Menuju konten utama

Joshua Suherman & Profesi Komika yang Rentan Menuai Protes

Lewat leluconnya, komedian rentan mendapat protes dari sejumlah pihak. Hal ini tak hanya terjadi di Indonesia

Joshua Suherman & Profesi Komika yang Rentan Menuai Protes
Joshua Suherman tampil sebagai stand up comedian. Instagram/ @jojosuherman

tirto.id - Achmad Budi Prayoga, pengacara pelawak tunggal Joshua Suherman, sudah bersiap diri bila polisi memanggilnya. Awal minggu ini, Joshua datang pada Achmad, pengacara yang bernaung dalam komunitas GP Anshor, untuk meminta perlindungan.

Joshua mendapat kabar bahwa Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) hendak melaporkannya ke polisi lantaran dianggap menghina agama Islam lewat ungkapan yang dituturkan saat tengah mengisi acara komedi.

Mantan penyanyi cilik itu menyampaikan lelucon yang menyebut kata Islam. Konteksnya, Joshua tengah menyampaikan candaan tentang mengapa salah satu personel grup band wanita Cherybelle, Cherly, tidak lebih terkenal dari personel lain yang bernama Anisa. “Makanya Che, Islam,” ucapnya diikuti tawa. Setelah itu, ancaman pelaporan datang dari FUIB.

“Joshua tidak pernah menyinggung aqidah, syariat, atau ayat yang ada dalam kitab suci. Dia boleh disebut menistakan agama apabila terbukti memelesetkan atau memelintir ajaran agama,” kata Achmad.

Sepanjang 2017, Achmad telah menangani empat kasus persekusi terkait isu agama dan ras. Menurutnya, jenis kasus itu mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir. Salah satu penyebab ialah pemahaman ajaran agama secara tekstual. Dalam kasus Joshua, Achmad berencana membuka dialog dengan polisi dan pihak pelapor.

“Menistakan agama sudah termasuk delik pidana. Pelaporan terhadap tindak pidana tidak bisa didasari oleh perasaan tersinggung yang subyektif. Harus ada klarifikasi dari orang-orang terkait untuk menyamakan persepsi. Harus ada pendapat para ahli, ulama misalnya yang bisa membuktikan adanya penyalahgunaan ajaran agama,” lanjutnya.

Kasus Joshua menuai respons dari sejumlah komika, sebutan bagi pelaku komedi tunggal, dalam negeri. Lewat akun media sosialnya, Pandji Pragiwaksono berkata, “Mungkinkah orang dengan sadar dan sengaja menertawakan agama lalu membiarkan diunggah di jejaring sosial? Gila atau nekat?”

Di unggahan lain, Pandji menyebut apabila tidak suka dengan tayangan yang disajikan, lebih baik langsung mengganti tayangan tanpa perlu memaki atau memboikot. “Masak saya harus boikot Bieber hanya karena lagunya tidak enak menurut saya?” ketiknya.

Hal yang dialami Joshua bukan hal baru di ranah komedi secara umum atau stand up comedy pada khususnya. Sarah Silverman, komedian asal Amerika serikat pernah mengalami protes lantaran menyebut kata Chinks (julukan bagi etnis Tiongkok) saat tampil dalam acara televisi Late Night With Conan O’Brien. Penonton menganggapnya rasis. Alasan Sarah mengungkap hal tersebut lantaran kata Chinks menarik untuk didengar dan untuk acara televisi Sarah memilih untuk tidak membuat lelucon tentang diri sendiri sebagai seorang Yahudi.

Sarah menyadari tindakannya akan menuai lebih banyak protes dan kritik. Namun, ia memilih untuk menyikapi dengan kepala dingin. Sekali waktu Sarah mendendangkan sebuah lagu dengan lirik:

I love you more than bears love honey

I love you more than Jews love money

I love you more than Asians are good at math

I don’t care if you think I’m racist.

I just want you to think I’m thin

Minggu lalu, seorang pria menghina Sarah melalui akun Twitter. Sarah membalas hinaan itu dengan mengajak sang penghina untuk masuk ke dalam sebuah komunitas yang bisa membantunya memperbaiki kondisi mentalnya. Akhirnya, Sarah membuka aksi penggalangan dana untuk pria tersebut.

infografik komedi tunggal

Selain Sarah, komika populer lain yang pernah membahas isu agama dan ras ialah Jeff Dunham dan Ricky Gervais. Jeff kerap tampil dengan sebuah boneka yang ia namai Achmed The Dead Terrorist. Salah satu lakon yang ia jalani ialah kisah tentang Santa Klaus. Dalam acara Golden Globe 2011, Komika Ricky Gervais pernah menyebut isu agama dan LGBT. Sampai laporan ini selesai ditulis, tidak ditemukan pemberitaan tentang protes terhadap dua aksi komika tersebut.

Sikap sensitif terhadap sikap komedian terjadi di sejumlah negara di Asia. New York Times menulis bahwa Tiongkok, Hong Kong, Singapura, dan Malaysia masih mencari cara aman untuk mengungkap lelucon yang menyerempet isu seks dan politik.

Pemerintah di negara-negara tersebut meminta para komika untuk memberi naskah sebelum mereka tampil di depan publik. “Sensor ialah penghalang yang terbesar dalam ranah komedi di Singapura,” kata Yeo, seorang komika, kepada New York Times.

Hannan Azlan, komika asal Malaysia yang juga wanita pertama pemenang Hong Kong International Comedy Festival, menyiratkan keinginannya untuk bisa tampil di negara asalnya. Dalam komedinya, Hannan membahas isu tentang rasisme, seksisme, dan stereotip gender. Ia belum leluasa menyampaikan isu tersebut di negaranya.

Di Indonesia, gerakan stand up comedy mulai mendapat perhatian sekitar enam tahun lalu saat Pandji Pragiwaksono dan Raditya Dika membuat acara kompetisi stand up comedy. Pandji lebih suka memanfaatkan panggung untuk bicara tentang Indonesia, baik tentang masyarakatnya maupun isu yang tengah marak di negeri ini.

Ada masanya Pandji pernah dihujat lantaran dianggap menghina komunitas FPI. Ia mengaku salah. Melihat preseden itu, ada baiknya persoalan salah-paham terkait kebudayaan keagamaan memang diselesaikan secara kultural. Bukan dengan laporan hukum, apalagi ancaman.

Baca juga artikel terkait STAND UP COMEDY atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Joan Aurelia
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Maulida Sri Handayani