tirto.id - “Mas, mau isi ulang Go-Pay-nya?”
Bagi pelanggan ojek online Go-Jek, pertanyaan driver semacam ini sudah tidak asing. Driver Go-Jek biasanya menawarkan jasa isi ulang atau top-up Go-Pay setelah melayani pelanggan. Go-Pay adalah sistem pembayaran elektronik yang disediakan Go-Jek untuk memudahkan para pengguna layanannya. Saat ini terdapat 16 layanan yang ada di aplikasi Go-Jek.
Go-Jek nampaknya terus mendorong para pelanggannya memakai Go-Pay. Perusahaan yang didirikan oleh Nadiem Makarim ini mengerahkan berbagai cara untuk meningkatkan transaksi Go-Pay, antara lain: memberikan tarif diskon, kemudahan mendapatkan akun Go-Pay, memperluas dan meningkatkan jumlah merchant Go-Pay, layanan QR code, hingga bebas biaya isi ulang saldo. Go-Jek terus membangun ekosistem layanan uang digitalnya bahkan berpotensi dipakai di luar ekosistem.
Mulai Berbayar
Go-Jek selama ini sangat memanjakan para pelanggan yang menggunakan Go-Pay, terutama soal bebas biaya. Isi ulang saldo Go-Pay bebas dari biaya. Ada tiga cara bagi pelanggan Go-Pay untuk mengisi ulang saldo, yakni melalui driver Go-Jek, bank, dan kasir minimarket. Bagi pelanggan Go-Pay yang mengisi ulang saldo melalui driver Go-Jek tidak dipungut biaya. Namun, bagi pelanggan Go-Pay yang mengisi di minimarket ada biaya Rp2.000 per transaksi. Sedangkan untuk layanan bank ada yang gratis dan berbayar.
Namun, kini isi ulang saldo via bank kini seluruhnya sudah tidak bebas biaya lagi. Untuk bank yang menjadi mitra Go-Jek, pelanggan dikenakan biaya isi ulang saldo Rp1.000 per transaksi. Kebijakan ini berlaku untuk isi ulang saldo yang dilakukan melalui tujuh bank, yakni BCA, BNI, Mandiri, BRI, CIMB Niaga, BTN, dan Permata. Kebijakan ini mulai berlaku sejak 30 April 2018.
“Kami hanya mengenakan fee kepada pihak Go-Pay, bila Go-Pay mengenakan kembali kepada konsumen, itu merupakan keputusan dari pihak Go-Pay,” kata Sekretaris Bank Mandiri Rohan Hafas dikutip dari Antara.
Apa yang menjadi pertimbangan Go-Jek menetapkan biaya isi ulang Go-Pay?
Managing Director Go-Pay Budi Gandasoebrata menjawab normatif ihwal ditanya alasan Go-Jek mengenakan biaya isi ulang. “Ini juga untuk mendukung Gerakan Nasional Non Tunai dan keuangan inklusif, sekaligus menjadikan Go-Pay sebagai jembatan yang menghubungkan bank dengan underserved market dalam membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya kepada Tirto.
Namun dari kacamata bisnis, ditetapkannya biaya isi ulang itu juga bisa jadi pertanda bahwa Go-Pay mulai mengurangi strategi ‘bakar uang’—yang umumnya dilakukan para perusahaan rintisan dalam menarik konsumen. Sejak awal berdiri hingga sekarang, Go-Jek sudah diguyur dana hingga $2,1 miliar. Pendanaan terakhir terjadi pada 12 Februari 2018 dengan Tencent Holdings sebagai Lead Investor, nilainya sekitar $1,5 miliar.
“Mengurangi bakar uang mungkin, tapi kalau mengejar BEP kelihatannya belum. Saya lebih melihat ini untuk implementasi model bisnis,” kata M. Andy Zaky dari Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Informasi Indonesia kepada Tirto.
Menurut Zaky, Go-Jek saat ini lebih terlihat sebagai perusahaan yang mengejar valuasi ketimbang profit. Ia tidak bisa menebak kapan perusahaan ini mulai meraup keuntungan, dan berhenti melakukan strategi ‘bakar uang’.
Di sisi lain, penetapan biaya isi ulang saldo Go-Pay tersebut juga sesuai dengan ketentuan dari Bank Indonesia, yakni Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/10/PADG/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional, yang berlaku sejak September 2017.
Dengan ketentuan Bank Indonesia tersebut, tarif maksimum pengisian saldo uang elektronik dengan cara off us atau lintas kanal pembayaran dipatok Rp1.500. Sedangkan pengisian cara on us atau satu kanal, bisa gratis dan bisa juga bertarif maksimum Rp750.
Cara off us adalah pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu berbeda atau melalui mitra. Sementara cara on us adalah isi ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu.
Seberapa besar potensi dana yang diraih dari penarikan biaya isi ulang?
Mari berhitung. Pada 20 Desember 2017, Gojek mengungkapkan jumlah transaksi Go-Pay pada Oktober 2017 menyumbang sekitar 30 persen dari total transaksi uang elektronik, atau sebesar 31,34 juta transaksi dari total 104,47 juta transaksi uang elektronik.
Pada Oktober 2017, Nadiem mengklaim jumlah pengguna Go-Jek sudah mencapai 20 juta pengguna aktif. Dari total jumlah pengguna aktif tersebut, 55 persen atau 11 juta pengguna telah menggunakan Go-Pay. Dengan asumsi, dari 11 juta pengguna Go-Pay itu telah menghasilkan 31,34 juta transaksi per bulan. Dengan kata lain, setiap satu pengguna Go-Pay sedikitnya melakukan transaksi sebanyak tiga kali per bulan.
Untuk memenuhi tiga kali transaksi per bulan, maka pengguna Go-Pay harus melakukan isi ulang saldo sedikitnya 1 kali per bulan. Apabila 11 juta pengguna dikenakan biaya top up sebesar Rp1.000 per transaksi, maka biaya transaksi isi ulang Go-Pay mencapai Rp11 miliar per bulan.
Namun, angka ini hanya sebatas perkiraan, mengingat banyak faktor yang dapat memengaruhinya, di antaranya adalah adanya tiga cara yang bisa dipilih masing-masing pengguna Go-Pay ketika melakukan top up. Selain itu, total nilai biaya isi ulang Go-Pay juga bisa jadi lebih besar dari itu mengingat pertumbuhan transaksi Go-Pay pada 2017 tumbuh 25 persen setiap bulan. Bahkan, nilai nominal top up para pengguna juga meningkat 15 persen setiap bulan.
Adanya pengenaan biaya isi ulang saldo Go-Pay kepada pelanggan bisa jadi mengurangi beban Go-Jek dalam mencari pangsa pasarnya. Ini secara langsung bisa menekan strategi "bakar uang" ala Go-Jek.
Editor: Suhendra