Menuju konten utama

John Torode's Middle East: Eksplorasi Kuliner Tradisi Timur Tengah

Seorang juri MasterChef sekaligus koki dengan reputasi dunia melakukan perjalanan untuk mencari kuliner unik tradisional di Timur Tengah.

John Torode's Middle East: Eksplorasi Kuliner Tradisi Timur Tengah
Salah satu acara Mola TV John Torode`s Middle East. FOTO/Dok. Mola TV

tirto.id - Sebagai tempat berkembangnya peradaban selama ribuan tahun, Timur Tengah merupakan salah satu surga kuliner di dunia. Kemewahan yang lahir dari tradisi berusia ratusan abad itu menjadi sorotan utama acara John Torode’s Middle East, yang sekarang sudah bisa ditonton di Mola TV.

Dipandu koki dengan reputasi level dunia, acara ini bukan sekadar tayangan jelajah kuliner biasa. John Torode, yang tenar sejak menjadi juri reality show MasterChef, tidak hanya memperkenalkan khasanah kuliner Timur Tengah. Torode pun mempelajari resep dan teknik pembuatannya.

Yang menarik, setelah memberikan wawasan baru mengenai banyak jenis makanan yang jarang dikenal di luar Timur Tengah, Torode lantas melakukan eksplorasi.

Berpijak pada resep-resep yang baru diketahuinya, Torode kemudian mengambil sejumlah unsur penting di masing-masing makanan untuk memasak sebuah menu baru.

Guna menemukan beragam makanan unik dan mempunyai akar panjang dalam kebudayaan Timur Tengah, ia menjelajahi kota-kota bersejarah di Mesir, Bahrain, sampai Uni Emirat Arab. Dia bahkan menyambangi sebuah pulau di Malta, kawasan yang menerima rembesan budaya Timur Tengah.

Punya pengalaman panjang sebagai koki yang sudah sering hilir mudik di berbagai acara memasak populer, Torode menunjukkan bagaimana jika seorang chef melakukan perjalanan wisata kuliner.

Mencicip rasa makanan tentu akan dia lakukan. Namun, lidah dan mata Torode jelas lebih tajam dari para pemburu hidden gems biasa.

Kepekaan lidah Torode itu terlihat menyusuri jalanan Kota Kairo, Mesir. Salah satu temuannya di sana ialah Baladi, roti dari tepung gandum berbentuk serupa bakpao, bulat mengembung seperti tempurung tertelungkup.

Ketika mengamati dapur sebuah pabrik roti Baladi, ia melihat para pekerja menepuk-nepuk adonan tepung berbentuk bulat pipih. Setelah masuk oven, roti akan mengembung.

Torode pun segera paham, para pekerja hanya menepuk-nepuk pinggiran adonan. Bagian tengah adonan roti Baladi dibiarkan tidak memadat, dengan tujuan agar terisi udara ketika dipanggang dalam oven.

Alhasil, roti tersebut seringan "bulu" meski bentuknya bulat mengembang sebesar dua kepalan tangan orang dewasa.

Dari si pemandu yang menemaninya, Torode lantas tahu bahwa para produsen roti Baladi di Kairo menjual adonan yang mengembung dengan harga lebih mahal daripada yang pipih. Baladi yang pipih dianggap produk gagal dan dijual dengan harga murah, meski dari segi rasa tidak kalah.

Diproduksi BlinkFilms, John Torode’s Middle East pertama kali dirilis pada 2018 dan ditayangkan di Inggris, dengan Blue Ant Media/UKTV sebagai pemegang hak distribusi siaran. Dibuat 10 episode, acara ini sekarang menjadi salah satu koleksi Mola TV.

Kiprah John Torode di Acara Masak Populer

John Douglas Torode adalah koki berkebangsaan Australia, tetapi meraih reputasi global setelah membintangi sejumlah acara memasak populer di televisi Inggris.

Torode dibesarkan di New South Wales, oleh neneknya. Ibunya meninggal saat dia berusia empat tahun dan ayahnya sering tidak bekerja, cerita Torode kepada Sam Wollaston dari The Guardian.

