Menuju konten utama

Jokowi Dinilai Tak Pantas Pakai Intelijen untuk Politik

Koalisi masyarakat sipil menilai pernyataan Presiden Jokowi merupakan masalah serius dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.

Jokowi Dinilai Tak Pantas Pakai Intelijen untuk Politik
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kanan bawah) naik kereta LRT dari Stasiun Cawang menuju Stasiun Dukuh Atas meresmikan LRT Jabodebek di Jakarta, Senin (28/8/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/tom.

tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang mengaku memiliki data terkait arah dukungan partai politik dari intelijen. Koalisi yang terdiri dari Imparsial, PBHI Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat, menilai pernyataan Jokowi merupakan masalah serius dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.

“Tidak boleh dan tidak bisa dalam negara demokrasi, Presiden beserta perangkat intelijen menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantauan intelijen,” kata Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, salah satu anggota koalisi dikutip dari keterangan tertulis, Senin (18/9/2023).

Koalisi menilai, intelijen merupakan aktor keamanan yang berfungsi memberikan informasi terutama kepada Presiden. Namun, informasi seharusnya terkait dengan musuh negara yaitu masalah keamanan nasional dan bukan terkait dengan politik, serta masyarakat sipil. Hal ini diatur sebagaimana dalam Pasal 1 angka 1 dan 2 UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Partai politik dan masyarakat sipil adalah elemen penting dalam demokrasi.

“Sehingga tidak pantas dan tidak boleh Presiden memantau, menyadap, mengawasi kepada mereka dengan menggunakan lembaga intelijen demi kepentingan politik Presiden,” tambah Isnur.

Koalisi memandang, pernyataan Jokowi mengindikasikan adanya penyalahgunaan kekuasaan terhadap alat-alat keamanan negara untuk melakukan kontrol dan pengawasan demi tujuan politiknya. Dia menilai hal itu tidak bisa dibenarkan dan merupakan ancaman bagi kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia. Selain itu, persoalan ini dinilai merupakan bentuk penyalahgunaan intelijen untuk tujuan tujuan politik Presiden dan bukan untuk tujuan politik negara.

“Pada hakikatnya, Lembaga intelijen di bentuk untuk dan demi kepentingan keamanan nasional dalam meraih tujuan politik negara dan bukan untuk tujuan politik presiden,” ungkap Isnur.

Lebih lanjut, dia menjelaskan pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh intelijen hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengambilan kebijakan, bukan disalahgunakan untuk memata-matai semua aktor politik untuk kepentingan politik pribadinya. Koalisi menilai bahwa peristiwa ini mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap hukum dan undang undang. Seperti UU Intelijen, UU HAM, UU partai politik. Koalisi menegaskan, ini merupakan bentuk skandal politik dan menjadi masalah serius dalam demokrasi sehingga wajib untuk diusut tuntas.

“Oleh karena itu sudah sepatutnya DPR memanggil Presiden beserta lembaga intelijen terkait untuk menjelaskan masalah ini kepada publik secara terang benderang,” terang Isnur.

Sebelumnya, Jokowi mengatakan memiliki informasi komplet dari berbagai sumber mengenai kondisi partai-partai politik di Indonesia, termasuk arah dan tujuan dari parpol tersebut. Jokowi mengatakan dirinya memiliki informasi intelijen dari berbagai institusi mengenai data terbaru setiap parpol, hingga survei terkait partai politik.

“Dari intelijen saya ada, BIN (Badan Intelijen Negara). Dari intelijen di Polri, ada. Dari intelijen di TNI, saya punya, BAIS (Badan Intelijen Strategis), dan info-info di luar itu. Angka, data, survei, semuanya ada,” kata Jokowi.

Baca juga artikel terkait INTELIJEN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Politik
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Intan Umbari Prihatin