkait praktik jual beli akun.

“Kalau pun itu terjadi, kami akan suspend,” ucap Ridzki.

Sejauh ini, Ridzki mengakui, tidak ada keterangan yang jelas apakah akun yang dipakai driver resmi atau tidak. Grab Indonesia hanya menuliskan dalam laman help.grab.com “Penumpang dapat membatalkan pesanannya dan melaporkan jika ada kejanggalan dari taksi yang dipesan.”

“Kami menganjurkan penumpang membatalkan pesanan jika data atau informasi mitra pengemudi yang menjemput berbeda dengan pemesanan pada aplikasi dan sampaikan pada kami,” kata Ridzki.

Ridzki menerangkan Grab memiliki tim Operational Risk (Oprisk) yang menangani adanya kasus-kasus yang berpotensi merugikan konsumen dan menurunkan kepercayaan penumpang kepada perusahaan. Dia mengklaim Grab tidak akan mentoleransi kecurangan sehingga tidak segan melakukan pemutusan mitra jika terjadi pelanggaran seperti adanya jual beli akun.

“Paling banter akan ada pemutusan hubungan kemitraan," kata Ridzki menegaskan.

Rugikan Konsumen

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan praktik jual beli akun merugikan masyarakat dan membuktikan operator taksi online kurang sigap.

“Ini menunjukkan operator itu tidak punya standar untuk mendeteksi palsu atau tidak. Yang jelas masalah seperti ini sangat merugikan konsumen," ucap Tulus.

Tulus menyitir pasal 4 Poin a Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam pasal itu tertulis hak konsumen adalah Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.

“Kalau ada apa-apa kepada penumpang nanti siapa yang bertanggungjawab?” ucap Tulus.

Kekhawatiran Tulus berkorelasi dengan temuan tim Tirto, setidaknya ada sekitar tujuh kasus pelanggaran yang masuk ke dalam ranah pidana yang melibatkan mitra dari aplikasi taksi online sepanjang 2017 hingga pertengahan Februari 2018. Salah satunya adalah pelecehan seksual yang dilakukan driver taksi online bernama Angrizal.

Pada Juli 2017, pengemudi GrabCar diamankan aparat karena berusaha memperkosa penumpangnya di Sulawesi Selatan. Pelaku bernama Dicky itu berusaha untuk meremas bagian dada penumpangnya dan memaksa korban memeluknya.

Tulus menyebut, konsumen atau pengguna layanan taksi online bisa menggugat operator penyedia layanan karena di pasal yang sama pada poin c tertulis jika konsumen mendapat hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

“Itu bisa digugat karena ada pemalsuan," kata Tulus menegaskan.

Selain aspek perlindungan konsumen, ada jerat hukum lain yaitu pidana, KUHP juga telah mengatur soal hukuman bagi perbuatan cabul.

Para konsumen memang harus jeli dan selalu waspada saat menggunakan layanan apapun termasuk jasa taksi online, mencocokkan identitas driver dengan nomor kendaraan pada aplikasi setidaknya salah satu cara untuk menghindari dari masalah yang tak dikehendaki.

Infografik Current Issue Kriminalitas Taksi Online

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Mufti Sholih