Beda dari kebanyakan bocah Australia seusianya di sekolah, Torode tak suka main rugby. Memasak lebih punya daya tarik baginya. Itu bermula dari ketertarikannya pada aroma dapur sang nenek.

"Nenek biasa memasak daging domba, dengan kacang polong dan kentang rebus, rasanya sangat nikmat," kata dia.

Torode mulai mempelajari keahlian memasak saat berusia 16 tahun. Lantas, pada awal 1990-an, ia memutuskan hijrah ke Inggris. Torode mengaku lebih nyaman bermukim di negeri leluhurnya itu karena menemukan peluang berkarier sebagai koki profesional.

Tidak lama setelah pindah ke Inggris, pria kelahiran Melbourne 55 tahun silam tersebut mengawali karier koki profesionalnya di restoran Conran Group. Beberapa tahun kemudian, wajahnya muncul di televisi.

Publik Inggris mulai mengenal John Torode pada 1999 saat ia membintangi belasan episode acara This Morning, sebuah talkshow yang dipadukan dengan ulasan fesyendan tips memasak di kanal ITV.

Torode meraup ketenaran setelah ditunjuk menjadi juri bareng Gregg Wallace di acara Masterchef Goes Large, mulai 2005 hingga sekarang. Tahun 2005 merupakan awal kebangkitan kembali reality show kompetisi memasak tersebut, setelah vakum sejak 2001.

Masterchef semula ditayangkan BBC pada periode 1990-2001. Acara ini kemudian diperbarui saat dihidupkan kembali pada 2005 dengan tajuk Masterchef Goes Large. Tiga tahun setelahnya, tajuk Masterchef dipakai lagi.

Masterchef menyedot perhatian jutaan pemirsa dari puluhan negara, sekaligus menjadi waralaba sukses di level global. Tampil dalam lebih dari 200 episode Masterchef, Torode pun dikenal sebagai salah satu ikon utama acara ini.

Keterlibatan Torode dalam Masterchef pada 2005 segera mendatangkan kontrak-kontrak baru. Dia lantas berperan sebagai juri dalam acara Celebrity Masterchef (149 episode), Junior MasterChef, dan MasterChef Australia.

Torode juga menjadi host banyak acara kuliner yang populer, seperti John Torode's Korean Food Tour; Saturday Kitchen; John Torode's Asia; John Torode's Australia; John Torode’s Middle East; dan John Torode's Malaysian Adventure.

Bisnis kuliner dirambah pula oleh Torode. Dia tercatat pernah menjadi pemilik restoran bernama The Luxe, dan juga mengoperasikan Smiths of Smithfield di London sejak awal tahun 2000.

Beberapa buku tentang cara memasak ditulis pula oleh Torode, termasuk John Torode's Chicken: And Other Birds dan Beef: And Other Bovine Matters.

Eksplorasi Kuliner Timur Tengah ala John Torode

Dalam John Torode’s Middle East yang sudah bisa ditonton di Mola TV, sang host menerapkan pendekatan menarik saat menjelajahi kekayaan kuliner di Timur Tengah.

Torode sengaja menghindari makanan mainstream. Fokus utama perburuan kulinernya adalah makanan yang memiliki akar dalam tradisi masyarakat setempat.

Dan, apa yang dicari Torode tidak ada di dapur restoran. Yang diinginkan oleh Torode justru bisa ditemukannya di kedai-kedai sederhana dan tungku masak rumah warga pinggiran kota.

Pendekatan ini terekam saat ia menyambangi Kairo dalam salah satu episode John Torode’s Middle East. Setelah mendatangi pabrik UKM pembuat roti Baladi, Torode menuju kedai penjual makanan bernama Hawawshi.

Makanan terakhir adalah hidangan tradisional khas Mesir. Hawawshi merupakan roti pitta berbahan gandum yang bentuknya bulat pipih.

Setelah diisi daging cincang dan dibumbui dengan bawang, lada, peterseli, cabai, serta keju, roti tersebut dipanggang. Roti ini sering habis dibawa pelanggan tidak lama setelah keluar dari oven milik sebuah kedai yang didatangi oleh Torode.

Setelah menunggu antrean lumayan panjang di sebuah kedai Hawawshi, Torode segera mencicipi makanan ini ketika masih hangat. Dua gigitan pun cukup bagi Torode buat bilang: "Ini persilangan sandwich keju panggang, burger, daging cincang gulung, salad, pizza renyah. Semua jadi satu."

Masih belum puas, Torode mendatangi kedai lain, yang menjual makanan khas Timur Tengah tetapi memiliki cita rasa khas Mesir: Falafel. Di Kairo, makanan yang konon ditemukan 1 milenium silam sebelum menyebar ke banyak wilayah tersebut, dibuat dengan cara berbeda dari umumnya.

Falafel "Kairo" teramu dari campuran kacang fava, peterseli, mint, bawang putih, biji adas, jintan, dan garam. Semua bahan itu lalu digiling menjadi satu sampai lembut, sebelum digoreng bersama taburan ketumbar.

Jajanan ala kedai di Kairo yang dimakan bersama lapisan roti tersebut dipuji oleh Torode sebagai sebuah karya seni.

Perjalanan Torode lantas berlanjut ke pinggiran Kairo. Kali ini, bukan kedai tujuannya, melainkan rumah sebuah keluarga yang terbiasa memasak Hamam Mahshi, makanan klasik di Mesir.

Hamam Mahshi sebutan buat masakan merpati panggang berisi nasi yang telah dibumbui beraneka rempah. Untuk mempelajari pembuatan makanan ini, Torode belajar pada seorang ibu paruh baya.

Mengunjungi dapur rumahan memberikan waktu lebih lega bagi Torode untuk mengetahui cara memasak dari hulu ke hilir. Dia melihat bagaimana nasi untuk Hamam Mahshi diolah bersama banyak bumbu, hingga beberapa ekor merpati dipanggang bersama lumuran saus dengan perut tersumpal isian.

Torode lantas menikmati hidangan tersebut dalam makan siang yang hangat bersama keluarga Mesir. Yang terucap dari mulut Torode untuk menggambarkan cita rasa hidangan ini adalah: "luar biasa."

Menurut dia, daging merpati yang dilahapnya bertekstur lembut. Paduan kunyit, kapulaga, jintan, ketumbar, dan bawang putih pada olahan nasi juga terasa "hidup" saat dikunyah bersama daging merpati.

Episode Kairo ditutup dengan demo memasak yang dilakukan Torode di area dekat sebuah piramid. Ia memadukan sejumlah unsur dari empat makanan yang baru ditemuinya menjadi ramuan resep yang sama sekali baru.

Pendekatan serupa dilakukan Torode ketika melancong ke Dubai, surga pariwisata di Semenanjung Arab yang dijejali gedung-gedung pencakar langit.

Dia menemui penduduk lokal untuk mempelajari cara pembuatan hidangan tradisional Uni Emirat Arab (UEA) dalam salah satu episode John Torode’s Middle East lainnya.

Salah satu yang dipelajarinya adalah teknik kuno pengasinan ikan. Dari dua orang ibu paruh baya, warga asli UEA, Torode "berguru" tentang cara ikan laut diasinkan bersama campuran garam dan thyme. Di dalam sebuah timba tertutup rapat, ikan lantas dijemur di bawah sinar matahari selama satu bulan.

Ikan yang sudah diawetkan tersebut kemudian diolah menjadi masakan khas UEA bernama Tahtah Malleh. Dan, hal baru lain yang sama sekali belum diketahui oleh Torode kembali dipelajarinya.

Selain Dubai dan Kairo, eksplorasi kuliner yang dilakukan Torode juga merambah kawasan Wadi el Gamel, Luxor, Aswan, Malta, hingga Bahrain.

Perjalanan mengenal beragam kuliner tradisional di Timur Tengah tersebut dapat disaksikan dalam sejumlah episode John Torode’s Middle East di Mola TV.

Baca juga artikel terkait MOLA TV atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH