Menuju konten utama

JPU Tuntut Irman Gusman Diganjar Tujuh Tahun Penjara

JPU KPK menuntut kepada majelis hakim menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada Irman Gusman. Selain itu JPU minta hak politik Irman dicabut.

JPU Tuntut Irman Gusman Diganjar Tujuh Tahun Penjara
Terdakwa kasus dugaan suap impor gula, Irman Gusman (kedua kanan) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman diganjar tujuh tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima Rp100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya. Tuntutan ini disampaikan JPU dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (1/2/2017).

Menurut Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Arif Suhermanto tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf b No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain tuntutan pidana penjara, JPU meminta hak politik Irman Gusman dicabut.

"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa Irman Gusman berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah terdakwa Irman Gusman selesai menjalani pidana pokoknya," tambah Arif.

Menurut JPU pencabutan hak politik itu dimaksudkan guna melindungi publik dari fakta, informasi, persepsi yang salah dari calon pemimpin yaitu kemungkinan publik salah pilih kembali.

"Sehubungan dengan kedudukan terdakwa Irman Gusman pada saat melakukan tindak pidana korupsi adalah anggota/ketua DPD yang dipilih langsung oleh rakyat di daerah pemilihan Sumatera Barat tentu masyarakat memiliki harapan besar agar terdakwa berperan aktif dalam upaya pembebasan Indonesia dari korupsi," tambah Arif.

Kedudukan Irman sebagai Ketua DPD adalah jabatan strategis dalam sistem politik Indonesia, maka perbuatan terdakwa bukan saja mencederai tatanan demokrasi yang sedang dibangun tapi juga semakin memperbesar 'public distrust' (ketidakpercayaan publik) kepada lembaga negara yang terhormat.

"Hal yang memberatkan, terdakwa menggunakan pengaruh kekuasaannya sebagai anggota DPD dan ketua DPD untuk melakukan kejahatan, terdakwa menyalahgunakan kewajiban yang diberikan kepadanya untuk melakukan kejahatan, motif kejahatan adalah untuk memperoleh kekayaan untuk diri sendiri, keluarga dan orang lain dengan memanfaatkan jabatannya, terdakwa tidak mengakui perbuatan," ungkap Arif.

Baca juga artikel terkait KASUS KUOTA IMPOR GULA

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH