tirto.id - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan, Kurnia Ramadhana tidak kaget ada isu Presiden Joko Widodo enggan menerbitkan Perppu UU KPK.
Ia menilai, sejak awal pemerintahan Jokowi sudah tak serius terhadap pemberantasan korupsi.
"Sedari awal Presiden Joko Widodo tidak pernah menganggap pemberantasan korupsi menjadi isu krusial dan tidak paham bagaimana menguatkan kelembagaan anti-korupsi seperti KPK," kata dia, Jumat (29/11/2019).
Kabar bahwa Jokowi tidak akan mengeluarkan Perppu dilontarkan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (28/11/2019).
Menurut Fadjroel, Perppu tidak diperlukan karena sudah ada UU KPK terbaru. UU 19/2019 tentang KPK bakal berlaku penuh pada 21 Desember 2019.
Pernyataan tersebut membikin Kurnia kecewa dengan kabar tersebut. Pernyataan Fadjroel dinilai berlogika sesat.
"Logika ini tentu keliru dan menyesatkan. Sebab Perppu diperlukan karena UU KPK baru memiliki banyak pasal yang memperlemah KPK. Jika saja UU KPK tidak direvisi, tidak mungkin masyarakat berharap Perppu dari Presiden," ujarnya.
Menurut dia, dalih UU KPK baru sedang diuji di Mahkamah Konstitusi, sehingga Perppu tidak dikeluarkan, juga tidak tepat.
"Bahkan menggambarkan bahwa Presiden tidak memahami perbedaan kewenangan penerbitaan Perppu dan proses uji materi di MK," ujarnya.
Perppu merupakan hak presiden yang dijamin konstitusi. Sedangkan, pengajuan uji materi merupakan hak konstitusional setiap warga negara.
Ia menilai pernyataan Fadjroel dianggap terlalu mengada-ada, lantaran kedua hal di atas tidak saling berkaitan dan mempengaruhi satu dan lainnya.
"Jika ini merupakan sikap akhir dari Presiden tentu tidak salah jika publik merasa selama ini narasi anti-korupsi yang diucapkan oleh Joko Widodo semata hanya omong kosong belaka," tutupnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali