Menuju konten utama

Jokowi dan Semesta Politik Ala Game Of Thrones

Dalam pidatonya, Jokowi kembali menganalogikan perang dagang dengan dunia film. Kali ini, ia merujuk serial populer Game of Thrones

Jokowi dan Semesta Politik Ala Game Of Thrones
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan pada Pertemuan Tahunan IMF World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10/2018). ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Puspa Perwitasari/hp/2018

tirto.id - Dalam Plenary Session Annual Meeting IMF-World Bank di Bali pada Jumat (12/10), Presiden Jokowi Widodo kembali mencuri panggung. Dalam pidatonya, perang dagang yang dilakukan negara-negara maju kembali menjadi sasaran kritiknya. Setelah dalam World Economic Forum on ASEAN di Vietnam September 2018 lalu ia menganalogikan perang dagang dengan film Angevers: Infinity War, ia sekali lagi menganalogikan perang dagang dengan dunia film. Kali ini, serial Game of Thrones menjadi rujukannya.

Presiden Jokowi membuka pidatonya dengan menyinggung krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008. Ia mengucapkan terima kasih bahwa “berkat langkah-langkah kebijakan moneter dan fiskal yang luar biasa, yang membutuhkan keberanian politik yang besar, saudara-saudara para pembuat kebijakan, telah berhasil menyelamatkan dunia dari depresi global yang saat itu sudah berada di depan mata.”

Namun, ia lantas mengingatkan: 10 tahun berlalu, perang dagang akhir-akhir ini datang mengguncang. Dari situ, masalah-masalah ekonomi dunia semakin membesar, layaknya bola salju yang terus menggelinding. Depresi global yang berhasil dihindari satu dekade silam bukan tak mungkin akan jadi aral pada masa depan.

“Dengan banyaknya masalah perekonomian dunia, sudah cukup bagi kita untuk mengatakan bahwa: Winter is Coming.”

Menyoal perang dagang sendiri, Presiden Jokowi menjelaskan penyebabnya: hubungan antara negara-negara ekonomi maju mengalami keretakan, tingkah pola mereka semakin lama terlihat seperti para keluarga yang bertikai dalam serial Game of Thrones.

Seluruh delegasi, tamu negara, dan media yang hadir lantas bertepuk tangan. Namun pujian mereka terhadap pidato Presiden Jokowi belum selesai sampai di situ. Jokowi melanjutkan pidatonya. Setelah Winter is Coming yang jadi slogan keluarga Stark, ia membicarakan hal-hal lainya dalam Game of Thrones yang menurutnya berhubungan dengan keadaan perekonomian dunia saat ini. Mulai dari The Iron Thrones, Great House, juga Evil Winter.

Setelah pidato Jokowi selesai, tidak hanya bertepuk tangan, sebagian delegasi, tamu negara, dan media yang hadir dalam acara tersebut melakukan standing ovation. Jim Yong Kim, Presiden Bank Dunia, dan Christine Lagarde, Managing Director IMF, pun tak luput mengangkat topi.

“Ini saatnya kita pulang karena kita tak bisa lebih bagus dari itu (pidato Presiden Jokowi),” kata Jim Yong Kim. Sementara itu, Christine Lagarde menyebut “Presiden Jokowi luar biasa, sudah meningkatkan standar pidato kita.”

Alasan delegasi, tamu negara, dan media memberikan pujian tentu dapat dimengerti: Pidato Presiden Jokowi tepat sasaran, analoginya tentang Game of Thrones dinilai sesuai dengan kondisi dunia yang sesungguhnya.

Waspada White Walker!

Dalam tulisannya yang berjudul "Perang Dunia Keempat", Subcomandante Marcos, mantan pentolan Zapatista, menjelaskan bahwa ada beberapa entitas utama dalam perang: Pertama, penaklukan wilayah dan reorganisasinya; kedua, penghancuran musuh; dan ketiga, pengaturan wilayah taklukan. Hal itu terus terjadi dari Perang Dunia Pertama, Perang Dunia Kedua, hingga Perang Dunia Ketiga (Perang Dingin).

Namun dalam globalisasi atau yang Marcos sebut dengan istiliah “Perang Dunia Keempat”, entitas-entitas itu mulai berubah arah. Menurut Marcos, konstanta utama Perang Dunia Keempat adalah membuat pasar jadi universal; sesuatu yang manusiawi dan menentang logika pasar harus dihancurkan. Siapa pemenangnya? Tentu saja, penguasa pasar.

Teori Marcos mengenai “Perang Dunia Keempat” tersebut memang sesuai dengan kondisi perekonomian sekarang. Akhir-akhir ini negara-negara dengan perekonomian maju, terutama Amerika Serikat dan China, terus bersaing untuk menguasai pasar. Perang dagang pun terjadi. Imbasnya, negara-negara berkembang yang banyak membutuhkan pasokan dagang dari negara maju tersebut pun menjadi korban, termasuk Indonesia.

Merujuk pidato Presiden Jokowi, perang dagang tersebut kemudian dinilai mirip dengan serial Game of Thrones, serial yang berangkat dari novel karya dalam dunia bikinan George R.R. Martin itu. Dunia diibaratkan sebagai Westeros, benua fiktif tempat berdirinya Seven Kingdom. Negara maju yang berperang merupakan Great House, klan-klan besar yang berpengaruh di Seven Kingdom, seperti House Arryn, House Greyjoy, House Lannister, hingga House Tagaryen. Sementara pasar merupakan Iron Thrones, tahta tertinggi di Seven Kingdom.

Untuk menjadi penguasa Iron Thrones yang terdapat di King’s Landing, ibu kota Seven Kingdom, Great House akan bersekutu, berkhianat, serta menjajah house-house lainnya. Semula, pusaran konflik utama dalam serial Game of Thrones adalah persaingan antar Great House tersebut untuk menjadi penguasa tunggal. Namun seiring berjalannya waktu, ancaman terbesar Seven Kingdom ternyata bukan dari dalam, melainkan dari luar, yakni para White Walker (Jokowi menyebutnya Evil Winter): zombie es, yang tinggal di utara Westeros. Sejarah Westeros menyebut bahwa White Walker adalah makhluk yang paling ditakuti di Westeros. Mereka adalah ancaman bagi apa pun yang hidup.

Infografik Game of Joko

Saat musim dingin panjang tiba, di bawah pimpinan Night King, para White Walker akan selalu berusaha menjamah Westeros. Mereka akan berusaha menembus The Wall, tembok tinggi pelindung Westeros. Dalam musim ketujuh Game of Thrones, dengan bantuan salah satu naga milik Daenerys Targaryen (Mother of Dragons) yang sudah berubah menjadi zombie, White Walker berhasil menghancurkan The Wall.

Presiden Jokowi menganggap bahwa White Walker adalah ancaman global. Ia adalah simbol perubahan iklim yang bisa membikin bencana alam, seperti badai maupun topan; ia adalah sampah plastik yang telah mencemari lautan yang luas; dan ia adalah perubahan iklim global yang semakin tak terkendali.

"Apakah saat ini merupakan saat yang tepat untuk rivalitas atau kompetisi? Ataukah saat ini waktu yang tepat untuk kerja sama dan kolaborasi? Apakah kita terlalu sibuk untuk bersaing dan menyerang satu sama lain sehingga kita gagal menyadari adanya ancaman besar yang membayangi kita semua? Apakah kita gagal menyadari adanya ancaman besar oleh negara kaya maupun miskin? Oleh negara besar ataupun negara kecil?”

Diwartakan The New Yorker, perang dagang setidaknya belum akan berakhir dalam waktu dekat. Hal ini tak lepas dari kebijakan yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump terhadap Cina. Trump tampaknya tidak mau bernegosiasi: dia akan terus mengancam dengan tarif baru dan berusaha memojokkan Cina. Saat konflik tersebut terus berlarut-larut, tidak hanya perekonomian dunia yang terancam, tetapi juga umat manusia.

Ingat, seperti kata Marcos, manusia adalah musuh dari pasar. Selain itu, para White Walker juga sudah menembus The Wall dan siap memangsa umat manusia yang tinggal di Westeros.

Baca juga artikel terkait PRESIDEN JOKOWI atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Politik
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan