Menuju konten utama

Jorjoran Adu "Bakar Uang" Go-Pay dan OVO

Platform pembayaran digital Go-Pay dan OVO sedang gencar melakukan promosi demi penetrasi jumlah pengguna.

Jorjoran Adu
Ilustrasi topup gopay. FOTO/go-jek.com

tirto.id - Satu siang di sebuah warung kopi, Jakarta Selatan, Beni asyik memainkan ponsel pintarnya. Ia sesekali terlihat mengangguk-anggukan kepala. Pria berumur 30 tahun ini sedang berselancar internet di aplikasi Go-Jek.

“Lumayan nih, beli voucher CFC (California Fried Chicken) seharga Rp50.000, pakai Go-Pay cuma bayar Rp35.000, hemat Rp15.000,” kata pria yang tinggal di Jakarta Timur ini kepada Tirto.

Beni memang tidak asing lagi dengan aplikasi pembayaran digital atau non-tunai. Dari sekian banyak alat pembayaran digital yang beredar di Indonesia, Go-Pay termasuk yang paling sering ia gunakan terutama untuk kebutuhan ojek online. Ia juga mulai akrab dengan Go-Deals, fitur terbaru dari Go-Jek.

Go-Deals adalah fitur dari Go-Jek yang menawarkan berbagai promo atau diskon. Untuk bisa mendapatkan promo, pelanggan Go-Jek seperti Beni harus membayar melalui Go-Pay. Go-Jek memang sedang jorjoran memperkuat posisi Go-Pay sebagai aplikasi pembayaran non-tunai.

Go-jek mulai masif mempromosikan Go-Pay di banyak gerai-gerai makan potensial. Di Wingstop Restaurants misalnya, di dekat kasir terlihat promo Go-Pay bertuliskan ‘Makan Wingstop Ga Bisa Stop Bayar Pakai Go-Pay Beli 1 Dapat 3’. Beberapa resto lain seperti Hoka-Hoka Bento juga menerapkan pembayaran via Go-Pay. Selain itu, Go-Jek juga memanfaatkan para driver untuk ikut menawarkan isi ulang Go-Pay kepada pelanggan.

Platform pembayaran untuk layanan Grab yaitu OVO juga melakukan strategi mirip-mirip. OVO, alat pembayaran digital di bawah gurita bisnis Lippo Grup ini juga menawarkan promo yang tidak kalah menarik. Promo 1 rupiah misalnya, untuk sekali perjalanan menggunakan Grab, ada promo 1 rupiah untuk parkir seharian, promo 1 rupiah untuk pembelian minyak goreng, dan lainnya. Namun, ada syarat dan ketentuan yang berlaku dari promo ini.

“Dengan program 1 rupiah, kami yakin dapat menarik untuk para pengguna Grab agar beralih menggunakan metode pembayaran non-tunai dengan OVO,” ujar Adrian Suherman, Presiden Direktur OVO kepada Tirto.

Promo-promo semacam ini tentu untuk meningkatkan jumlah pengguna. Pengguna masing-masing layanan pembayaran digital kedua entitas bisnis ini memang diklaim sudah mencapai jutaan. Per Oktober 2017, pengguna aktif Go-Pay diklaim mencapai 11 juta orang. Sementara itu, untuk pengguna OVO, mereka mengklaim terinstal lebih dari 60 juta ponsel.

Infografik Promo OVO Gopay

Pembayaran Digital adalah Sumber Uang

Era pembayaran digital pelan-pelan sudah masuk di kawasan perkotaan di Indonesia saat kota-kota di Cina dan negara lainnya sudah masif dengan layanan ini. Strategi para penyedia platform pembayaran digital untuk menarik dan membiasakan pelanggan memang harus dilakukan, harga promo adalah salah satu caranya.

Namun, promo atau diskon punya konsekuensi pada biaya yang harus dikeluarkan korporasi. Jurus ala ‘bakar uang’ memang tak bisa dihindari demi menarik konsumen. Go-Jek pernah menerapkan strategi ‘bakar uang’ saat kali pertama memperkenalkan ojek online. Pada medio 2015, Go-Jek menawarkan tarif yang sangat murah, biaya perjalanan dengan ojek konvensional Rp20.000-Rp30.000, dengan ojek online hanya Rp8.000-Rp15.000. Strategi ini sukses diterapkan hingga konsumen pun dimanjakan dengan layanan pembayaran Go-Pay dengan tarif yang lebih miring daripada uang tunai.

Strategi bakar uang Go-Jek dapat dukungan yang kuat dari para investor. Pada awal berdiri, Go-Jek mendapatkan dana ratusan juta dolar AS. Terakhir, Go-Jek mendapatkan pendanaan senilai US$1,5 miliar pada Februari 2018. Dengan dukungan dana yang besar, Go-Jek semakin memantapkan penetrasi ke platform layanan pembayaran digital Go-Pay dengan promo-promo yang cenderung sebagai strategi "bakar uang".

Namun, Go-Jek menyebutnya tak demikian, Galuh Chandra Kirana, SVP Marketing Go-Pay memberikan jawaban yang diplomatis "promo merupakan cara kami membantu memperkenalkan dan mempromosikan rekan usaha kami. Ini sesuai dengan misi Go-Pay menjadi mitra bagi rekan usaha agar bisnisnya terus berkembang,” kata kepada Tirto.

Namun, tak dapat dipungkiri upaya menjaring sebanyak-banyaknya pelanggan dengan pembayaran digital adalah bisnis yang menggiurkan, setidaknya sudah terjadi di negara-negara yang maju pembayaran digitalnya. Di Cina pembayaran digital berkembang pesat. Menurut iResearch Cina, total nilai transaksi pembayaran digital pada 2017 sudah menembus angka US$5,5 triliun.

Di Indonesia, uang elektronik beberapa tahun belakangan juga berkembang. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, nominal transaksi pembayaran non-tunai pada periode Januari-September 2018 sudah menembus Rp31,26 triliun. Jumlah ini meningkat lebih dari dua kali lipat ketimbang 2017 yang hanya mencapai Rp12,37 triliun. Ditarik lebih jauh ke belakang, realisasi 2018 tersebut naik enam kali lipat dari realisasi 2015 sebesar Rp5,28 triliun.

Jumlah pelaku pembayaran digital di Indonesia juga kian bertambah. Menurut Bank Indonesia, ada 41 uang elektronik yang sudah beredar, terdiri dari 30 uang elektronik berbasis server dan 11 uang elektronik berbasis chip, dan masih berpotensi untuk bertambah. Ini artinya potensi bisnis pembayaran digital sangat menjanjikan, maka tidak heran jika Go-Pay dan OVO berebut mencari pelanggan, termasuk dengan promo-promo ‘bakar’ uang.

Baca juga artikel terkait TRANSAKSI NONTUNAI atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra