tirto.id - Presiden Joko Widodo menilai Indonesia masih tertinggal jauh dalam pengembangan ekonomi syariah dibandingkan negara-negara lain yang jumlah penduduk muslimnya lebih sedikit.
Dalam laporan Global Islamic Economic Index, kata dia, Indonesia yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia masih menempati urutan kesepuluh dan berada di bawah Malaysia.
"Ini lah yang jadi PR kita bersama," kata Jokowi dalam peluncuran masterplan ekonomi syariah 2019-2024 di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2019).
Dalam indikator global ekonomi Islam tersebut, Indonesia menempati urutan ke-sepuluh dengan skor 45. Penilaian itu membuat posisi Indonesia berada di bawah Malaysia dan UEA yang mendapat skor 127 dan 89.
Selain itu, penduduk muslim di Indonesia diperkirakan hanya menghabiskan 218,8 miliar dolar AS untuk mengonsumsi barang dan jasa dari sektor ekonomi halal pada 2017.
"Jauh. Kita masih di belakang Malaysia, masih di belakang uni Emirate Arab, masih di belakang Bahrain. Masih di belakang Arab Saudi, Oman, Yordania. Masih di belakang Qatar, Pakistan, Kuwait," kata Jokowi.
Padahal, ekonomi syariah memiliki potensi besar dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Jokowi menilai pemanfaatan potensi itu bisa membantu Indonesia mencapai target menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2045.
"Salah satu kunci untuk mencapai cita-cita tersebut dan sudah terkandung dalam jati diri negara Indonesia yang yang memiliki Penduduk Islam terbesar di dunia, salah satunya ekonomi syariah sebagai motor ekonomi nasional," ujar Jokowi.
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro membenarkan Indonesia belum memanfaatkan potensi ekonomi syariah yang besar.
Dia mencatat, berdasar laporan The State of The Global Islamic Economy Report 2018-2019, total belanja masyarakat muslim dunia pada 2018 di berbagai sektor ekonomi halal mencapai 2,1 triliun dolar AS atau 0,27 persen dari total PDB dunia.
Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya hingga mencapai 3 triliun dolar AS pada 2023. Prediksi itu sejalan dengan pertumbuhan penduduk muslim dunia.
Sayangnya, menurut dia, kontribusi yang bisa diberikan sektor halal terhadap perekonomian di dalam negeri masih rendah meski jumlah koperasi syariah di Indonesia terbesar di dunia.
"Koperasi muslim tersebut masih berperan sebagai konsumen dan pasar ekonomi dunia. Padahal seharusnya Indonesia bisa mengambil peran lebih sebagai produsen dan eksportir terbesar dari produk dan jasa halal dunia," ujar Bambang.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom